"Udah berapa hari, demamnya?"
"Dua hari, Dok!"
"Saya liat di riwayat pasien, sebelumnya anak ibu sebelum ini, pernah berobat kesini dan ada gejala tipes?" tanya dokter memastikan.
Lily diam sebentar, mengingat dulu memang mereka membawa Abidzar dan Husen kesini. Awal yang membuat Lily dan Arjuna terperangkap dalam pernikahan mereka saat ini.
"Benar, Dok!" jawab Lily pelan.
"Untuk mengetahui positif tipes, baru bisa dipastikan setelah tiga hari pasien mengalami demam. Namun karena suhu tubuh anak ibu tinggi, maka kami anjurkan anak ibu untuk dirawat inap!" ucap Dokter tersebut menjelaskan.
"Lakukan saja yang terbaik, Dokter!" Tiba-tiba Arjuna muncul dari luar.
"Baik! Kalau begitu, secepatnya diurus ke administrasi supaya cepat mendapatkan ka-mar. Ar-ju-na?"
Di akhir kalimat, mendadak Dokter t
Rizal membawa ibunya ke puskesmas induk di kecamatan mereka. Ternyata pusksemas menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit. Pihak puskesmas memberikan selaku faskes tingkat 1 memberinya rujukan, hingga Rizal langsung melarikan ibunya ke rumah sakit.Ternyata karena Bu Erna kecapekan, banyak pikiran, dan makan tidak teratur sehingga maghnya kumat dan merambat ke kepala. Bukan hanya itu, Bu Erna juga di vonis menderita gejala stroke. Dokter menyarankan untuk dirawat sampai kondisi Bu Erna benar-benar pulih. Rizal tidak keberatan karena semua biaya di tanggung oleh BPJS.Siang hari setelah masuk ruangan, Rizal menitipkan ibunya pada orang yang bersebelahan, karena ia ingin membeli makanan.Saat ingin berbelok menuju ke kantin rumah sakit, pandangan Rizal tertuju pada dua orang yang sedang berbicara di salah sudut ruangan. Ia mengenal salah satunya. Mereka tampak berbincang serius.Rizal langsung menaikkan masker dan memperbaiki topinya,
Rizal membuka pintu kamar perlahan. Husen langsung tersenyum, melihat ayahnya. Melihat Husen tersenyum, Lily langsung berpaling menatap ke pintu. Ia langsung menyingkir, begitu melihat Rizal yang masuk. Dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa Rizal tiba begitu cepat, dan masuk tanpa Arjuna. Tapi Lily masih enggan berbicara dengan mantan suaminya."Helo, jagoan Papa!" sapanya Rizal riang. Husen tersenyum kecil. Ia menggantikan posisi Lily duduk di samping Husen."Papa kemana aja? Habis janji ngajak jalan, enggak datang-datang lagi?" tanya Hussein yang masih ingat pada janji ayahnya."Maaf sayang, Papa ada pekerjaan mendadak yang enggak bisa ditinggal. Lagian Papa sudah di u ....""Jangan mengeluh pada anak kecil, atas kesalahanmu sendiri," tiba- tiba Lily refleks mencengkram bahu Rizal. Rizal langsung bungkam."Mending kamu bujuk dia makan!" ucap Lily sambil meraih piring makan Husen yang masih utuh."Makan, ya!" bujuk Rizal. Husen mengang
"Ju-na mi-num," suara Bu Erna sangat lemah memanggil Arjuna yang sejak tadi hanya melamun. Arjuna langsung berdiri, dan membantu ibunya yang belum bisa duduk dengan sempurna, mendekatkan botol minum dan menempelkan sedotan ke mulut ibunya.Setelah itu, ia kembali duduk termenung. Pikirannya tak bisa lepas dari bayangan Rizal, yang malam ini satu kamar dengan Lily di sana. Jika saja Arjuna tahu, bahwa Bu Erna akan masuk rumah sakit juga, dia akan memilih diletakkan di ruang kelas III saja. Biar saja banyak bergabung dengan pasien lain.Namun sudah terlanjur. Sebelumnya, Arjuna yang pada dasarnya tidak menyukai keributan memilih kamar VIP, untuk Husen. Maksud hati supaya lebih nyaman dan tidak bergabung dengan siapa pun. Ternyata malah pilihannya membuat ia menjadi was-was. Arjuna menatap Bu Erna yang mulai tertidur. Arjuna menyibak tirai pembatas antar pasien."Bu, saya titip ibu saya sebentar, ya. Saya keluar sebentar ada keperluan. Tidur sih, orangn
Arjuna mencoba kembali memejamkan mata dan membuang jauh-jauh pikiran buruknya. Baru saja ia ingin terlelap, pertugas medis datang untuk mengecek suhu tubuh dan lainnya terhadap Bu Erna.Arjuna kembali duduk, memberikan ruang untuk perawat berdiri. Setelah perawat tersebut keluar, Arjuna kembali merebahkan dirinya. Tapi matanya yang tadi mulai mengantuk, malah kembali segar. Pikirannya kembali terganggu, membayangkan keadaan di kamar Lily, dimana Rizal membantunya mengurus Husen.Membayangkan mereka berdua bekerjasama, ada rasa tak rela di hati Arjuna. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa berharap hari esok cepat datang, supaya Rizal cepat kembali ke kamar Bu Erna setelah ia pulang. Jika Rizal menjaga Bu Erna, hatinya sedikit tenang.***Arjuna melirik jam tangannya. Sampai mendekati pukul 04.00 subuh, Arjuna tak bisa memejamkan mata. Ia bangun dan mengenakan kembali jaket yang dijadikan bantal.Arjuna benar-benar tidak bisa
Arjuna : " kamu kemana aja, Liz? Kenapa pergi tanpa pamit? Aku selalu mencari keberadaanmu."Arjuna terlihat menunggu jawaban.Dokter Liza : "sekarang, kamu sudah menikah."Arjuna : "Aku terpaksa menikahi dia. Kasihan!"***Rekaman Video durasi singkat yang menampilkan Arjuna dan Dokter Liza dengan posisi saling berhadapan tersebut, terus menghantui pikiran Lily. Hatinya terasa nyeri, bukan karena Arjuna dan Dokter Liza yang berbicara. Tapi karena kata terpaksa dan kasihan yang meluncur dari mulut Arjuna.Lily sadar, memang tidak bisa memaksakan perasaan. Tapi Lily juga tidak pernah meminta Arjuna berpura-pura baik padanya. Kebaikan Arjuna yang membuat ia mulai terbiasa bergantung.Seandainya saat ini dia sedang berada di rumah, mungkin dia akan menangis sejadi-jadinya di depan Arjuna. Sakit hati yang ia rasakan kali ini, lebih besar daripada sakit yang ia rasa saat Rizal memiliki niat mendua.Saat Rizal mengutarakan
Sore harinya, Arjuna pulang kerja menuju rumah dengan lesu. Semangat hidupnya benar-benar hilang, karena sejak pagi, tak satu pun ada pesan WA yang masuk berasal dari Lily.Lama Arjuna mematung memegang tasnya di depan pintu. Biasanya, selalu suara Abidzar dan Hussein yang ia dengar pertama kali memasuki rumah.Arjuna melangkahkan kakinya pelan melewati pintu. Ia melatakkan tasnya begitu saja di ruang tamu. Pertama kali yang ia tuju adalah kamar Abi dan Husen. Arjuna termangu sebentar di depan pintu kamar mereka. Kemudian ia meraih sapu, membersihkan kamar mereka berdua sebentar.Tujuan keduanya adalah kamar Lily. Ia juga melakukan hal yang sama di kamar tersebut. Hanya saja, setelah selesai menyapu, Arjuna memilih untuk langsung berbaring di bantal Lily lagi.Ponselnya berdering. Rizal memanggil."Jam berapa ke rumah sakit? Hussen dari tadi sudah memanggil-manggil aku terus. Aku capek bolak-balik kamar yang jauhan," terdeng
Arjuna tiba di rumah dengan tubuh menggigil kedinginan. Udara malam itu dinginnya terasa menusuk hingga ke tulang. Setengah membanting pintu mobil, ia melangkah menuju pintu rumahnya. Pikiran Arjuna benar-benar kacau.Setelah mengunci pintu, Arjuna langsung menuju kamarnya sendiri. Ia berhenti sebentar, saat melintas di depan pintu kamar Lily. Jika sebelumnya ia selalu memilih kamar Lily untuk beristirahat, tidak dengan malam ini. Melihat pintu kamarnya saja, membuat hati Arjuna terasa nyeri.Arjuna langsung menuju kamarnya sendiri untuk menuangkan segala rasa yang membuncah di dada. Arjuna mendengar ponselnya berdering. Ia yakin itu pasti panggilan dari Rizal. Rizal pasti akan marah, karena ia pulang mendadak. Arjuna menatap layar, dan dugaannya tidak salah. Ia membiarkan saja panggilan terulang beberapa kali sampai deringannya berhenti sendiri.Arjuna merasa kepalanya sakit luar biasa. Ia menarik selimut dan memaksa matanya terpejam. Tapi, bukannya tertidur, t
Dua hari kemudian, Husen sudah di perbolehkan kembali ke rumah. Lily sangat bersyukur. Tangannya langsung merogoh ponsel, ingin memberi kabar bahagia tersebut pada Arjuna.Tapi, saat menemukan kontaknya, senyum Lily kembali pudar. Bukankah ia sudah bertekad untuk tidak merepotkan Arjuna lagi. Kenapa harus memberi kabar? Bukankah sudah beberapa hari ini mereka tidak saling bertukar kabar? Arjuna juga seperti tidak perduli. Tidak ada satu pesanpun darinya dalam dua hari terakhir.Akhirnya Lily mengurungkan niat awalnya. Tangannya berubah mencari icon grab car. Ia berpikir, sebaiknya ia pulang sendiri saja. Mungkin Arjuna juga sedang bekerja saat ini.Dalam perjalanan pulang, Lily meminta Driver grab untuk berbelok menuju ruko, untuk menjemput Abidzar. Tentu saja ia menambah ongkos karena beda arah dengan tujuan awal ia memesan tadi.Abidzar menyambut kedatangan ibunya dengan riang. Lily masuk sebentar untuk berbicara dengan Mbak Fi."Mbak, sepe