Share

5. Harus Punya Anak!

Apa yang lebih berat yang di alami seorang menantu ketika mendapati ibu mertuanya tengah memuji perempuan lain di depan suaminya? Bahwa Alya tak bisa melakukan apapun selain berharap pada Rama agar tak goyah mendengar pujian kepada Mayang.

"Ma, Alya juga kan bisa bikin bolu. Kalau Mama mau nanti tinggal bilang Alya saja," ucap Rama seolah membela Alya.

Siang itu hari Minggu, dan Mayang membawakan bolu buatannya khusus untuk Martha.

"Alah, gak enak! Bosen! Itu-itu saja! Berbeda dengan punya Mayang. Bahan-bahannya di buat pake bahan premium. Jadi rasanya lebih enak!" nyinyir Martha.

Ucapan itu membuat Rama segera menatap Alya untuk menenangkannya. Dia kemudian melipat korannya, dan menggenggam tangan istrinya.

"Hari ini kamu mau belanja kain, kan? Aku temenin kamu, ya?"

Alya tersenyum simpul meski hatinya sedang perih. Hanya itu yang bisa dia lakukan di hadapan suaminya. Yaitu, berpura-pura tegar.

Kemudian Rama bangkit berdiri seraya menggenggam tangan Alya. Membuat Martha dan Monik mendongak dengan kompak.

"Kalian mau kemana?" tanya Martha seraya melahap potong demi potong bolu yang tersaji.

"Aku mau temenin Alya ke pasar kain. Kami pergi dulu ya, Ma!"

"Eh gak bisa!"

Alya melihat Mama mertuanya itu berdiri dengan ekspresi marah. Martha kemudian melepaskan genggaman tangan Rama dan Alya. Sungguh perih rasanya mendapat perlakuan kasar dari ibu mertuanya.

"Kamu harus temenin Mama dan Monik ke toko oleh-oleh! Besok kan Mama pulang! Masa kamu gak bawain apa-apa buat Mama!"

Rama menghempas napasnya seraya menatap istrinya dengan rasa bersalah.

"Udah, Mas. Aku bisa pergi ke pasar sendiri," kata Alya seraya mengusap punggung suaminya.

"Tuh denger! Istri kamu itu emang udah biasa pergi kemana-mana sendiri! Biarkan saja!" celetuk Martha.

Dengan rasa bersalah Rama mencoba mendengarkan kata istrinya. "Yaudah, kalau gitu Mama dan Monik siap-siap."

Beberapa saat kemudian, mobil Rama terlihat berada di pinggir jalan. Sementara Rama menatap Mama dan adiknya yang tengah menunggu seseorang.

"Kita menunggu siapa sih, Ma?"

"Sebentar... Kamu juga akan tahu kok!"

Monik tersenyum mendengar ucapan itu. Dia merasa senang karena akan menjodohkan kakaknya itu kepada Mayang.

"Itu dia!" seru Monik saat melihat Mayang baru saja turun dari taksi.

Rama turut menoleh mengikuti pandangan Monik. Dia melihat wanita berpakaian dress selutut dengan rambut tergerai tengah tersenyum ke arah mobilnya.

"Bukannya itu Mayang? Memangnya ada keperluan apa?" tanya Rama bingung.

"Itu loh, Ram. Mayang kan pernah traktir Mama dan Monik ke Mall. Jadi, sekarang gantian. Mama pengen traktir Monik di hari hari terakhir Mama di Surabaya," jelas Martha dengan sengaja.

Bersamaan dengan itu Mayang membuka pintu, dan Monik memintanya duduk di sisinya.

"Kalau begitu tadi aku ajak saja Alya. Biar kita bisa makan siang bersama," ujar Rama menyesal.

Martha dan Monik saling menatap melalui spion, perlahan rencana mereka rasanya akan berhasil.

"Sudah! Nanti lagi saja! Lagi pula Alya kan sibuk sama pekerjaannya," kata Martha. Kemudian dia menoleh menyapa Mayang yang sudah duduk cantik.

"Halo, Tante," sapa Mayang dengan senyum ramah.

"Halo, Mayang. Kamu cantik sekali," puji Martha.

Bersamaan dengan itu Rama melajukan mobilnya.

Mendengar pujian Martha, Mayang dengan sengaja membuat dirinya menebarkan pesona pada Rama.

"Halo, Mas Rama. Maaf ya merepotkan," kata Mayang.

Rama bersikap sewajarnya kepada Mayang. Dia hanya tersenyum membalas sikap ramah Mayang.

"Oh, iya. Di mana Alya? Dia tidak ikut?"

Suasana mendadak hening. Hingga akhirnya Rama membuka suara. "Hm, nanti Alya menyusul," katanya.

Ucapan itu membuat Martha dan Monik menatap bingung.

"Menyusul? Dia kan lagi sibuk. Nanti kamu ganggu waktu dia lagi!" kata Martha mencari alasan.

"Engga mungikn, Ma. Alya pasti akan mengesampingkan pekerjaannya kok. Dia kan tahu besok Mama akan pulang. Lagi pula, kita makan siang bersama, sementara Alya tidak ikut. Dia kan istri aku, Ma," lugas Rama. Dia sebenarnya tak suka akan sikap ibu mertuanya yang terus memojokan Alya. Dia begitu merasa kasihan karena Alya selalu bersabar dengan tingkah ibu mertuanya.

Martha menatap putranya dengan tidak suka. Dia sengaja merangcang rencana agar Rama bisa PDKT dengan Mayang, tapi sepertinya Rama belum terbiasa dengan keberadaan Mayang.

Hingga beberapa saat kemudian. Rama serta Ibu dan adiknya. Di sampingnya terdapat Mayang yang sengaja duduk di kursi sebelah Rama. Mereka tengah menunggu makanan yang sudah di pesan. Sekaligus menunggu kedatangan Alya.

Rama sibuk dengan ponselnya. Dia mencoba menghubungi Alya beberapa kali tapi tak mendapat jawaban.

"Tuh kan, Mas. Kak Alya itu lagi sibuk sama kerjaannya. Dia pasti gak mungkin datang!" sahut Monik dari kursinya.

Rama mendesah pelan mendapati sikap Monik yang memang sengaja tak ingin menunggu Alya.

"Mungkin lagi di jalan," ujar Rama membela.

Saat itu juga pelayan datang membawakan hidangan. Mayang duduk manis seraya diam-diam mencuri pandang pada Rama yang berada di sampingnya.

"Mas, ikan bakar ini enak banget loh," kata Mayang seraya memberikan satu suapan untuk Rama.

"Eh, iya. Enak banget loh, Mas! Gak salah nih Kak Mayang pilih restoran!" sambung Monik mencicipi.

Mayang begitu senang mendengarnya. Bersamaan dengan dirinya menunggu Rama membuka mulutnya agar dia bisa memberi satu suapan dari tangannya langsung.

"Aaaa..." kata Mayang membuka mulutnya.

Rama merasa tak enak hati melihat sikap Mayang yang menurutnya berlebihan. Tapi Martha memintanya agar Rama bisa menerima kebaikan hati Mayang.

"Kemarin Mayang sudah baik loh mentraktir Mama dan Monik. Sekarang kamu tinggal buka mulut aja biar Mayang bisa siapin kamu!" gumam Martha memberikan sindiran.

Rama merasa ibunya itu terlalu bersikap kenakak-kanakan. Tapi dia adalah seorang pria dan kepala keluarga. Dia tak mau Mayang mendapat sedikit harapan darinya. Bagaimana pun Rama telah memiliki seorang istri yang dia cintai.

"Terima kasih, saya bisa makan sendiri," ujar Rama menolak sendok dari Mayang. Kemudian dia menunduk menatap piringnya sendiri.

Bersamaan dengan itu Alya tiba-tiba hadir di depan meja mereka.

"Maaf. Aku terjebak macet," ujar Alya. Tapi pandangannya seketika membeku saat melihat wanita cantik dengan tatapan yang sulit di artikan tengah duduk di samping suaminya.

"Hai, Alya. Kamu sibuk banget kayanya," sapa Mayang dengan ramah.

Kemudian tatapan Alya beralih pada Mas Rama yang duduk di samping Mayang. Apalagi, tangan keduanya begitu berdekatan. Entah Alya harus menilai apa pandangan di depannya itu. Dia benar-benar cemburu dan marah. Kenapa tidak Martha atau Monik saja yang duduk di samping Mas Rama?

Alya kemudian menarik kursi di samping Monik. Sementara Rama segera bangkit dari duduknya.

"Sayang, kamu duduk di sini ya. Kebetulan aku mau pergi ke luar mau ngerokok," ujar Mas Rama. Niat sebenarnya adalah tak ingin membuat Alya salah paham karena kedekatannya dengan Mayang.

Ucapan Rama itu membuat Martha dan Monik menoleh dengan kompak.

"Sudah, Kak Alya di sini saja sama Monik. Ada yang mau Monik bahas juga," kata Monik mencegah.

Alya yang hendak berdiri pun mengurungkan niatnya. Dia kembali duduk melihat tatapan tajam ibu mertuanya.

Saat Rama beranjak pergi dari meja, Alya menjadi bulan-bulanan tatapan tajam dari tiga wanita di depannya. Ada Mayang yang tersenyum manis dengan tatapan yang sulit di artikan. Sementara Monik dan Martha menatapnya dengan tatapan benci dan jijik.

"Bukannya kamu mau ke pasar kain? Memangnya sudah selesai?" tanya Martha seraya melahap makanannya.

"Belum sempat, Ma. Lain kali saja aku perginya," jawab Alya merasa canggung.

Setelah itu, Mayang duduk mendekati Alya. "Alya, temanku mau kenalan sama kamu. Dia katanya mau di buatkan baju juga untuk gaun ulang tahun anaknya."

Alya berusaha menepis semua tatapan Mayang yang nampak berbeda saat melihat suaminya. "Oh, boleh. Kalau begitu nanti kamu kasih alamat rumahku saja, ya sama teman kamu," katanya.

Mayang tersenyum menyetujui.

"Tuh kan. Senang banget rasanya kalau punya anak," Martha tiba-tiba berceletuk.

Membuat Alya langsung menatapnya.

"Kamu kan tukang jahit profesional. Kalau kamu punya anak, pastinya kamu bakal buatin beberapa baju buat anak kamu. Tapi sayang...."

Alya menunduk sedih sebelum Martha melanjutkan ucapannya.

"Kamu mandul sih!" lanjut Martha membuat hati Alya seketika remuk.

Entah sudah berapa kali Ibu mertuanya itu mengatainya dengan kata kasar. Kali ini, Ibu mertuanya itu kembali membahas kekurangannya di hadapan Mayang. Sosok wanita yang seolah sempurna di mata ibu mertuanya.

"Jika begini terus, apa kamu tidak kasihan pada Rama?" tanya Martha berhati-hati, tapi setiap kata yang di ucapkan ya penuh penekanan.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status