Purwa berjalan-jalan di sekitar hotel dan terkenang dulu pertama kali dia datang ke kota ini untuk menghadiri undangan walikota—yang merupakan teman lamanya. Melihat kota sejuk dan indah ini, dia teringat istrinya yang berharap bisa menghabiskan masa tua di daerah pegunungan. Karena itu Purwa membangun hotel ini. Awalnya Hotel ini dinamakan sesuai nama istrinya—HAMIDA—tapi untuk beberapa alasan nama hotel ini berubah menjadi Hotel Esther. Purwa tidak berhenti keheranan, orang yang menjadi inspirasi di bangunnya hotel ini ternyata juga tinggal di kota yang sama. Jalan takdir itu memang unik. “Selamat pagi, Pak?” sapa seseorang dengan menunduk sopan. “Pagi? Siapa kamu?” “Saya Arik, manajer hotel ini. Maaf tidak bisa menyambut kehadiran Bapak kemarin karena masih ada meeting di Bandung” Purwa menatap dan menilai Arik, sepertinya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. “Jadi kau tahu di mana Amanda tinggal?” Purwa bertanya pada Romi, salah seorang pegawai hotel yang diminta untuk men
“Aduh, kenapa dijatuhin, Mama?” ucap Amanda menaruh kembali liontin itu di meja. Untuk pertama kali Purwa dan Moana saling memandang dan sepakat. “Ah, sang pemilik liontin sudah mengambilnya,” ujar Purwa tersenyum melirik Moana. Moana pun faham. Jika Liontin itu milik keuarga Dinata. Maka Amanda memang berhak memilikinya sekarang. Purwa lega, masalah liontin itu sudah selesai. “Itu milikmu sekarang” ujar Moana pada Amanda yang sudah duduk di samping mereka. “Apa? milikku? Mama mmemberikannya padaku?” ucap Amanda girang. Sejak dulu Amanda sudah ingin memiliki kalung itu. Tapi Moana yang memang merasa itu bukan haknya selalu melarangnya. “Iya, sayang. Maaf, kalau tahu kalian akan menikah sejak dulu aku berikan liontin itu padamu” “Maksudnya?” Amanda bingung. “Itu Liontin keluarga kami Amanda, ibu-ibu kami biasanya memberikan liontin itu pada putrinya atau menantu wanitanya. Dulu liontin itu untuk mamamu, dan kini sudah jadi hak milikmu.” Purwa menjelaskan. “Wah, kenapa ceritanya
Wisnu merebahkan tubuhnya tampak lelah sekali dengan rangkaian kegiatan hari ini. Setelah menuntaskan pekerjaannya, Wisnu akan mengambil waktu sebulan untuk cuti dan berbulan madu. Dia jadi teringat sang istri lalu buru-buru mengambil HP-nya. Melihat beberapa pesan dan panggilan tidak terjawab. Dia kemudian segera menghubunginya. Tuut! Tuut! Tuut! Panggilan tidak juga di angkat. Apakah Amanda sudah tidur? [Met malam sayang, aku baru bisa periksa hp, kamu sudah tidur ya? Have nice dream!] tulis Wisnu dan mengirimkannya pada Amanda. Amanda memang belum tidur, dia tidak bisa memejamkan matanya dan resah. Berkali-kali dia meruntuki dirinya yang menyebalkan ini. Kenapa terus memikirkan hal buruk tentang Wisnu. Akhirnya dia sepakat bahwa ini hanyalah pengaruh moodnya yang buruk karena hormon kewanitaannya. Jadinya dia pun membalas pesan suaminya itu. [Malam Mas, sudah selesai acaranya? Cepat istirahat ya, I love u] [Aku telpon ya?] Karena Amanda belum tidur, Wisnu jadi ingin menelpon
Amanda terbangun dan melihat tirai jendela sudah tersingkap. Matahari terlihat mulai menampakan diri di pagi yang cerah, menandakan musim hujan perlahan mengundurkan diri. Dia bertanya, siapa yang menyingkap tirai itu? Suaminya di Jakarta, kan? Apa dia sudah datang? Ah, ngarep banget sih.“Sudah bangun, tuan putri? Pagi benar bangunnya, matahari sudah hampir di atas kepala dan kau sudah bangun saja?” ujar Marina menyindir Amanda.“Ah, tante. Aku kan lagi menstruasi, gak harus bangun buat subuh. Jadi dinikmati saja,” Amanda masih males beranjak.“Tadi Wisnu sampai telpon lho, soalnya hp-mu tidak aktif.”“Tidak aktif? Oh, aku pasti lupa belum ngecharge hp!”“Ya udah, bangun. Mamamu sudah pergi sejak tadi” “Pergi kemana?”“Kontrol, lah!”“Lho? Sama siapa?”Amanda berjalan di koridor rumah sakit menuju ruangan Dokter Ramon. Pasti Mamanya masih di sana. Dia menepuk jidatnya sendiri lantaran lupa kalau hari ini Moana ada jandwal kontrol. Tapi sudah tidak Moana di kursi tunggu pasien
Amanda sedih, kenapa mereka tidak bisa seromantis orang-orang yang baru menikah? Seharusnya di minggu pertama pernikahan, mereka bisa menikmati kebersamaan. Tapi suaminya itu malah masih saja sibuk dengan pekerjaannya. Yang membuat Amanda resah, dia harus sekantor dengan wanita yang menaruh hati padanya.Amanda ingat bagaimana Annisa begitu bahagia saat membicarakan tentang rencana perjodohannya dengan Wisnu. Sebagai sesama wanita, Amanda tahu Annisa sudah jatuh cinta dan berharap Wisnu akan menjadi suaminya. Tapi setelah itu Amanda tidak faham apa yang terjadi hingga Wisnu datang ke kotanya dan menikah dengan dirinya.Wisnu sangat menghormati ayah Annisa. Apa karena itu, Wisnu juga memperlakukan Annisa melebihi pegawainya yang lain? Tapi bagaimana jika Amanda tidak suka dengan kedekatan mereka? Apakah Wisnu mau menjaga jarak dengan wanita itu hanya karena alasan tersebut? Sepertinya pria itu akan menemukan banyak alasan formal untuk tidak membenarkan perasaan Amanda terhadap Annisa.
Amanda sedang melihat Moana seperti biasa melakukan aktifitas kesukaannya. Menyiram tanaman-tanaman yang tumbuh subur dan indah di pekarangan samping. Pandangannya beralih pada rumah besar di sampingnya. Dia tidak melihat Purwa sejak kemarin. Membuatnya jadi cemas, apa jangan-jangan Purwa sakit? Amanda jadi mencemaskan Purwa.Tiba-tiba dari pintu depan Amanda melihat Ujang yang tampak ngos-ngosan. Amanda bangkit dan segera menghampiri Ujang. Dia tampak terburu buru hingga Amanda berpikir ada sesuatu yang terjadi.“Kang Ujang ada apa?” tanya Amanda.Ujang masih mengatur napas. Belum selesai Ujang akan berkata, Amanda sudah khawatir saja terjadi sesuatu dengan Purwa.“Ya ampun Kang Ujang, apa ada sesuatu yang terjadi pada Om Purwa? Ayo kita segera kesana!” ujar Amanda yang segera keluar menuju Vila Purwa. Beberapa langkah saja sudah sampai.Melihat Amanda berlari Ujang jadi ikutan berlari. Moana dan Marina yang kebetulan melihat mereka jadi ikutan panik. Mereka pun mengikuti Amanda dan
Felix berjalan terburu menghampiri Amanda yang sudah duduk di sebuah kafe menunggunya. Dia tidak mengira Amanda menerima tawaran malam mingguannya.“Maaf, aku terlambat,” ucap Felix yang langsung duduk di depan Amanda. “Karena sepertinya kamu tidak bisa jalan malam ini, aku menggantikan temanku yang piket di UGD. Tadi ada pasien gawat yang butuh penanganan”“Tidak apa kok, Felix. Aku tadi memang sudah jalan-jalan di Mall ini, teringat tawaran kamu, jadinya hubungi kamu, deh! Kalau tahu kamu repot, aku gak mungkin lah ganggu kamu. Maaf, ya!”“Hehe, kok malah minta maaf, kamu masih sama ya seperti dulu. Tetep jadi cewek yang manis. Aku takut jatuh cinta lagi nih, sama kamu”Felix mulai mengeluarkan jurus merayunya. Tapi melihat Amanda terdiam dia jadi penasaran apakah gadis ini sudah punya kekasih? Dia bahkan belum sempat bertanya seperti itu tapi sudah asal menggoda saja.“Kamu sudah punya pacar?”Amanda menggeleng.“Berarti ada kesempatan lagi, dong buat aku?”“Maaf felix, aku sudah p
Ceklik!Suara pintu mobil ditutup setelah Amanda masuk kedalam, sementara Wisnu berjalan putar ke pintu kemudi.Tadi, Amanda sampai gemetaran dan cemas Wisnu akan menghajar Felix seperti apa yang sudah dilakukannya pada Ardi waktu itu. Jika Ardi memang pantas mendapat pukulan Wisnu karena hampir melecehkannya, tapi Felix bukan pria seperti itu. Untungnya Wisnu tidak melakukannya.“Kenapa tidak memberitahuku kalau balik ke Batu?” tanya Amanda membuka obrolan dan berharap Wisnu tidak salah paham padanya. Tapi hatinya menciut saat melirik Wisnu yang mengeratkan rahangnya. ‘Oh, aku hanya ingin menghilangkan rasa cemburuku karena wanita itu selalu ada bersamamu’Tidak mendapat jawaban dari Wisnu, Amanda melengos. Menatap pohon yang bergerak dari jendela mobil. Pikirannya menjadi semrawut dan teringat hal yang sudah-sudah. Perjuangannya menebus liontin mamanya, diperlakukan buruk di kantor Wisnu, dipaksa menikah, dan bahkan setelah menikahpun dia merasa tidak memiliki hak untuk sekedar menc