Amanda merasa lega karena semua sudah selesai hari ini. Mamanya sudah pulang dan memintanya menginap saja di hotel menemani Wisnu yang saat ini ada kesibukan yang harus dikerjakannya dari hotel. Moana menyadari, bagaimanapun mereka sudah menjadi suami istri. Tidak baik jika sering terpisah di awal pernikahan mereka. “Mama yang tidak enak sama Wisnu, kalau kamu masih juga pulang bareng Mama,” tukas Moana saat Amanda keberatan Moana memilih pulang sendiri. “Kalau begitu aku anter Mama pulang, deh!” Amanda menawarkan, Moana menggeleng. “Tidak usah, tadi Pak Purwa menawarkan untuk anter pulang dan aku menolaknya. Kalau kamu harus anter Mama, jadi tidak enak kan nanti!” tolak Moana. “Semua baik-baik saja, kan, Ma?” Moana mengangguk dan tersenyum tapi sulit ditebak. Membuat Amanda jadi bertanya-tanya. “Ya sudah, Mama balik dulu.” Amanda tidak bisa membujuk Moana, akhirnya membiarkan saja Moana berlalu di ikuti Abim. Dia hanya menatap punggung Moana dengan harapan semua baik-baik saja.
“Ya ampun, apa itu?!”Amanda terkejut melihat noktah itu, dengan segera bangkit dan berlari ke kamar mandi mengunci pintunya. Dia memeriksa bagian bawahnya dan melenguh kecewa karena tamunya datang saat dia tidak ingin menerimanya.“Amanda, kau baik-baik saja?” terdengar Wisnu berteriak dari balik pintu.“Eng, I-iya Mas…!”“Buka pintunya dulu, jangan buat aku cemas!” masih Wisnu mengetuk pintu kamar mandi.Amanda mencari-cari pembalut di rak. Dia selalu membawa benda itu jika pergi kesuatu tempat karena tidak tahu kapan pastinya mesntruasi. Siklus bulanannya memang sering maju mundur.Selesai menggenakannya dia segera mengambil bathrobe di lemari.“Sayang?!” Wisnu sepertinya masih menunggunya, padahal dia sudah berusaha berlama-lama.Akhirnya dengan tidak enak Amanda beranjak membuka pintu. Jujur, dia masih malu sekali pada Wisnu. Dia bahkan tidak sanggup menampakkan wajahnya saat membuka pintu itu.“Ada apa?” Wisnu melihat Amanda menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.“Ma
Purwa berjalan-jalan di sekitar hotel dan terkenang dulu pertama kali dia datang ke kota ini untuk menghadiri undangan walikota—yang merupakan teman lamanya. Melihat kota sejuk dan indah ini, dia teringat istrinya yang berharap bisa menghabiskan masa tua di daerah pegunungan. Karena itu Purwa membangun hotel ini. Awalnya Hotel ini dinamakan sesuai nama istrinya—HAMIDA—tapi untuk beberapa alasan nama hotel ini berubah menjadi Hotel Esther. Purwa tidak berhenti keheranan, orang yang menjadi inspirasi di bangunnya hotel ini ternyata juga tinggal di kota yang sama. Jalan takdir itu memang unik. “Selamat pagi, Pak?” sapa seseorang dengan menunduk sopan. “Pagi? Siapa kamu?” “Saya Arik, manajer hotel ini. Maaf tidak bisa menyambut kehadiran Bapak kemarin karena masih ada meeting di Bandung” Purwa menatap dan menilai Arik, sepertinya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. “Jadi kau tahu di mana Amanda tinggal?” Purwa bertanya pada Romi, salah seorang pegawai hotel yang diminta untuk men
“Aduh, kenapa dijatuhin, Mama?” ucap Amanda menaruh kembali liontin itu di meja. Untuk pertama kali Purwa dan Moana saling memandang dan sepakat. “Ah, sang pemilik liontin sudah mengambilnya,” ujar Purwa tersenyum melirik Moana. Moana pun faham. Jika Liontin itu milik keuarga Dinata. Maka Amanda memang berhak memilikinya sekarang. Purwa lega, masalah liontin itu sudah selesai. “Itu milikmu sekarang” ujar Moana pada Amanda yang sudah duduk di samping mereka. “Apa? milikku? Mama mmemberikannya padaku?” ucap Amanda girang. Sejak dulu Amanda sudah ingin memiliki kalung itu. Tapi Moana yang memang merasa itu bukan haknya selalu melarangnya. “Iya, sayang. Maaf, kalau tahu kalian akan menikah sejak dulu aku berikan liontin itu padamu” “Maksudnya?” Amanda bingung. “Itu Liontin keluarga kami Amanda, ibu-ibu kami biasanya memberikan liontin itu pada putrinya atau menantu wanitanya. Dulu liontin itu untuk mamamu, dan kini sudah jadi hak milikmu.” Purwa menjelaskan. “Wah, kenapa ceritanya
Wisnu merebahkan tubuhnya tampak lelah sekali dengan rangkaian kegiatan hari ini. Setelah menuntaskan pekerjaannya, Wisnu akan mengambil waktu sebulan untuk cuti dan berbulan madu. Dia jadi teringat sang istri lalu buru-buru mengambil HP-nya. Melihat beberapa pesan dan panggilan tidak terjawab. Dia kemudian segera menghubunginya. Tuut! Tuut! Tuut! Panggilan tidak juga di angkat. Apakah Amanda sudah tidur? [Met malam sayang, aku baru bisa periksa hp, kamu sudah tidur ya? Have nice dream!] tulis Wisnu dan mengirimkannya pada Amanda. Amanda memang belum tidur, dia tidak bisa memejamkan matanya dan resah. Berkali-kali dia meruntuki dirinya yang menyebalkan ini. Kenapa terus memikirkan hal buruk tentang Wisnu. Akhirnya dia sepakat bahwa ini hanyalah pengaruh moodnya yang buruk karena hormon kewanitaannya. Jadinya dia pun membalas pesan suaminya itu. [Malam Mas, sudah selesai acaranya? Cepat istirahat ya, I love u] [Aku telpon ya?] Karena Amanda belum tidur, Wisnu jadi ingin menelpon
Amanda terbangun dan melihat tirai jendela sudah tersingkap. Matahari terlihat mulai menampakan diri di pagi yang cerah, menandakan musim hujan perlahan mengundurkan diri. Dia bertanya, siapa yang menyingkap tirai itu? Suaminya di Jakarta, kan? Apa dia sudah datang? Ah, ngarep banget sih.“Sudah bangun, tuan putri? Pagi benar bangunnya, matahari sudah hampir di atas kepala dan kau sudah bangun saja?” ujar Marina menyindir Amanda.“Ah, tante. Aku kan lagi menstruasi, gak harus bangun buat subuh. Jadi dinikmati saja,” Amanda masih males beranjak.“Tadi Wisnu sampai telpon lho, soalnya hp-mu tidak aktif.”“Tidak aktif? Oh, aku pasti lupa belum ngecharge hp!”“Ya udah, bangun. Mamamu sudah pergi sejak tadi” “Pergi kemana?”“Kontrol, lah!”“Lho? Sama siapa?”Amanda berjalan di koridor rumah sakit menuju ruangan Dokter Ramon. Pasti Mamanya masih di sana. Dia menepuk jidatnya sendiri lantaran lupa kalau hari ini Moana ada jandwal kontrol. Tapi sudah tidak Moana di kursi tunggu pasien
Amanda sedih, kenapa mereka tidak bisa seromantis orang-orang yang baru menikah? Seharusnya di minggu pertama pernikahan, mereka bisa menikmati kebersamaan. Tapi suaminya itu malah masih saja sibuk dengan pekerjaannya. Yang membuat Amanda resah, dia harus sekantor dengan wanita yang menaruh hati padanya.Amanda ingat bagaimana Annisa begitu bahagia saat membicarakan tentang rencana perjodohannya dengan Wisnu. Sebagai sesama wanita, Amanda tahu Annisa sudah jatuh cinta dan berharap Wisnu akan menjadi suaminya. Tapi setelah itu Amanda tidak faham apa yang terjadi hingga Wisnu datang ke kotanya dan menikah dengan dirinya.Wisnu sangat menghormati ayah Annisa. Apa karena itu, Wisnu juga memperlakukan Annisa melebihi pegawainya yang lain? Tapi bagaimana jika Amanda tidak suka dengan kedekatan mereka? Apakah Wisnu mau menjaga jarak dengan wanita itu hanya karena alasan tersebut? Sepertinya pria itu akan menemukan banyak alasan formal untuk tidak membenarkan perasaan Amanda terhadap Annisa.
Amanda sedang melihat Moana seperti biasa melakukan aktifitas kesukaannya. Menyiram tanaman-tanaman yang tumbuh subur dan indah di pekarangan samping. Pandangannya beralih pada rumah besar di sampingnya. Dia tidak melihat Purwa sejak kemarin. Membuatnya jadi cemas, apa jangan-jangan Purwa sakit? Amanda jadi mencemaskan Purwa.Tiba-tiba dari pintu depan Amanda melihat Ujang yang tampak ngos-ngosan. Amanda bangkit dan segera menghampiri Ujang. Dia tampak terburu buru hingga Amanda berpikir ada sesuatu yang terjadi.“Kang Ujang ada apa?” tanya Amanda.Ujang masih mengatur napas. Belum selesai Ujang akan berkata, Amanda sudah khawatir saja terjadi sesuatu dengan Purwa.“Ya ampun Kang Ujang, apa ada sesuatu yang terjadi pada Om Purwa? Ayo kita segera kesana!” ujar Amanda yang segera keluar menuju Vila Purwa. Beberapa langkah saja sudah sampai.Melihat Amanda berlari Ujang jadi ikutan berlari. Moana dan Marina yang kebetulan melihat mereka jadi ikutan panik. Mereka pun mengikuti Amanda dan