Anya masih merenung di ruang kerjanya, dari kemarin dia sudah tidak fokus tentang pembicaraannya dengan David terakhir kali.“Bu Anya, HRD memanggil anda.” Ucap Gina yang membuat Anya tersadar dari lamunannya.“Baik, terima kasih Gina.”Gina mengangguk dan pergi lagi ke meja kerjanya, sedangkan Anya mulai berjalan pergi ke ruangan HRD.“Apakah anda memanggil saya?” Tanya Anya pada wanita dengan tubuh berisi yang saat ini memiliki status sebagai HRD di kantor pusat ini.“Iya, silahkan duduk, bu Anya.” Ucap wanita itu dengan nada dingin.Sepertinya Anya tahu mengapa wanita itu bersikap seperti ini padanya, pasti Aditya sudah membahas masalah gaji karyawan di tim pemasaran kemarin dengan HRD.Anya duduk dengan tenang di depan meja HRD, mencoba tetap terlihat tak tahu apapun.Ibu Ratna, HRD yang saat ini Anya hadapi sedang mengamati Anya dengan pandangan tajam. "Saya mendapat laporan dari Pak Aditya mengenai beberapa keluhan dari tim pemasaran tentang gaji dan bonus yang tidak sesuai. Apa
Anya shock dengan apa yang dikatakan oleh mantan ayah mertuanya itu. Dia menatap pria itu seolah dia adalah orang gila saat ini.“Bagaimana?” Ucap David yang membuat Anya menghela nafasnya.“Aku belum bisa menandatangani ini sebelum aku tahu siapa target mu untuk balas dendam.” Ucap Anya dengan serius.David mendengar itu langsung membenarkan posisi duduknya hingga kedua tangannya menyatu di depan meja restoran tersebut.“Regina.” Ucap David dengan serius.Anya tersentak kaget mendengar hal itu, perkiraannya sangat jauh dari bayangannya.“Kau serius?!”David mengangguk, “Aku tak pernah bercanda, Anya. Jika kamu menyetujui kerjasama ini kamu juga bisa membalaskan dendam mu padanya yang selama ini menyakitimu dengan perkataan dan perlakuannya.” Anya terdiam, memproses informasi yang baru saja diberikan oleh David. Perasaannya campur aduk antara kaget, tidak percaya, dan penasaran. Regina, wanita yang selalu menyakitinya dengan kata-kata dan perlakuan kejam selama pernikahannya dengan D
TING! TONG!Suara bel pintu terus berbunyi yang membuat Anya melihat ke arah jam, ternyata jam sudah menunjukkan pukul enam pagi.“Sial, aku kesiangan karena begadang kemarin.” Gumam Anya.Dia memang tidak bisa tidur kemarin karena terus memikirkan David dan hubungan mereka ke depannya.Ketika bel apartemen terus berbunyi membuatnya langsung bangun dan mengikat rambutnya menjadi satu dan kemudian membuka pintu.Dia cukup terkejut karena yang datang adalah barisan pria berjas hitam dengan earphone di salah satu telinganya dan kaca mata hitam yang menggantung di mata mereka saat ini.“Kalian sapa?” Tanya Anya dengan bingung.“Selamat pagi nyonya besar, saya adalah pengawal pribadi tuan yang sebentar lagi akan menjadi pengawal anda. Kami ingin menjemput anda untuk tinggal di mansion utama.” Ucap salah satu pria yang berdiri paling depan disana.Anya cukup terkejut meskipun kemarin sudah diberitahu oleh David, tapi tetap saja ini membuatnya kaget.“Aku belum siap-siap, tunggu sebentar dan
“Bagaimana dengan mansion ini? Apakah kamu nyaman?” Ucap David saat mereka berdua tengah makan malam bersama.Anya mengangguk dan tak menjawab lebih.“Bagus, besok akan ada yang datang untuk melatihmu mengurus keuangan rumah tangga dan minggu depan kita akan menikah secara agama maupun negara.” Ucap David yang membuat Anya terkejut.“Negara?” Beo Anya.David mengangguk, menatap Anya dengan serius. "Ya, kita akan menikah secara hukum. Itu akan memperkuat posisi kita dan membuat rencana ini lebih meyakinkan di mata semua orang."Anya merasa sedikit cemas mendengar hal itu. "Tapi bukankah kita hanya perlu menikah secara agama untuk rencana ini?" tanyanya.David menghela napas. "Menikah secara negara akan memberikan kita perlindungan hukum dan kekuatan yang lebih besar. Selain itu, itu akan membuat semua orang yakin bahwa pernikahan kita nyata dan bukan hanya sandiwara. Aku tahu ini mungkin terasa berlebihan, tapi ini penting untuk memastikan rencana berjalan lancar."Anya terdiam, mempro
Anya terdiam menatap seorang wanita cantik dengan dandanan glamour yang menunjukkan statusnya yang cukup tinggi, terlihat juga auranya begitu kuat yang membuat orang tak bisa mengalihkan pandangannya.Nersa, nama wanita itu. Dia adalah keturunan dari keluarga Pradana, keluarga terpandang yang memiliki aset puluhan triliun rupiah.“Selamat pagi, Nyonya Baskara. Apakah sudah siap untuk pelatihan hari ini?” Ucap wanita itu dengan lembut dan anggun.Dia akan mengajari Anya kelas sosialita yang akan dia hadapi beberapa pelan kedepan.Anya menelan ludah, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya di hadapan Nersa. “Selamat pagi, Nyonya Pradana. Ya, saya sudah siap,” jawabnya dengan senyum sopan.Nersa mengangguk anggun. "Bagus sekali. Mari kita mulai. Ada banyak hal yang perlu kita bahas dan persiapkan. Dunia sosialita bisa sangat menuntut, dan kamu harus siap menghadapi segala situasi."Anya mengikuti Nersa ke ruang tamu yang sudah diatur sedemikian rupa untuk sesi pelatihan. Ruangan itu dihiasi
Sudah empat hari Anya mulai melatih skill untuk masuk ke dunia sosial.Nersa tersenyum puas ketika Anya berhasil mempraktikkan semua yang telah diajarkan dengan sangat sempurna. "Kamu belajar dengan cepat, Anya," katanya dengan nada puas. "Aku yakin kamu akan bisa menghadapi dunia sosialita dengan baik."Anya merasa lega mendengar pujian itu. "Terima kasih, Nersa. Semua ini berkat bimbinganmu." Ucapnya, kini wanita itu sudah seperti temannya dan mereka sudah cukup akrab di hari kedua mereka latihan.Nersa mengangguk. "Latihan yang konsisten dan ketekunanmu yang membuat perbedaan. Aku yakin kamu akan tampil luar biasa di acara-acara sosial yang akan datang."Setelah sesi latihan selesai, Anya mengajak Nersa untuk minum teh di rumah kaca untuk menikmati waktu sore itu.Setelah pelayan menyeduhkan teh, Anya dan Nersa menikmati teh hangat itu dengan anggun.“Apakah persiapan pernikahanmu sudah selesai? Aku masih terkejut saat tuan David mendatangiku secara langsung untuk melatih calon ist
Di bandara, Anya terlihat sangat gugup menunggu pesawat pamannya tiba di jakarta.“David, aku takut paman kecewa denganku karena aku bercerai dengan Dimas tanpa membicarakan pada pamanku.” Ucap Anya pada David yang setia di sampingnya sejak tadi bahkan rela menunda rapat pentingnya untuk menemaninya menjemput pamannya.David meremas tangan Anya dengan lembut, memberikan dukungan dan kenyamanan. "Anya, pamanmu mencintaimu dan hanya ingin yang terbaik untukmu. Aku akan jelaskan semuanya kepadanya dengan jujur. Aku yakin dia akan mengerti."Anya mengangguk, meski rasa gugupnya belum sepenuhnya hilang. Tak lama kemudian, pesawat yang ditunggu mendarat dan penumpang mulai keluar dari gerbang kedatangan. Anya memperhatikan dengan cemas, mencari wajah pamannya di antara kerumunan."Aku melihatnya," bisik Anya saat melihat Handoko berjalan menuju mereka. Dia tampak serius, tapi tidak marah, yang membuat Anya merasa sedikit lega."Paman," sapa Anya dengan suara lembut saat Handoko mendekat.
“Mas, aku sangat senang liburan ke Bali. Kapan-kapan kita liburan lagi ya.” Ucap Anggun saat mereka menunggu pesawat mereka.Sudah satu minggu mereka menikmati bulan madu di Bali, bahkan sekarang muatan mereka bertambah banyak karena Anggun yang membeli banyak oleh-oleh dan baju disana.“Ya, yang penting kamu dan anak kita bahagia.” Ucap Dimas dengan lembut.Anggun tersenyum saat Dimas mengelus perutnya.“Tapi sayang, bukankah calon bayi kita masih tiga bulan? Kenapa perutmu sudah seperti lima bulan ya?” Tanya Dimas yang menunjukkan kebingungannya.Anggun tersenyum, mencoba menutupi kegugupannya. "Mungkin karena aku makan banyak selama liburan ini. Lagipula, setiap kehamilan berbeda, bukan?" jawabnya dengan nada santai.Dimas tertawa kecil dan mengangguk. "Mungkin kamu benar. Yang penting kamu dan bayi kita sehat."Namun, di dalam hatinya, Anggun merasa cemas. Dia tahu bahwa dia harus menjaga rahasia ini dengan baik.Setelah beberapa saat, panggilan untuk naik pesawat terdengar. Dimas