Apakah Amanda tahu, bahwa saat Wisnu mengirimkan potongan CCTV itu dan puluhan ungkapan maaf, ada Roy dan Tito yang tertawa terpingkal-pingkal karena baru tahu seorang presiden direktur seperti Wisnu bisa juga takut dengan istrinya.Sekarang, melihat pesannya centang biru, Wisnu yang sedang meeting serius langsung berjingkat dengan semangat. Amanda sudah mau membuka pesan darinya, artinya sudah selesai pertapaannya dan saatnya dia turun gunung. Se-sakti apa dia sekarang setelah berpuasa sebulan dan menghindarinya?Melihat statusnya yang online, akhirnya Wisnu tak tahan mengirim pesan.[Sayang, aku merindukanmu…]Pesan itu urung dikirimkan dan dihapus.[Bagaimana kabarmu sayang?]Ah, terlalu formal, dia pasti malas balas pesan seperti ini. Akhirnya dihapus juga.[Hallo, cantiik!]Apa lagi sih, ini? batal juga terkirim.“Pak?” panggil seorang manajer menggugah keseriusan Wisnu. Dia terkejut dan hp-nya hampir terlempar.“Oh! Iya? Bagaimana?” tanya Wisnu berlagak serius pada peserta rapat
Setelah keguguran Waktu itu, Amanda merajuk ingin pulang ke rumah mamanya. Jadinya Wisnu dengan berat hati mengantarnya ke kota Batu.Sedikit drama keluarga terjadi saat mereka mengetahui Amanda baru saja mengelami keguguran. Tapi semua bisa diatasi karena Amanda sendiri yang mengatakan bahwa dirinya yang lalai sebab tidak langsung memeriksakan diri saat sudah telat lebih dari dua minggu.Bahkan di saat seperti itu, istrinya masih memberinya muka di depan keluarganya. Wisnu merasa dia begitu beruntung, Amanda tidak se-childish yang orang lain kira.Lantas, tentang dia yang tidak mau menerima telpon darinya, Amanda hanya beralasan bahwa dirinya kecewa karena Wisnu selalu sibuk bekerja. Setidaknya Amanda tidak membahas tentang Annisa. Bisa runyam jika sampai Purwa jadi menghebohkan keadaan. “Mbak, bisa minta tolong?” Ujang terlihat menghampiri Amanda yang sedang merapikan bunga di vas.“Ada apa, Kang?” Amanda terheran.Moana dan Marina melihat Amanda masuk ke dalam mobil bersama Ujang
Pengunjung hotel sedikit kecewa saat hendak mengantarkan anak-anak mereka untuk berenang, lantaran ada tulisan bahwa kolam sedang ada perbaikan. Kenyataannya adalah, ada seorang suami sedang mengajari istrinya yang tidak bisa berenang. “Ini kolam anak-anak lho, masak masih gemetaran?” Wisnu mengulurkan tangan pada Amanda agar mau nyemplung di kolam. Pasalnya sudah hampir 30 menit Amanda hanya menatap kolam itu dan tidak juga melakukan aksi nyemplung. “Sebentar, aku masih deg-degan!” “Gak usah lihat airnya, lihat aku saja. Ayo lompat!” Amanda masih berpikir, dia kemudian memejamkan matanya. “Eh, Jangan merem juga!” “Aku takut, Maaas!” Wisnu membuang napas. Bagaimana gadis ini bisa lulus pelajaran olahraga di sekolahnya? Renang saja tidak bisa. Sejak tadi dia hanya berdiri di tepi kolam saja, sementara dirinya sudah menunjukan banyak teori dasar berenang. Ternyata jadi guru capek juga ya? “Sini, ah!” Wisnu tak sabar dan langsung meraih Amanda agar nyemplung bersamanya. “Aaah!
Amanda tampak cemas mendengar pembicaraan Wisnu dan Ujang. Dia segera menghampiri suaminya itu dengan raut bertanya-tanya. “Ada apa, Mas?!” “Tidak, apa. Mama mungkin kecapekan, jadi dia pingsan tadi,” ucap Wisnu dengan tenang sambil mengambil kunci mobilnya. “Ya Allah, Mama! Bagaimana keadaannya?” “Kita akan lihat ke sana sekarang.” Wisnu menggandeng tangan Amanda dan mengajaknya bergegas keluar untuk melihat Moana yang dibawa ke rumah sakit. Di perjalanan Amanda tak henti mencoba menghubungi Marina, tapi tidak diangkatnya pula. Amanda jadi bertambah cemas. Tadi pagi, Moana baik-baik saja dan tidak ada tanda bahwa dia kelelahan atau sakit. Tiba-tiba sore ini dia harus dibawa ke rumah sakit? Oh Tuhan, seharusnya Amanda tidak pernah percaya kalau mamanya itu selalu mengatakan keadaannya baik-baik saja. “Kenapa mama tambeng sekali, kalau tidak boleh capek-capek harusnya dia tidak capek-capek! Kalau sudah begini semua jadi khawatir kan?” Sepanjang jalan Amanda menggerutu sendiri. A
Wisnu masih terjaga sambil memeriksa ponselnya. Dia meminta Purwa untuk beristirahat agar orang tua itu tidak sakit di saat seperti ini. Ketika itu Moana terbangun. Wisnu yang mengetahuinya segera bangkit dari duduk dan memeriksa kondisi Moana. “Aku merasa sudah baikan, Wisnu!” tukas Moana sembari tersenyum lemah menatap menantunya yang sangat perhatian itu.Wisnu menyeret tempat duduknya agar bisa menemani Moana yang terjaga dan tidak bisa kembali tidur itu.Karena kKondisi Moana sudah membaik setelah menjalani transfusi darah, Wisnu kemudian menyampaikan rencana yang sudah disepakati Purwa dan Dirja. Terkait memajukan jadwal pernikahan mereka menjadi besok, kemudian jika kondisi memungkinkan Moana langsung diterbangkan ke Jakarta malam harinya.Bagi Wisnu, musuh yang paling berbahaya adalah waktu. Saat Moana menyampaikan keberatannya memajukan jadwal pernikahan, Wisnu masih memberinya pengertian agar menyetujui apa yang sudah dibicarakan sebelumnya.“Dokter Irham sudah meminta kaw
Rombongan keluarga Dinata sudah sampai di bandara internasional Jakarta dan langsung di jemput mobil pribadi. Wisnu berjalan menggandeng Amanda, Purwa mendorong kursi roda Moana, sementara Ujang dan Marina berjalan di belakang diikuti beberapa asisten yang membawakan barang mereka. Dirja hanya bisa mengantar mereka sampai bandara saja kemudian langsung bertolak ke Surabaya karena harus mengurus hal penting lainnya.“Apa mama akan menjalani pemeriksaan besok?” tanya Amanda yang sudah bersiap tidur itu. Dia lelah sekali karena harus sibuk membantu mengurusi pernikahan mamanya seharian tadi.“Iya, lebih cepat lebih baik,” jawab Wisnu.“Menurut Mas Wisnu bagaimana?”Amanda sebenarnya masih bertanya-tanya tentang kepastian penyakit Moana. Bukankah beberapa waktu yang dokter Ramon menyatakan bahwa dirinya belum dalam taraf sirosis, artinya penyakitnya itu belum terlalu parah. Tapi kenapa sekarang justru terlihat serius?“Mama itu hanya sedikit stress dan kepikiran pernikahan kemarin, jadi d
Amanda melihat semua orang jadi tegang karena tiba-tiba Moana tidak tahan untuk menyuarai istri Mirzha yang sudah seenaknya menyuruh-nyuruh dan mengatakan bahwa dirinya adalah pembantu. Dia kemudian mencoba mencairkan suasana.“Tidak apa, kok. Bu titik sedang sakit, Kang Ujang dan Damar sedang ada repot,” tukas Amanda tersenyum pada mamanya. lalu dia beralih lagi pada Annisa dan berkata, “Oh, ya! Kau lebih suka minum air putih Annisa? Itu bagus, sebentar aku akan ambilkan!”Amanda seolah tidak mempermasalahkan dan berbalik mengambilkan minuman lagi. Wisnu akhirnya bangkit dan mengikuti Amanda.Purwa mengelus bahu Moana, dia memang sedikit sensitif jika sudah menyangkut putrinya. Sementara Mirzha Nampak tidak enak, istrinya itu berulah dengan membuatnya malu di depan Purwa dan istri.“Aku bantu, ya?” Wisnu menghampiri Amanda.“Ish, masa Pak Wisnu suguhin minuman ke tamu? Udah sana, biar aku saja!” Amanda menolak.“Tapi Pak Wisnu tidak mau Nyonya Wisnu kecapekan, sini!” Wisnu mengambil
Moana berjalan menatap rumah keluarga yang kini sudah tidak ditempati lagi itu. Banyak kenangan yang dia miliki di rumah tersebut. Sepuluh tahun dia menjadi menantu keluarga Dinata dan tingal bersama-sama. Hatinya kemudian menjadi sedih mengingat ibu mertua dan sudara iparnya ternyata sudah pergi meninggalkan dunia ini.“Ada proyek besar-besaran di sebelah sana tanpa memperhitungkan untung ruginya bagi lingkungan. Karena itu kawasan ini menjadi langganan banjir. Setelah ibu meninggal, rumah ini seperti kehilangan kharismanya. Banjir membuat banyak barang kenangan kami rusak, termasuk foto-foto kita”Purwa menjelaskan pada Moana saat mereka melangkah ke dalam rumah keluarga Dinata yang lama.“Oh, sayang sekali. Dulunya di sekitar sini sangat asri dan jauh dari polusi kendaraan. Baru juga 24 tahun ya?”“Jangankan 24 tahun, 24 jam saja kalau kita tidak mengikuti perkembangan dunia, kita sudah jadi manusia purba.”Purwa terkekeh sambil menggandeng lengan Moana masuk ke dalam. Terlihat Ama