“Regina… Nama yang cantik sekali.” Ucap seorang pria dengan rambutnya sudah berubah warna menjadi putih.Tangannya yang sudah mulai keriput mulai berani menyentuh paha Regina dengan mesra.Regina hanya tersenyum tipis, meskipun hatinya terasa muak. Namun, dia tahu bahwa dia harus menahan diri demi rencana yang sudah dia susun dengan Andi. "Terima kasih, Pak Hadi," ucap Regina dengan nada yang dibuat semanis mungkin, berusaha menyembunyikan rasa tidak nyaman yang mulai merayap di tubuhnya.Pak Hadi, pria tua berambut putih itu, tertawa kecil. "Ah, kamu memang sangat menarik, Regina. Aku harap pertemuan ini membawa banyak keuntungan bagi kita berdua," katanya sambil meremas pahanya sedikit lebih keras.Regina tetap berusaha tersenyum. "Tentu saja, Pak Hadi. Saya yakin kita bisa mencapai kesepakatan yang menguntungkan," jawabnya, meski dalam hatinya dia merasa sangat jijik.Di meja sebelah, Andi memperhatikan dengan santai. Dia tahu bahwa Regina tidak menikmati momen ini, tapi dia juga t
Menikmati wine di malam hari di sebuah hotel mewah di Jakarta membuat Regina sedikit tenang dengan tekanan masalah yang ada.“Aku keluar dulu.” Ucap Andi yang membuat Regina melirik ke arah pria muda itu.“Ya.” Ucapnya dengan malas karena dia juga ingin sendiri di kamar itu. Saat Andi pergi, kamar berubah menjadi sepi.Namun tak berapa lama ada bunyi ketukan disana, Regina berdecak kesal karena selalu saja ada yang mengganggu.“Pasti itu andi yang melupakan kartu aksesnya untuk masuk hotel lagi.” Gumamnya.Gedoran pintu semakin kuat, “Ya, sabar!” Teriaknya dengan kesal lalu membuka pintu.Tapi begitu terkejutnya dia saat melihat banyak pria yang berdiri di depan pintu.“Siapa kalian?” Tanya Regina dengan bingung terlebih tampilan mereka cukup tampan.“Hai cantik? Mau bermain malam ini?” Goda pria itu yang langsung masuk saja tanpa permisi yang membuat Regina bingung.Salah seorang dari mereka bersiul pada kawannya lalu kawannya mengeluarkan sesuatu dari sakunya.“K-kalian mau apa?” Ta
“Nyonya, apa anda sudah mendengar gosip tetangga?” Tanya Bi Narsih saat Anya sedang menikmati teh herbal di taman belakang.Anya yang mendengar itu mengernyitkan dahinya, “Ada apa bi? Tumben bibi membahas gosip.”Bi Narsih tampak menggaruk kepalanya yang tidak datang, “Itu… Karena itu tentang nyonya Regina.” Ucap Bi Narsih.Anya meletakkan cangkir tehnya dengan perlahan, menatap Bi Narsih dengan penuh perhatian. "Apa yang terjadi dengan Regina, Bi?"Bi Narsih terlihat ragu-ragu, tetapi akhirnya memutuskan untuk berbicara. "Katanya, ada video yang tersebar di desa tentang nyonya Regina... video yang tidak pantas. Semua orang membicarakannya, dan katanya juga keluarga den Dimas jadi ikut terseret dalam gosip itu."Mata Anya membesar karena terkejut. "Video tidak pantas? Astaga, bagaimana bisa?"Bi Narsih menggeleng. "Saya tidak tahu pasti, Nyonya. Tapi kabarnya, itu benar-benar menghancurkan reputasi mereka."Anya mengangguk mengerti, “Mungkin itu karmanya karena berselingkuh dengan Dav
“Maaf, pak. Dari informasi pihak pak David telah memblokir rekening anda.” Ucap teller bank dengan sopan pada Dimas yang saat ini sedang menanyakan masalah ATM-nya yang tak bisa digunakan.Dimas terkejut dan marah mendengar penjelasan dari teller bank. "Pak David? Kenapa dia memblokir rekening saya? Dia tidak punya hak untuk melakukan itu!" ucapnya dengan suara yang mulai meninggi.Teller bank mencoba untuk tetap tenang dan profesional. "Maaf, Pak Dimas. Berdasarkan informasi yang kami terima, Pak David memiliki otoritas untuk melakukan itu. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut, mungkin sebaiknya Anda langsung menghubungi beliau."Dimas mengepalkan tangannya dengan geram, tapi dia tahu bahwa marah pada teller bank tidak akan menyelesaikan masalah. "Baik, terima kasih," katanya dengan dingin sebelum meninggalkan bank bersama Anggun.Di luar bank, Anggun memegang tangan Dimas dengan cemas. "Mas, kenapa ayah mertua melakukan ini? Apa yang akan kita lakukan sekarang?"Dimas menghela na
“APA?!” Dimas yang mendengar itu sangat shock.David hanya diam dan tersenyum, “Bagaimana? Apakah kamu terkejut, anak yang kamu pilih untuk menceraikan istri pertama mu demi menikahi wanita yang telah menipumu pada akhirnya semua palsu dan fakta tak bisa diubah, kamu mandul Dimas.” Ucap David dengan tenang.“T-tidak.” Dimas menggeleng tidak percaya, lalu ,menatap ke arah Anggun dengan tatapan benci dan jijik secara bersamaan.Anggun yang menangis tersedu-sedu, merasa putus asa. "Mas, aku bisa jelaskan, tolong dengar aku," pintanya dengan suara bergetar.Namun, Dimas tidak mendengarkannya. "Kamu... Kamu menghancurkan hidupku," katanya dengan suara penuh kemarahan. "Selama ini, kamu menipuku. Apa yang kamu lakukan, Anggun? Siapa ayah dari anak yang kamu kandung?"Anggun merasa terpojok, tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Air matanya terus mengalir deras. "Mas, aku... aku minta maaf. Aku tidak tahu harus berkata apa," ucapnya dengan putus asa.Hingga Anya yang sejak tadi di d
Kali ini Regina dan Andi bertemu dengan tuan Hadi di sebuah apartemen mewah milik pria tua itu.“Regina, apapun yang terjadi disana semua ada ditanganmu.” Ucap Andi dengan serius sebelum mereka memencet bel pintu apartemen tersebut.Regina mengangguk, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri sebelum memencet bel. Mereka menunggu beberapa saat sebelum pintu dibuka oleh seorang pria tua dengan penampilan elegan. Tuan Hadi tersenyum lebar melihat kedatangan mereka. "Regina, Andi, silakan masuk," katanya dengan ramah.Mereka berdua masuk ke dalam apartemen mewah itu, merasa sedikit gugup tetapi berusaha untuk tetap tenang. Tuan Hadi mempersilahkan mereka duduk di ruang tamu yang nyaman, lengkap dengan pemandangan indah kota dari jendela besar di belakangnya."Jadi, apa yang bisa saya bantu kali ini?" tanya Tuan Hadi sambil duduk di kursi berhadapan dengan Regina dan Andi.Regina mengambil alih pembicaraan. "Tuan Hadi, saya ingin mempercepat rencana kita.” Ucapnya dengan serius.T
Mobil yang dipakai Andi dan Regina melesat cepat membelah jalan raya jakarta yang cukup santai siang itu.Perasaan Regina yang tak pasti dengan Andi yang juga tampak tegang membuat suasana semakin tak nyaman.Masalah yang di hadapi Regina begitu serius, hingga dia tak tahu harus melakukan apa saat ini.“Aku tak menyangka dia telah tahu sejak awal pernikahan.” Gumam Regina dengan pikiran kalut.“Pantas saja dia tak sudi menyentuhmu, kau juga ternyata pemain handal Regina.” Ucap Andi yang membalas ucapan Regina tersebut.Regina menoleh ke arah Andi, tatapannya penuh dengan kemarahan yang terpendam. "Aku melakukan apa yang harus aku lakukan untuk bertahan hidup. Jika tidak, aku tidak akan bisa bertahan sampai sekarang," ucapnya dengan suara gemetar.Andi mendesah panjang, mencoba meredakan ketegangan yang semakin meningkat di dalam mobil. "Kita harus fokus pada rencana kita selanjutnya, Regina. Kita tidak bisa membiarkan David menang."Regina mengangguk, meskipun pikirannya masih berkeca
Anya duduk di kursi ruang tamu yang nyaman, matanya menatap kosong ke arah televisi yang menyala tanpa suara. Enam bulan pernikahan yang seharusnya menjadi momen-momen bahagia, kini terasa seperti beban tersendiri yang membuat dadanya sesak. Ia menghela napas panjang, mencoba melepaskan beban yang menghantuinya.Di sudut ruangan, , Dimas suaminya, tampak sibuk dengan ponselnya. Dulu, Dimas selalu menyempatkan waktu untuk mengobrol dan bercanda dengannya setiap malam. Tapi sekarang, perhatian Dimas lebih sering tertuju pada layar ponselnya daripada padanya. Anya merasakan ada sesuatu yang berubah, namun ia berusaha mengabaikan perasaannya itu.“Mas Dimas.” Anya akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar sedikit. “Kamu ada waktu sebentar? Aku ingin bicara.”Dimas mengangkat pandangannya dari ponsel, sedikit terganggu. “Apa, Anya? Aku sedang sibuk, banyak kerjaan yang harus diselesaikan.”“Aku tahu, tapi ini penting. Kita perlu bicara tentang... tentang kita.”Dimas menghela napas ber