Nira menjerit ketika ia oleng dan terjatuh. "Kurang ajar kamu, Mas!" pekiknya.Perempuan itu telah dibohongi oleh Angga. Dia langsung mengejar Angga di rumah dengan langkah kaki yang sangat cepat. Sedangkan Angga, lelaki itu kebingungan untuk mencari pintu utama. Dia sangat panik, apalagi melihat Nira yang semakin mendekat.Nira tidak akan membiarkan Angga pergi begitu saja, lelaki itu harus hidup dan mati bersamanya. Nira tidak rela, jika Angga berhasil kabur.Angga berlari tak tentu arah, dia menelusuri semua pintu untuk mencari pintu utama dan menghindar dari Nira. Tetapi, sulit baginya untuk menemukan pintu itu. Apalagi dia tidur di rumah ini selama beberapa hari saja. Ditambah lagi dalam keadaan panik tingkat dewa begini."Duh, gimana ini? Mana Nira masih mengejarku lagi," gumam Angga dengan gelisah. Keringat dingin membanjiri dahinya.Sungguh Angga lelah jika seperti ini, apa Nira tidak lelah juga mengejar dirinya? Setelah menelusuri semua pintu, akhirnya Angga menemukan pintu d
Termenung di tempat kumuh sembari memikirkan rencana untuk menyambung hidup, itulah yang sedang dilakukan oleh Angga kala itu.Pria yang saat itu sudah terjebak dalam permainan busuknya sendiri, mulai kehilangan arah dan tak tahu lagi harus melakukan apa."Kali ini aku harus ngapain supaya aku bisa punya banyak uang?" Pertanyaan itu terus saja berputar dan terus dia gumamkan. Seolah, dia sudah tak harus lagi untuk memikirkan hal lainnya. Bahkan, Nira yang saat itu terpental dan terluka, sama sekali tidak mengganggu pikiran liciknya itu lagi."Ck!" Angga kemudian berdecak sambil merasakan sesuatu yang saat itu amat mengganggu. "Padahal saat ini aku lagi bingung mikirin gimana caranya supaya bisa dapetin duit, tapi ... perut ini..." Ya, Angga terlihat cukup kelaparan saat itu, sehingga ia pun memutuskan untuk melakukan beberapa pekerjaan."Oke, kalau gitu sekarang lebih baik aku cari uang dulu," ucapnya, yang seolah dipenuhi dengan pikiran buruk, ketika melihat beberapa anak remaja di
Beberapa saat yang lalu, para pembalap liar yang tengah berpacu dengan motor mereka masing-masing, tengah fokus dalam balapan mereka.Ya, walaupun telah dikatakan bahwa mereka sama sekali tak boleh melakukan balapan, akan tetapi yang ada di dalam isi kepala mereka itu hanyalah hasrat kesenangan semata.Angga masih dalam posisi menunduk. Dan saat dia mengangkat kepalanya dengan suara bising dari rem motor yang dipaksakan, pria itu pun terpental setinggi 2 meter, dengan kepala yang tentu saja langsung membentur pada bahu jalan.Duakkk!Suara benturan yang amat kencang itu pun menghentikan seluruh pembalap. Beberapa orang terlihat mulai mengerumuni Angga dan saat itu bersimbah darah. "C-cepat panggil ambulans. Orang ini bisa aja mati! Cepetan!""Cepet!""Ehhh, Cepet!""Halo! ... T-tolong ... Di sini ada-"Angga saat itu tak sanggup lagi berpikir. Mungkin itu adalah saat di mana ia merasa bahwa seluruh kesenangan serta permainan busuknya akan berakhir."S-sakit ... Aku ..." Kepalanya te
Inara kaget mendengar perkataan Angga. Dia hanya mampu menatap Angga dengan tatapan sayu, berharap Angga bisa menebak pikirannya.Inara melepaskan genggaman tangan Angga padanya, dengan senyuman manis dia berkata, "Maaf, Mas. Aku sudah bahagia dengan kehidupanku yang sekarang," ujar Inara dengan sangat lembut dan tulus.Mendengar jawaban dari Inara membuat Angga menjadi lemas, dia benar sangat kecewa dan menyesali perbuatannya yang dulu."Aku tahu aku sudah salah sejak dahulu, dan aku menyesal melakukan itu semua kepadamu. Andai waktu bisa di putar kembali, aku nggak akan menyiakan wanita sepertimu," ujar Angga dengan suara lemasnya.Inara merasa kasihan dengan Angga, namun dia masih ingat apa yang di perut oleh Angga kepadanya. Tapi kini Angga sudah menemukan karma ya. "Mas, kamu pasti akan menemukan kebahagiaanmu. Kalau begitu aku pergi dulu."Inara keluar dari ruang inap Angga, Angga hanya mampu menatap kepergian Inara. Dia mengusap wajahnya, pikirannya sangat kacau dan tidak tahu
Tak hanya sampai di situ, keesokan harinya saat Angga sedang sarapan di luar rumah lagi, tiba-tiba dia merasakan gatal yang teramat sangat di kawasan yang sama. Bahkan rasanya lebih gatal dari yang kemarin."Kenapa ini bisa gatal lagi, sih!" kesal Angga dia terus menggaruk bagian bawahnya. Benar tidak kuat lagi menahan rasa pedas-pedas tak menentu tersebut."Gatalnya luar biasa, bukan kayak digigit semut ataupun nyamuk. Ck! Ah!" rutuknya kembali. Pikiran Angga kembali tertuju kepada Nira. Wajah Nira seolah terbayang-bayang pada pikirannya. Dia menepis sugesti buruknya, dan berusaha berpikir positif."Aku tidak mungkin tertular penyakit Nira! Mungkin karena kemarin tidak aku obati dan langsung tidur," ujar Angga masih berpikir positif.Dia makan sejenak, namun rasa gatal terus menggerutu. Dia menggaruk, bahkan tanpa Angga sadar, jika ada beberapa pembeli lain yang melihat aksi Angga itu."Lihat deh laki-laki yang di sana, masak dia makan sambil garuk-garuk anu!"Angga tak sengaja mend
Mata Angga terbuka lebar. Bahkan, di dalam mimpi buruknya sekalipun dia tidak pernah berpikir untuk bertemu lagi dengan Nira.Ya, wanita yang saat itu sudah ia dorong dan terluka, malah hadir di hadapannya dengan tatapan yang kesal. Bahkan, dia sama sekali tidak membiarkan Angga untuk meninggalkan tempat itu."B-bagaimana kamu bisa ada di sini, Nira? Apa yang..."Baru saja pria yang ketakutan bukan main itu hendak menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja Nira yang menyadari panik pada raut wajah Angga mulai tertawa hebat."Hahaha, Mas. Sebenarnya apa yang kamu takutkan? Apa kamu takut, kalau aku tidak bangun lagi dan pada akhirnya tak bisa mengejarmu? Tidak, ke manapun kamu pergi aku akan selalu mengejarmu, Mas. Ingat! Aku tidak akan pernah melepaskanmu."Nira berteriak saat itu. Beberapa orang pun terlihat memerhatikan mereka dari kejauhan. Sebagian besar dari mereka sama sekali tidak ingin terlibat dan hanya berlalu begitu saja. Sementara yang lainnya perlahan berbisik-bisik dan mula
Angga terdiam seribu bahasa. Dirinya yang saat itu masih berada di dalam got berharap setengah mati, bahwa dia tidak diketahui keberadaannya oleh Nira.Dia berharap dan terus berharap. Namun di lain sisi dia merasa sedih karena semua alat-alat yang telah ia dapatkan untuk beribadah harus raib dan lenyap."Apalagi yang harus aku lakukan sekarang? Apakah bahkan ingin bertaubat saja aku sudah tidak diizinkan?" Angga berpikir demikian.Ya, dia sudah memutuskan untuk berubah dan mulai memperbaiki dirinya menjadi pribadi yang lebih baik. Akan tetapi kenapa semuanya harus hancur, karena pertemuannya secara tak sengaja dengan Nira?Angga masih menyesali hal itu. "Seandainya aja waktu itu aku nggak pergi ke tempat parkir, pasti aku nggak bakal ketemu sama Nira dan jadi seperti ini. Sial!" keluhnya, masih di dalam got yang tercium bau menyengat.Sementara itu pada saat yang sama, Nira ternyata sudah tiba tepat di atas Angga. Mereka berdua hanya dipisahkan oleh sepotong papan yang menutupi sekuj
Angga kaget bukan main, ketika melihat kehadiran Nira di hadapannya. Bahkan dengan senyuman yang nampak senang, karena dirinya berhasil menemukan Angga lagi. "Apa yang kamu lakukan di sini Nira?!" tanya Angga dengan suara sedikit keras, namun raut wajahnya menunjukkan, jika dia kaget melihat kedatangan Nira.Nira tertawa sinis, dia mendekati Angga. Namun Angga terus berjalan ke belakang. "Nggak ada tujuan lagi, selain untuk mencari dirimu, Mas Angga," jawab Nira menyeringai. Angga menggelengkan kepalanya, dia menatap Nira dengan tajam. "Aku sudah mentalakmu Nira! Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, sebelum aku bertindak lebih keras lagi!" kesal Angga. Dia nggak boleh takut kepada Nira, karena Nira sudah membuat kehidupannya menjadi hancur.Nira tertawa sinis, tidak menggubris apa yang dikatakan Angga. Angga kesal, dia menarik tangan Nira agar tak berdiri di depan pintu utama. Mendorong tubuhnya agar menjauh dari dirinya."Pulang! Aku nggak menerima kehadiranmu di sini!"Wajah