Aisha berusaha untuk membuka matanya yang terasa berat. Aroma tidak sedap tercium namun ada sesuatu yang terasa berat di tubuhnya, tersadar jika tangannya terikat pantas tak bisa bergerak."Aku di mana, ini?"Aisha berusaha untuk mencari cara agar bisa melepaskan diri dari ikatan yang membelenggu tangannya meski hal itu justru semakin memperkuat dan pergelangan tangannya mengalami luka. Berusaha untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi hingga sampai ia terikat di dalam sebuah rumah yang berdinding bambu."Sudah bangun, kamu?"Wanita berjilbab itu mengangkat wajahnya ingin melihat siapa yang memiliki suara yang amat ia kenali. Walau ingin menepis namun pada nyatanya wanita pemilik suara itu tersenyum miring kearahnya."Tante? Kenapa Tante melakukan ini?""Hahaha, menurut kamu kenapa aku bisa melakukan ini padamu?""Aku tidak tahu niat dan tujuan tante melakukan ini padaku. Selama ini aku tidak pernah ikut campur dengan urusan Tante selama itu tidak mengusik keluargaku tapi nyatanya
Rayyan mengikuti langkah Ajeng ke kamar lagi. Sejenak terdiam kembali menatap wajah sendu Ajeng. Rayyan tahu ada sesuatu yang di sembunyikan oleh istrinya."Sayang, kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku?"Rayyan memejamkan mata sejenak melihat sikap Ajeng begitu kentara bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu yang besar."Kamu sendiri akan menceritakannya padaku, atau aku harus mencari tahu sendiri?" sambung Rayyan."Mas, kamu mikir apa? Apa wajahku terlihat sedang menyembunyikan sesuatu dari kamu? Aku ingin kamu secepatnya sembuh mas. Kamu tahu aku tidak bisa melihatmu seperti ini,""Sayang, lihat aku. Apa dengan mengalihkan pembicaraan ini aku tetap tidak bertanya? Katakan apa yang terjadi?"Ajeng menghela napasnya sikap tenang yang ia tunjukkan pada Rayyan adalah sebaliknya. Hatinya begitu khawatir putrinya di luar sana tengah berjuang seorang diri tanpa bisa menolongnya.Di genggaman tangan Rayyan menyalurkan kegundahan hatinya, Meksi bibirnya tetap tersenyum. Ajeng tidak ingin
Kursi yang di duduki Aisha jatuh ke samping, sejenak terdiam menetralkan detak jantungnya yang terpacu cepat dan tubuhnya yang semakin tak bertenaga."Kalian ngapain? Periksa di dalam apa yang di lakukan wanita itu!"Dua pria itu bergegas berdiri dan melihat ke arah kamar yang digunakan untuk menyekap Aisha. Tak lama mereka kembali di hadapan Wulan."Gimana?""Wanita itu jatuh, sepertinya mau minum boss. Kakinya aja kan yang di lepas talinya sama bos jadi dia jatuh,"Wulan hanya menggelengkan kepala mendengar laporan dari orang suruhannya. Mereka hanyalah seorang preman kampungan yang sebenarnya tidak memiliki nyali bahkan hanya untuk pekerjaan yang mudah bagi Wulan tapi tidak untuk mereka yang selalu gagal melakukannya."Kalian pergi, biarkan dia sendiri. Aku ingin tahu apa yang bisa dia lakukannya,""Jangan ada yang membantunya, jika kalian mendengar apapun cukup kalian lihat setelah itu tutup lagi. Awas kalau di antara kalian ada yang menyentuhnya kalau sampai kalian melakukannya
Tubuhnya terus berguling ke bawah begitu tinggi hingga Aisha tak mampu lagi menahan kesadaran bibirnya bergumam sebelum matanya terpejam."Ayah, bunda, maafkan aku. Oma, kakek, Arga, aku –""Khandra, tolong aku –"Tubuhnya terbentur kayu besar sebelum kembali meluncur ke bawah entah apa yang terjadi setelahnya gelap gulita. Begitu gelap Aisha rasakan hingga tubuhnya melayang.Wulan begitu marah saat melihat tubuh Aisha hilang setelah jatuh ke jurang. Takdir yang mengenaskan, Wulan tak perlu lagi memikirkan dirinya yang akan tertangkap. Baginya kini terbebas tanpa ada yang mencium apa yang sudah di lakukannya. "Boss gimana ini? Aku tidak ingin di tangkap polisi.""Kita pergi dari sini. Hubungi teman mu, kita secepatnya pergi, kamu tahu jalan pintasnya?""Ya, jalannya pintas yang tidak di ketahui oleh orang lain. Ayok boss,"Mereka pergi dengan cepat entah kenapa Wulan merasa akan ada yang datang ke sana. Benar saja mereka telah jauh terdengar suara gaduh di dan suara seseorang memangg
Semalaman Khandra tak bisa tidur ia memikirkan kondisi Aisha. Walau sudah menghubungi Rayyan dan Ajeng namun sinyal yang sulit membuatnya pun tak bisa berkirim pesan terlebih saat ini. Khandra menyusuri tebing meski pagi belum sepenuhnya memancarkan cahaya indahnya."Aisha! Kamu dengar, aku?""Khandra, Aisha gimana?""Om, Tante, Oma, Kakek, kalian sampai di sini?""Khandra, kamu belum jawab pertanyaan om?""Maafkan aku, om, saat kami sampai gubuk sudah kosong, hanya ada ini,"Khandra memberikan cincin dan sobekan gamis milik Aisha. Ajeng histeris melihat barang yang ada di tangannya, bahkan Bu Sekar hampir saja pingsan melihat sebagian milik Aisha.Tak lama terdengar suara helikopter Khandra meminta mereka untuk menjauh memberikan kode pada pilot untuk memperluas pencarian."Dra, itu helikopter?""Ya, om, aku menyuruh mereka datang,""Dra, kamu mau kemana?" Ajeng melihat Khandra pergi segera menahannya. Ia tahu apa yang akan di lakukan oleh pria itu."Aku akan turun tan, aku tidak bis
Mereka terkejut mendapati tubuh Aisha tergeletak di atas brankar yang ada di salah satu rumah sakit di desa. Di sana Khandra tengah menemani Aisha dan berapa penduduk desa yang juga turut serta menemani Khandra. Suara teriakan Ajeng dan Bu Sekar memenuhi ruang perawatan alat yang tidak memadai membuat mereka begitu sedih dan segera membawa Aisha kembali ibu kota. Dengan mobil dan dokter yang memantau perkembangan Aisha berada di mobil ambulans, keluarga Aisha mengikutinya dari belakang. Tanpa mereka sadari seseorang memperhatikan mereka dari tempat yang tidak begitu jauh senyumnya mengembang bahagia melihat Ajeng yang semakin terlihat cantik meski usianya tidak muda lagi."Dra, kamu tahu siapa yang menemukan Aisha?" Ajeng berhenti saat mereka baru sampai di rumah sakit kota. Mereka menyadari melupakan sesuatu karena shock melihat kondisi Aisha."Seorang pria tua, tan. Sebelumnya dia pergi untuk menjemput ibunya kebetulan ada di rumah sakit tersebut. Tapi sampai tadi tidak kunjung men
Pria itu begitu lelah mencari rumput setelah bekerja sebagai tukang panggul di pasar. Semua ia lakukan untuk keluarganya yang bergantung padanya walau memiliki saudara namun mereka sudah keluarga dan tinggal di kota bersama suaminya tetapi tidak dengan pria itu yang rela merawat ibunya yang kini sakit-sakitan. "Alhamdulillah, dua karung cukup untuk tiga hari. Ternyata tidak ada apapun di sini, mungkin ini praduga mereka saja," gumam pria itu sebelum mengangkat karung untuk di bawa pulang. Mengikat tali ke motor dan karung namun ia kesulitan sebab kali ini karung yang dia bawa karung berukuran besar belum lagi rumput yang melebihi karung sehingga ia kesulitan untuk menaikan keatas motor. Sibuk dengan tumpukan rumput tiba-tiba suara benda terjatuh mengejutkan, benda yang tidak bisa di kenalnya terguling dari atas tebing sesaat tubuhnya kaku pria itu. Ingin berlari meninggalkan karung yang berdiri begitu saja. Tapi sayang sebelum tancep gas benda itu tergeletak tepat di depannya bukan
Dimas meninggalkan Khandra sudah saatnya untuk melihat kondisi ibunya yang belum ia lihat setelah ia tinggal untuk bekerja dan mencari rumput. Teringat dengan rumput Dimas meminta pada tetangga untuk mengambilnya lebih dulu tidak mungkin kambing dan sapinya kelaparan. "Dim, kamu sudah datang?""Ya, Bu. Ibu sudah makan? Mau aku belikan makanan di luar?""Tidak usah, ibu masih kenyang. Kapan ibu pulang nak? Rasanya ibu lelah sekali, maafkan ibu membuat kamu repot,""Ibu ini bicara apa? Tidak ada yang di remporkan atau merepotkan. Aku baik-baik saja, Bu."Bu Ida menatap sejenak wajah putranya terlihat begitu ada beban bahkan tengah memikirkan sesuatu yang tidak ia ketahui."Ada apa nak? Ibu lihat kamu sedang memikirkan sesuatu?""Bu, aku,"Ferdi menceritakan pertemuannya dengan putri Ajeng yang tidak sengaja yang justru membuatnya kembali pada kenangan masa lalu. Anak yang ia selamatkan adalah putri dari mantan istrinya yang lebih mengejutkan ternyata dia tidak mandul seperti yang ibuny