Sial bagi Lily. Niat mencari tempat melepaskan diri dari rumah lama, malah menjeratnya ke dalam masalah baru yang diciptakan oleh Arjuna.
"Apa-apa'an sih, Kak Juna? Jangan mengambil kesempatan!"Gantian Lily yang berdiri, menatap Arjuna yang malah mengeluarkan ponsel dari saku celana.
"Aku sih, punya dugaan sendiri. Tapi, aku mau dengar langsung dulu dari mulutmu. Hitung-hitung buat ngukur tingkat instingku," ucap Arjuna membuat Lily mulai penasaran. Tapi ia tetap memilih bungkam. Apalagi ia melihat Arjuna memegang ponsel. Lily takut, Arjuna merekam dan melaporkan pada adik dan ibunya bila harus berbicara jujur. Bisa mati digantung dia.
"Masih enggak mau ngomong? Ya sudah enggak usah pulang! Aku telpon Mang Dirman, biar enggak usah bukain pintunya sampai besok pagi!" ucap Arjuna acuh sambil mengusap layar ponsel, bersiap menghubungi Mang Dirman yang diduga Lily adalah lelaki paruh baya yang menyambut kedatangannya tadi.
"Jangan macam-macam Kak Juna,
Lily mendongakkan wajah menatap Arjuna lekat. "Maksudnya aku harus patuh sama Kak Juna begitu? Kalau aku enggak mau?""Akan kuberitahukan sepulang dari sini, bahwa kamu menipu mereka semua!" ancam Arjuna sambil berdiri dan menatap Lily tajam.Wajah Lily berubah pucat. Sikap Arjuna benar-benar tidak bisa ditebak olehnya. Sebentar seperti melindungi, sebentar mengancam. Arjuna seperti orang berkepribadian ganda di mata Lily."Dari sisi mana aku harus yakin, bahwa Kak Juna benar-benar akan membantuku? Jangan-jangan Kak Juna hanya ingin mengerjaiku?" tanya Lily masih sangsi karena belum bisa menebak Arjuna benar-benar baik atau hanya sedang berpura-pura baik."Terserah kamu! Mau darimana saja. Pilihanmu cuma ada dua, mau kubongkar rahasiamu hari ini juga atau ikuti patuh sama perkataanku?"Ya ampuuun!Dua-duanya pilihan yang buruk bagi Lily. Tapi dia juga benar-benar takut Arjuna membongkar semuanya sebelum dia pergi."Oke ... okee ..
"Rizal?" tebak Arjuna melihat wajah Lily tak bersemangat menatap layar ponsel sambil menyalakan mesin kendaraan roda empatnya. Lily hanya membuang napas besar."Kenapa enggak diangkat? Takut?"Lily menggeleng sambil melempar pandangan ke samping. Ia memilih menonaktifkan dering ponsel dan menyimpan kembali benda pipih tersebut ke dalam tas."Sabuk pengaman!" titah Arjuna akhirnya melihat Lily nampak gelisah.Lily langsung melakukan perintah Arjuna. Sesekali ekor matanya melirik Arjuna yang menunggunya memasang sabuk pengaman. Tangannya bergerak malas. Arjuna gantian melirik, menyoroti gerakan Lily yang terkesan lambat. Setelah sabuk pengaman terpasang sempurna, Arjuna langsung menjalankan kendaraan mereka, kembali ke Penajam Paser Utara.Drrrt ... drrttt .... drrrtttt ....Ponsel Lily yang baru saja disetting memakai mode getar saja sepertinya berdering lagi. Lily merogoh tas dan mengeluarkan ponsel. Kali ini terpampang
Sudut bibir Arjuna langsung mengeluarkan darah sedikit. Namun Arjuna hanya menyapu sudut bibirnya tanpa mau membalas pukulan Rizal. Lily buru-buru turun dari mobil dan memekik melihat sudut bibir Arjuna berdarah."Mas Rizal! Berhenti!"Lily berlari menghampiri dua kakak beradik tersebut. Tangannya langsung menangkap tangan Rizal, yang ingin menghantam Arjuna untuk yang kedua kalinya."Apa-apa'an kamu, Mas?" tukas Lily sambil mendorong Rizal mundur hingga suaminya hampir terjungkal ke belakang."Kamu yang apa-apa'an. Kalian ... ngapain jalan berdua-duaan? Kamu juga enggak ada bilang apa-apa sama aku. Kenapa ninggalin Abi dan Husen seharian? Aku ini suamimu. Dan kamu! Dia istriku! Kenapa kamu pulang sama dia?" cecar Rizal sambil menatap Lily dan Arjuna bergantian dengan penuh emosi. Hatinya yang sempat khawatir pada Arjuna, semakin dikuasai oleh rasa cemburu buta."Mama ... mama dari mana? Kok lama baru pulang?" Abidzar dan Hussein berlar
Rizal terdiam sebentar, berusaha menahan emosi. Jangan sampai ia lepas kendali dan memukul Lily. Apa kata Arjuna nantinya?"Ayo, Mas! Kutunggu talakmu sekarang," tantang Lily sekali lagi, melihat Rizal malah melangkah keluar kamar. Tapi baru sampai di pintu, Rizal berhenti sebentar lalu berbalik memnghampiri Lily kembali di dalam kamar. Wajahnya berubah. Tak seberingas sebelumnya. Sambil tersenyum lembut, ia meraih tangan Lily yang duduk dengan kaki menjuntai di tepi ranjang."Maaf, Dek. Aku khilaf. Aku ... cemburu. Aku ... enggak pernah berpikir menceraikanmu, Dek. Kamu jangan berpikir dan berbicara yang tidak-tidak. Ingat, ada Abi dan Husen yang masih kecil. Ada perasaan mereka yang harus dijaga," ucap Rizal sambil mengusap punggung tangan Lily.Seketika hati Lily terasa sakit. Sakit yang teramat sangat. Lily merutuk kebodohannya sendiri. Ketampanan Rizal membuatnya menjadi seorang wanita yang paling bodoh selama beberapa tahun mereka membina rumah
Malam sudah semakin larut, Lily berkali-kali menguap. Tapi ia harus tetap terjaga. Pesan WA dari Arjuna benar-benar membuatnya penasaran sekaligus takut. Ia takut, jika tiba-tiba antara mertua, suami, dan Nessa ada yang memergoki.Pukul 23. 00 Wita lebih sedikit. Lily menatap layar ponselnya yang menyala.Kemudian ia meraih dan membaca pesan WA dari Arjuna lagi.[Sekarang]Lily tidak membalas tapi langsung melangkah menuju ruang pertemuan yang di instruksikan oleh Arjuna. Walaupun Lily tahu Arjuna pasti sudah memastikan seisi rumah telah tertidur lelap, tetap saja rasa was-was menghantuinya. Tetap saja ia berjalan menuju ruang makan sambil mengendap-ngendap dan berulang kali menengok ke kanan dan ke kiri."Aman," tiba-tiba Arjuna mengejutkan Lily. Tahu-tahu lelaki berambut gondrong tersebut sudah berdiri di dekatnya yang celingak-celinguk di dekat meja makan."Ada apa sih? Tengah malam juga. Sudah ngantuk, tahu? Mau cari ribut lagi apa t
Arrrggh!Lily meremas kepalanya yang mulai terasa sakit karena kurang tidur dan banyak pikiran. Sekarang ditambah lagi dengan ketakutan. Ia harus bertanya pada Arjuna.[Ada apa sebenarnya? Kak Juna mau menyelamatkan aku, atau sudah tak sabar mengusirku] pikiran buruk yang sempat ia tepis kembali mememuhi pikiran Lily.Terkirim.Tapi tak kunjung terbaca. Lily mengembus napas kesal."Apakah Arjuna sudah tertidur? Barang-barangku dibawa kemana malam-malam?"Arjuna malam ini, membuatnya tak mampu sedetik pun memejamkan mata.***Lily terkesiap, saat alarm pertanda waktu salat subuh berdering berulang kali. Rupanya ia sempat tertidur, walaupun hanya hitungan jam. Lekas ia bangun, dan mengambil air wudhu. Jangan sampai ketahuan Rizal ia berwudhu. Jika ketahuan panjang akibatnya.Setelah melakukan salat subuh, Lily berniat ke kamar Abi dan Hussein untuk membangunkan mereka juga. Tiba-tiba ia ingat pada kejadian sebe
Menunggu sambil berpikir, tak terasa waktu pulang sekolah anak-anaknya tiba. Lily menyambut kedua putranya sambil tersenyum. Setelah menyodorkan helm ke masing-masing tangan anaknya, Lily menaiki sepeda motor mereka terlebih dahulu. Tanpa bicara ia langsung melajukan kendaraan mereka bertiga, menuju alamat yang kemaren ia datangi, sesuai perintah Arjuna."Loh, Ma? Kita kemana?" tanya Abi dari belakang."Nanti Mama cerita, ya, Nak! Enggak baik ngobrol di jalan," jawab Lily.Abidzar dan Hussein sama-sama diam. Mereka berdua malah terlihat menikmati perjalanan menuju ke tempat yang tidak pernah mereka lewati dan kunjungi sebelumnya. Hal itu membuat Lily bisa sedikit bernapas lega.Walaupun cuaca mulai panas, LiLy dan anak-anaknya tidak terlalu merasakan. Tak terasa mereka tiba di tempat yang dituju.Sepi.Tak nampak ada mobil Arjuna seperti perkiraannya. Lily menjadi curiga Arjuna membohonginya. Lily menurunkan helm dengan hati-hati, dan me
Suasana di rumah lama, Penajam Paser Utara beberapa saat setelah Lily meninggalkan rumah mereka sama seperti hari-hari sebelumnya.Bu Erna yang tinggal sendiri di rumah, seperti biasanya, hanya duduk santai menonton televisi. Hari ini, ia tidak ada keinginan untuk keluar rumah. Ia melirik jam dinding, sudah hampir jam sepuluh pagi.Bu Erna mengernyitkan dahi. Jam segini, Lily belum kembali dari mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. Berarti dia sengaja bersantai-santai di sana. Atau merumpi bersama ibu-ibu yang lain. Atau juga sedang asik kelayapan sendiri?"Dasar pemalas!" umpat Bu Erna dalam hati. Bu Erna pun melanjutkan kegiatannya bersantai dan menonton televisi.Hingga jam pulang sekolah tiba, Lily dan anak-anak tak kunjung muncul. Bu Erna meraih sebuah buku tipis, dan berkipas-kipas karena merasa gerah. Cuaca memang sangat panas. Kipas angin seperti tak berguna siang itu.Detik berganti menit, menit berganti jam. Lily dan anak-anak tak k