Share

MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI
MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI
Author: WiRahayuSsi

BAB 1: Sergapan

Menjejakkan kaki dan terjebak di kawasan Hutan Terlarang, sungguh tidak pernah terbayangkan sedikit pun oleh mereka sebelumnya. Bahkan, Lima Serangkai yang dulunya selalu bersama di mana pun berada, sekarang bisa terpisah-pisah begitu saja.

Sementara empat sahabatnya juga terpencar, saling mencari dan saling ingin menyelamatkan. Jazlan yang cenderung penakut bahkan harus seorang diri berpetualang, masuk lebih dalam, jauh ke area terdalam Hutan Terlarang.

Siang itu, Jazlan tersesat hingga sampai di area Padang Rumput luas bersama dengan banyak pendaki lainnya. Walaupun masih terhitung terang, tapi suasananya saat itu lebih ke arah mencekam.

SREEK.. SREEK… SREEK!

Suara gesekan rumput terdengar, dari arah yang tidak terlihat ada pendaki sama sekali. Jazlan dan para pendaki lain pun terhentak, menghentikan langkah.

“HEI! SIAPA DI SANA? TOLONG JANGAN BERCANDA!” teriak Jazlan untuk memastikan sumber suara bukan dari pendaki lainnya.

Tidak ada yang menjawab. Para pendaki lain pun tidak ada yang berkata-kata, diam, tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

Benar juga, dalam suasana seperti ini, siapa juga yang masih sempat terpikir untuk bermain-main? Bahkan spesialis komedi sepertiku tidak berminat sama sekali,’ gumam Jazlan dalam hati.

Semakin lama waktu berlalu, suara gesekan menyibak rumput tidak lagi terdengar. Para pendaki pun mulai merangsek, melanjutkan berjalan, berharap segera bisa keluar dari area Padang Rumput itu. Sayangnya, baru beberapa langkah mereka lewati, suara teriakan pun terdengar.

“AAARGH……TO…LONG. LE..PAS…KAN… TO!”

Suara patah-patah itu sukses membuat setiap pendaki di Padang Rumput tercekat. Di tambah, sorot mata tajam tiba-tiba saja muncul di sekeliling, meneror, siap menerkam siapa saja yang ada di Padang Rumput itu.

Satu pasang, dua pasang, tiga, sembilan, tiga belas, du..a.. pu..luhsial matilah aku!’ gumam Jazlan sambil mengarahkan pandangan matanya ke sekeliling, menghitung jumlah sorot mata yang terlihat.

Untuk sekejap kemudian, ia berteriak “LARI…….!”

****

Dua belas jam sebelumnya.

“Aargh… akhirnya sampai Pos Empat juga. Capek banget rasanya,” kata Rosie sambil merentangkan tangannya lebar-lebar, melakukan peregangan.

“Jelas saja capek, 6 jam summit ditambah 4 jam lagi untuk turunnya, pundak ketemu lutut juga, itu sih gila!” keluh Cantigi.

Mendengar keluhan Cantigi, Rosie dan Jhagad hanya tertawa. Mereka juga merasakan hal yang sama, lelah, tapi ada kelegaan dan kesenangan yang membuncah luar biasa. Akhirnya Lima Serangkai ARCJJ Awan, Rosie, Cantigi, Jhagad dan Jazlan berhasil menapakkan kakinya di Puncak Tertinggi Gunung Argon.

“Eh Wan, Wan geseran sedikit!” kata Jazlan kepada Awan yang sudah terlebih dahulu beristirahat di atas matras.

Awan yang cenderung sedikit bicara pun langsung bergerak. Tapi, bukannya bergeser, ia justru melemparkan satu matras ke arah Jazlan.  Awan memang tidak terlalu suka dengan hal yang merepotkan.

“Aih.. Kau benar-benar ya!” kata Jazlan sedikit kesal.

BRUK

“Argh.. leganya!” Jazlan akhirnya bisa merebahkan diri di atas matras yang telah direntangkannya di samping Awan.

Sementara mereka beristirahat, para pendaki lain di Pos Empat ini sudah ada yang berkemas-kemas, bersiap untuk turun ke basecamp. Mengingat, perjalanan sampai ke basecamp juga masih cukup jauh.

“Eh, Gad! Kita juga turun sekarang?” tanya Rosie.

Mendengar pertanyaan Rosie, Jazlan langsung terjingkat, mengambil posisi duduk sambil berkata, “Time out! Time out! Kakiku bisa copot sungguhan kalau turun sekarang, besok pagi saja turunnya!”

“Iya, Gad! Besok saja ya?” Rosie menambahkan sambil memberikan ekspresi memohon.

“Gimana, Gi? Wan?” tanya Jhagad.

Jhagad memang sosok pemimpin, yang keputusannya akan selalu dituruti oleh ke empat sahabatnya. Namun, ia tidak pernah sekali pun lupa untuk menanyakan pendapat dari setiap sahabatnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan.

“Aku terserah, Gad. Menginap semalam lagi mungkin bukan ide yang buruk” kata Cantigi mendukung.

Sementara Awan, yang biasanya selalu ikut saja, entah kenapa tampak ragu-ragu. Walaupun akhirnya tetap mengangguk setuju. Keputusan pun dibuat, mereka akan menginap satu malam lagi di Pos Empat.

“YES! YUHUUU!” Jazlan dan Rosie berteriak kegirangan, sampai membuat semua pendaki di area Pos Empat menatap tajam ke arah mereka.

Awan pun segera beranjak dari tempat duduknya, masuk ke dalam tenda. Cantigi memalingkan wajah, pura-pura tidak kenal dengan mereka berdua. Sedang Jhagad, hanya bisa berbalik arah, sambil memberikan ekspresi permohonan maaf kepada para pendaki atas kebisingan yang tercipta.

Sore pun menjelang. Sementara Rosie dan Jazlan memasak, Jhagad membantu pendaki yang baru datang mendirikan tenda di dekat tenda mereka.

“Eh, Gi! Mau kemana?” tanya Jhagad yang melihat Cantigi yang melewatinya.

“Ambil air!” jawab Cantigi sambil menunjukkan botol-botol kosong yang dibawanya. 

“Tunggu sebentar. Kutemani!”

“Tidak perlu, ada Awan, itu!”

Awan pun terlihat sudah menunggu Cantigi di jalanan yang mengarah menuju sumber air. Mengambil air di sumber air Pos Empat memang sedikit membutuhkan perjuangan. Sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh, namun karena jalanannya licin penuh dengan lumut, Cantigi dan Awan harus melewatinya pelan-pelan agar tidak terpeleset.

Butuh sekitar sepuluh menit hingga mereka sampai di sumber mata airnya. Cantigi pun menyempatkan menenggak sedikit air sebelum mengisi botol kosong yang dibawanya.

“Luar biasa segar.”

Awan pun ikutan mengambil sedikit air dan meninumnya. Kemudian, mengangguk, tanda setuju dengan perkataan Cantigi sebelumnya.

Setelah semua botol mereka terisi penuh, mereka berdua pun berjalan meninggalkan sumber mata air, menuju kembali ke tenda. Dalam perjalanan kembali, entah kenapa terasa seperti ada yang mengawasi mereka. Padahal jelas-jelas mereka hanya berdua saja.

“Wan!” panggil Cantigi, sambil tetap berjalan pelan.

Awan yang sejak pertama kali memasuki kawasan sumber air sudah merasakan hal aneh pun tidak kaget sama sekali. Pandangannya sejak awal sudah sibuk mengawasi semua semak-semak di sekeliling mereka. Selama ini ia diam saja karena memang tidak ingin membuat Cantigi panik saja.

SREK..!

Terdengar suara sekelebat dari arah semak-semak. Mereka berdua pun menghentikan langkah. Menatap nanar sekitar.

“Wan!” pangil Cantigi sekali lagi.

Awan hanya menoleh ke arah Cantigi sambil meletakkan jari telunjuk ke depan mulutnya sendiri, meminta Cantigi untuk tidak bersuara.

SREK.. SREK..!

Suara  gesekan terdengar lagi. Kali ini sepertinya berasal dari arah semak-semak di sebelah kanan, dekat dengan tempat mereka berdua berdiri. Semak-semak itu pelan mulai bergerak-gerak, sedikit demi sedikit tersibak, seperti ada yang tengah melewatinya. Awan dan Cantigi secara otomatis menghadapkan diri ke arah semak-semak itu.

“Gi!” panggil Awan pelan.

Cantigi pun reflek melihat ke arah Awan. Melihatnya lamat-lamat. Cantigi sadar dengan bahasa tubuh Awan yang menginginkannya agar tetap di tempat, selagi ia pergi memeriksa semak-semak itu. Namun, jelas, Cantigi menolaknya.

“Tidak! Aku ikut denganmu!”

Awan yang juga sudah hafal benar dengan perangai Cantigi pun membiarkannya saja, sesukanya. Karena jelas, di suasana seperti ini, berdebat tidak akan membantu sama sekali. Justru menambah pelik, sedang Awan bukan orang yang suka dengan hal rumit apalagi pelik. Sementara itu, suara gesekan semakin keras, tanda sumbernya sudah semakin dekat.

SREEK.. SREEK.. SREK…!

Bukannya menjauh, Cantigi dan Awan  justru melangkahkan kakinya mendekati semak-semak itu. Awan mengambil langkah tepat di depan Cantigi untuk berjaga-jaga. Pelan tapi pasti, tangan Awan mulai menjangkau sisi terluar semak belukar.

GLUP..

Cantigi menelan ludah, mempersiapkan diri dengan apa saja yang mungkin akan dilihatnya setelah ini. Belum sampai tangan Awan menyibak semak belukar, tanpa diduga, seekor mahluk berbulu belang terlihat sudah melompat, menerjang ke arah Awan. Dengan ukuran yang cukup besar, mau tidak mau Awan pun reflek menghindar, hingga tubuhnya terjatuh ke belakang.

“AWAS WAN….!!!,” teriak Cantigi parau

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status