"Ra, boleh aku tanya?" Revan masih fokus menyetir karena jalanan sudah macet pagi ini.Ara menoleh menatap sang suami. Ia yakin pasti sang suami akan membahas tentang kedatangan sang papa kemarin. Ara hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Sebisa mungkin, ia tidak tampak gugup."Siakan, Mas." Ara mengembuskan napas panjang seolah sedang menahan beban yang luar biasa."Papa kemarin datang? Apa yang dibicarakan?" Revan kali ini menoleh ke arah Ara yang kali ini wajahnya tampak tegang."Tidak ada obrolan penting. Papa hanya mampir saja. Papa dan Mama ingin cucu." Astaga! Ara justru kelepasan berbicara. "Ya, tapi bukan itu poin pentingnya, Papa mendukungku kembali bekerja," lanjut Ara berbohong.Revan terdiam mendengar keinginan Haris Manggala tentang cucu. Kedua mertuanya memang tidak salah dengan permintaan itu. Akan tetapi, Revan sama sekali belum bisa menyentuh Ara. "Jangan terlalu dipikirkan, Mas. Mungkin Papa habis ketemu teman lamanya. Kemarin Papa dan Mama habis berkunjung ke rum
Mayang tidak mengenal siapa laki-laki itu yang kini sudah keluar dari ruang pribadinya. Hari ini merupakan hari sial bagi perempuan yang kini sedang sangat syok. Kesialan yang bertubi dan entah sampai kapan. Gilang berusaha menenangkan calon istrinya itu."Sabar, May, setiap usaha pasti ada saja ujiannya," kata Gilang yang saat ini duduk di samping Mayang.Wajah Mayang kini semakin pucat pasi. Ia ketakutan dengan ucapan sosok laki-laki itu. Mayang mengartikan jika laki-laki itu tahu banyak tentang dirinya. Bahaya, bisa menjadi petaka di masa depan.Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Mayag berlari mengejar sosok laki-laki itu. Gilang pun ikut keluar dan mencari Mayang. Nihil, sosok laki-laki itu tidak ada. Mayang mendengkus kesal."Dia sudah kabur. Seenaknya saja mengatakan hal buruk tentang aku," kesal Mayang saat ini berusaha berjalan menuju ke dalam kafenya.Dalam sekejam, kafe Mayang mendadak sepi. Hanya satu, dua orang saja yang masih tetap tinggal. Apakah ada hubungannya dengan ap
Lina hanya diam saat ini. Ia tidak bisa memberikan solusi apa pun perihal keuangan. Lina siang ini terpaksa mengantar Mayang ke bank karena kondisi wanita itu yang tidak stabil. Emosi Mayang sangat meledak-ledak saat ini."Ibu duduk saja dulu, kita akan pikirkan sama-sama. Sebentar, Bu, biar saya belikan air mineral di depan." Lina pamit pada Mayang untuk pergi membeli minuman dingin."Tidak usah. Kita langsung pulang saja. Aku akan bicara langsung pada Pak Sumarjono. Aku nggak tahu, ini karena lagi sial atau apa," kata Mayang sambil mengusap air matanya yang dengan lancang mengalir ke pipi."Iya, Bu. Biar saya yang bawa motor saja," kata Lina yang tidak mau dibonceng oleh Mayang karena kondisi Mayang yang tidak stabil sama sekali.Mayang lantas menyerahkan kunci motor pada Lina. Ia masih belum bisa terima dengan apa yang menimpanya kali ini. Mayang tidak biasa teledor. Ia harus menanggung kerugian sebesar ini.Berawal dari pertengkaran dengan Gilang, kafe di Semarang pun mendadak sep
Seminggu setelah kejadian itu, Mayang tidak punya solusi apa pun. Permintaan pinjaman pada beberapa bank di Jakarta ditolak. Identitas Mayang bukan orang Jakarta. Ada solusi untuk meminta surat izin tinggal sebagai syarat karena Mayang tercatat sebagai warga Semarang, tetapi Mayang pun tidak pernah berkomunikasi dengan ketua rt setempat.Sumarjono merasa dipermainkan oleh Mayang akhirnya melaporkan tindak kriminal yang dilakukan wanita itu. Mayang dalam posisi sangat sulit. Ia mendapatkan ancaman masuk penjara. Pidana empat tahun kurungan setidaknya akan didapatkan oleh Mayang jika tidak segera mendapatkan uang itu."Bu, apa tidak bisa cari pinjaman dari Semarang saja?" tanya Lina dengan wajah penuh keprihatinan."Aku nggak mau keluarga dan tetanggaku tahu jika aku bermasalah di sini. Sebisa mungkin aku akan selesaikan ini dengan cara baik-baik." Jawaban Mayang terlalu naif, padahal Lina tahu, berita itu sudah menyebar melalui media sosial."Ya, sudah, Bu. Risikonya kafe ini akan ditu
Menolak atau menerima tawaran Ara sama-sama salah. Mayang mengembuskan napas kasar. Ia berpikir matang-matang sebelum menjawab. Ini tentang masa depan pernikahan mereka bertiga nantinya."Ra, kasih aku waktu tiga hari." Mayang tidak mau tawar menawar dengan sahabat baiknya itu. "Baik. Dalam tiga hari lagi aku akan datang pada jam yang sama." Setelah mengatakannya, Ara segera berpamitan pada Mayang.Mayang pun mengantar Ara hingga depan kafe. Ara datang ke kafe naik taksi online. Kini Mayang menuju ke ruangan pribadinya di lantai dua. Hati Mayang gundah dan tidak ingin gegabah saat memutuskan masalah ini.Sementara itu, Ara kali ini menuju ke kediaman keluarga besar Adhyatsa. Ia akan berbicara pada kakek Revan itu. Masalah ini harus tuntas, jika bisa sebelum tiga hari yang akan datang. Ara tidak mau membuang waktu lagi."Permisi," kata Ara di depan pintu ruang tamu kediaman Adhyatsa.Rumah keluarga Revan seperti tidak terurus sama sekali. Entah apa yang dikerjakan oleh penghuni rumah
Tiga hari setelah kejadian itu, Revan mendiamkan Ara. Ia tidak habis pikir dengan pemikiran Ara. Kebanyakan wanita akan marah jika suaminya terang-terangan menikah lagi. Akan tetapi, tidak bagi Ara.Sejak malam itu, Revan tidak ingin berusaha mencari tahu alasan sang istri. Hal ini membuat Ara tidak nyaman. Ia pun mengambil surat tentang kesehatan miliknya yang palsu untuk ditunjukkan pada sang suami. Ara ingin Revan setuju dengan rencananya. "Apa ini?" tanya Revan yang baru saja selesai berpakaian dan siap berangkat kerja. "Bacalah." Ara tidak berani menatap sang suami.Revan membuka map berlogo gambar salah satu rumah sakit swasta internasional. Ia terkejut saat membaca tentang kesehatan rahim sang istri. Ara tidak bisa mengandung karena kecelakaan yang menimpanya. Revan langsung jatuh terduduk."Maka dari itu, aku ingin Mas Revan menikah dengan Mayang. Dia satu-satunya sahabat terbaik yang aku punya, Mas. Aku mohon," kata Ara dengan suara parau."Jadi, akulah penyebab kamu menjad
Revan menatap sang istri yang kini tampak panik. Ia sama sekali tidak berani menatap Mayang. Wajah cantik itu membuat debar di dadanya menggila. Revan tidak habis pikir mengapa jalan hidupnya seperti sinetron ikan terbang."Mas, kebetulan kamu datang. Kita sekalian bicara saja. Mayang nggak mau ketemu kamu berdua saja. Padahal maksud aku biar kalian enak mengobrolnya," kata Ara berusaha memecah keheningan mereka bertiga. "Ck! Apa yang mau dibicarakan, Ra?" tanya Revan dengan ketus seolah tidak suka dengan semua rencana wanita yang saat ini sudah mulai bisa berjalan tanpa kursi roda itu. "Mas kamu itu lucu pertanyaannya. Ya, pernikahan kalian berdua. Atau kalian berdua bicara di sini, biar aku pindah tempat duduk," kata Ara sengaja memberikan waktu berdua pada Revan dan Mayang."Kamu nggak boleh pergi ke mana pun. Aku mau menikah dengan sahabat kamu karena permintaan kamu. Jadi, kita harus bicarakan bertiga," kata Revan dengan tegas.Mayang terkejut mendengar ucapan Revan. Ia merasa
Ara kebingungan saat mendengar Murni menyebut Adhyatsa dengan sebutan Tuan. Bukankah mereka adalah mertua dan menantu? Ara semakin mendekatkan telinganya agar bisa mendengarkan semua. Informasi penting ini semoga saja bisa melancarkan semua rencananya."Sa-saya benar-benar tidak tahu maksud ucapan Tuan Besar." Kali ini Murni sangat ketakutan menatap ayah mertuanya itu."Apa aku harus percaya dengan semua kepolosan kamu? Tidak, Murni! Aku yakin kamu juga andil dalam rencana Revan yang akan menikahi anak babu itu!" Adhyatsa sangat marah ketika mengatakan hal ini. "Kamu tahu, hal ini akan menyakitkan keluarga besar Manggala. Efeknya jelas, mereka akan menarik semua bantuan untuk Adhyatsa Grup," lanjut Andhyatsa sambil menatap tajam pada Murni yang kini mulai berlinang air mata."Revan mau menikah lagi? Tidak mungkin! Hubungan Ara dan Revan sudah sangay baik. Mereka sudah satu kamar. Rasanya tidak mungkin anak saya gila." Murni memang tidak tahu apa pun tentang rencana Ara."Lantas, apa y