Tatapan menusuk dari Daza memang bisa membuat seseorang sampai tidak bisa berkutik sama sekali. Lavendra tidak ada niat untuk membantu sama sekali. Karena kalimat tersebut jeluar dari mulut Rosa sendiri, jadi dia tanggung akibatnya.Daza berjalan mendekat ke arahnya, dan tidak melepas tatapan sangarnya terhadap Rosa yang telah berkata sesuatu yang buruk mengenai Daza sendiri.“Jelaskan dengan jelas, apa maksudmu berkata bahwa aku masih punya simpanan!” gertak Daza.Rosa benar-benar langsung ciut di depan mereka berdua. Dia kehilangan wajahnya sendiri setelah berusaha membuat Lavendra curiga terhadap sang suami. Dia salah memilih lawan yang dia kira bisa dengan mudahnya ia buat jatuh dan tidak berdaya sama sekali. Padahal, dia sedang mendalami jurangnya sendiri.Dalam keadaan begini, keringat dingin sudah membasahi wajah Rosa yang dimana mereka berada di tempat yang amat sejuk sekali. Dia pasti panik bukan kepalang karena memang niat awalnya itu mau menjelekkan Daza.Ditunggu dan terus
Daza yang sudah sangat sabar menahan emosi dan menghadapi perilaku Rosa yang tidka tahu diri tersebut sudah tidak bisa ditahan lagi. Ia merasa tidak terima saat Rosa mulai tak menghargai Lavendra.Rosa yang ada di dalam mobil mendengar teriakan dari Daza bukannya buru-buru keluar dan meminta maaf, malah diam di dalam sana dengan wajah sok tidak mengerti kenapa dia menerima teriakan tersebut.“Lh- Lho, kenapa kalian kejam sekali mengusirku? Apa kalian tidak kasihan kepadak-““CUKUP!” Daza merasa muak. Sampai-sampai ia harus membuang napas untuk mengendalikan diri sebelum mengamuk pada wanita tidak tahu diri tersebut.Langsung tutup mulut Rosa di detik itu juga.“Aku sudah muak dengan bagaimana kamu mencoba untuk menumpang dengan kami! Tapi, perilakumu sangat kurang ajar! Kalau kamu merasa kamu hanya ikut menumpang, posisikan dirimu! Atau jangan ikut sama sekali!” perintah Daza.Meski sudah berbicara panjang demikian pun bukannya membuat Rosa langsung turun dan menuju kebalakang. Setida
Lavendra masih tetap membuatkan sarapan untuk Daza, namun tidak dengan bekalnya. Badannya masih teras sangat amat lelah dan tidak nyaman selama beberapa saat setiap kali dia berdiri. Mungkin dia masih mengalam pegal yang tidak baik.“Ada apa?” Daza mendadak bertanya saat mereka sedang makan.“Oh, tidak, aku tidak apa,” Refleks dirinya menjawab.Daza tampak khawatir meski dirinya sudah memberikan jawaban dengan cara demikian kepadanya. Daza mengamati lama-lama wajah dari Lavendra yang sangat jelas menunjukkan ekspresi tidak nyamannya tersebut.“Apa ada yang tidak nyaman? Jangan ditahan,” beritahu dari Daza yang benar-benar sudah langsung menyadari.Mendengarnya membuat Lavendra hanya bisa tertawa kecil. sepertinya memang ekspresinya menunjukkan dengan sangat jelas rasa tidak nyamannya tersebut. Makanya Daza bisa langsung tahu.“Haha, mungkin aku salah tidur. Punggungku terasa pegal sekali,” beritahu dari Lavendra.“Kamu mau libur saja hari ini? Aku bisa memberikanmu izin,” Daza meminta
“Benar?” Daza segera memastikan apa yang dirinya katakan tersebut.Dianggukkannya kepalanya dengan pelan, namun yakin untuk membuat Daza percaya akan yang dia katakan tadinya.Daza pun kembali hanya bisa berpasrah saja setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Lavendra. Dia sepertinya memang sudah tidak melawan sama sekali, makanya sekarang dia jadi sedikit merasa tidak nyaman sama sekali.“Kalau begitu apa kamu bisa menahan diri dulu sementara?” tanya Daza kepadanya.Tentu saja mendengarnya membuat Lavendra sedikit kaget, dia langsung melihat ke arah Daza dan menanyakan maksud dari pertanyaannya tersebut.“Maksudnya?”“Iya, aku harus meeting dengan klien penting yang tidak bisa diganggu sama sekali. Aku takut selama meeting nanti kamu malah kenapa-napa,” jawab Daza.Lavendra langsung paham. “Tenang, aku bahkan bisa menahannya sampai sore, hehe,” jawabnya seraya sedikit cenge
Lavendra tidak mau kalah begitu saja. Wanita ini mencari masalah dengan terang-terangan kepada dirinya, jadi dirinya sudah tidak akan mundur lagi.“Kenapa? Kamu suka perkelahian, kan?” Lavendra bertanya dengan emosi yang sudah meluap.Buru-buru Rosa bangun dari jatuhnya meski mejanya sudah tidak tahu berada di posisi seperti apa lagi. Belum lagi komputernya langsung tidak berbentuk secara mendadak karena terjatuh dengan sangat berat sekali.“Kamu!” Dia lebih dulu meninggikan suara ketimbang langsung bangun dari jatuhnya tersebut.Kelihatan jelas bahwa Rosa sangat kelelahan dan juga tampak jelas dia merasa kesakitan karena serangan dari Lavendra yang sangat jelas menyerangnya tersebut.“Bisa-bisanya…, Lavendra yang jadi istri Daza sekasar ini? haha, kasihan sekali Daza,” ucapnya.Ternyata dia tidak berhenti sama sekali meski sudah dipukul oleh Lavendra. Dia masih mencoba mencari masalah kepada Lavendra ini dengan lebih memancing emosi dari Lavendra.“Kenapa? Kamu tidak suka? Tidak sena
Langsung kaget Rosa mendengar ucapan dari Daza yang menyebut nama salah satu mantan yang merupakan pria terakhir yang dimana dia adalah orang yang paling sempurna yang dulu dirinya kenal dengan sangat baik.Seketika Rosa menggigit ujung bibirnya setelah mendengar Daza menyambat nama seseorang yang bagi diri Rosa dulu sangat lah penting.Lavendra yang ada di sebelah Daza menyiku pelan pinggang Daza, “Siapa Gio?” tanya Lavendra sambil mengerutkan dahi setelah suaminya menoleh kepadanya, dengan suara yang sangat pelan sekali.“Mantan pacarnya. Aku berteman dengannya, jadi aku tahu,” jawab Daza.Lavendra hanya bisa menganggukkan kepala mendengarnya. Ternyata jangkauan pergaulan Daza sampai ke sana. Luar biasa. Atau harusnya Lavendra memuji Rosa karena mengenal salah satu teman Daza yang pastinya bukan orang sembarangan juga?Rosa tampak gemetar selama beberapa saat. Bola matanya tidak henti-hentinya menunjukkan kepanikan mendalam, dan mencoba melihat ke segala arah karena merasa tidak ta
Lavendra senang mendengarnya. Mertua dan iparnya menyukai brownies buatanya saja sudah sangat syukur sekali. Tak henti-hentinya dirinya tersenyum saat melihat mereka senang.“Kamu belajar membuatnya dimana? Kamu tidak mau buka toko saja? Laku lho kalau rasanya seperti ini,” ujar dari Diana yang memujinya secara berlebihan.“Haha, aku belajar dari desa awalnya, lalu saat kuliah aku ambil kelas. Tapi, terima kasih sudah memuji sampai seperti itu,” Lavendra membalas.“Sungguh, aku tidak bohong sama sekali. Ya kan, ma?” Diana mengajak mamanya berbicara, “kalau buka toko, pasti bisa laris manis,” sambungnya.“Iya Nak, kamu tidak mau coba?” tanya mama mertua.Lavendra hanya bisa tersenyum tipis menanggapi ucapan mereka tersebut. Rasanya sakit sekali dadanya mendengarkan perihal dirinya yang disarankan membuka toko tersebut.Memang siapa yang tidak mau? Lavendra hanya terus merasa ragu dengan dirinya sendiri. Banyak ketakutan yang sudah membuatnya tidak berani melangkah lebih dulu ketimbang
Merasa mendapatkan pujian daritadi tak membuat Lavendra besar kepala, karena ini bukan sesuatu yang pantas Lavendra sombongkan, makanya dia sangat merasa malu karena mama mertuanya terus memujinya tiada hentinya.Daza yang melihatnya juga merasa penasaran, ia kemudian ikut menyicipi kue kering tersebut. Satu gigitan dilakukan oleh Daza. Wajahnya yang tadi lusuh dengan tatapan lemas dan juga kelelahan tersebut langsung berubah menjadi seringai semangat dan juga kesenangan.“Enak!” ucapnya.“Kan? Mama bilang juga apa. Kalau mama bantu kamu pikir rasanya akan sama?” Mama memberitahukannya.Daza melihat ke arah mamanya sendiri dengan tatapn paling datar, yang berbeda dari sebelumnya, “Mengingat kalau kue buatan terakhir mama terasa seperti ampas, Daza yakin mama akan merusak rasanya,” sahut Daza.Bukannya memperhalus ucapannya dan menghibur sang mama, Daza yang begitu jujur justru membuat mama yang semula kesenangan tersebut berubah menjad naik pitam.“Apa kamu bilang?! Ampas?!” Mama ters