Share

7. Parasit Dalam Rumah Tangga

Alya dan Rama tengah asik berciuman setelah satu Minggu lebih mereka tak bisa bermesraan di rumah selama Martha dan Monik menginap. Tapi kegiatan mereka harus terhenti saat seorang tamu mengacaukannya.

"Mengganggu saja!" gerutu Rama.

Saat Rama akan melanjutkan, ketukan pintu kembali terdengar. Hal itu terpaksa membuat Rama harus menghentikan kegiatannya bersama sang istri.

"Ya, sebentar!" sahut Rama seraya meninggalkan Alya. Sebelum itu, dia kembali mencium istrinya karena belum puas.

Rama sempat menggerutu karena mengira itu adalah kurir paket. "Ganggu aja nih."

Tapi ucapannya langsung terhenti begitu pintu terbuka. Di hadapannya adalah sosok wanita cantik yang menggerai rambutnya. Mayang membawa paperbag yang di pastikan berisi kain yang akan di jahit.

"Mayang?" ucap Rama seraya menyentuh pelipisnya. Dia merasa malu karena dia pikir hanya kurir paket.

"Maaf. Aku ganggu waktu kalian, ya?" tanya Mayang melangkah mundur. Dia mengurungkan niatnya setelah mendengar Rama menggerutu.

"Oh, tidak. Memangnya ada apa? Mau ketemu Alya? Dia lagi masak di dapur," kata Rama seraya membuka pintu.

"Silahkan masuk!" lanjutnya.

Mayang memanglah wanita tak tahu malu yang akan segera mengambil kesempatan jika memang memiliki peluang. Dia melangkahkan kakinya menuju sofa, dan mendengar kebisingan dari arah dapur. Sementara itu dia melihat betapa tampannya paras Rama saat hanya memakai pakaian rumah. Celana denim pendek, dan kaos polos hitam. Serta rambut yang sedikit acak-acakan. Pesona Rama benar-benar membuat janda tanpa anak ini tergila-gila padanya.

Setengah mati dia berusaha membuat Rama menjadi miliknya. Bahkan terkadang Mayang selalu membayangkan rumah tangganya bersama Rama suatu saat nanti. Tapi saat melihat foto pernikahan Rama dan Alya yang terpajang di dinding. Seketika hal itu membuat Mayang kesal. Bagaimana pun dia harus mengganti foto di dinding itu dengan foto dirinya dan Rama.

Saat Rama mempersilahkan Mayang duduk di sofa, saat itu Mayang sengaja menjegal kakinya sendiri seolah-olah agar dia tersandung. Ternyata rencananya berhasil, dan dia tak menyangka saat itu dia benar-benar terjatuh dalam pelukan Rama yang terduduk di atas sofa.

Untuk pertama kalinya, Mayang merasakan jantungnya berdetak kencang. Dia menyentuh otot dada Rama dan menatap jauh ke dalam mata pria itu. Sungguh indah dan mempesona. Mayang benar-benar jatuh cinta pada Rama.

"Mas?"

Suara Alya dengan cepat membuat keduanya tersadar. Rama segera mendorong Mayang yang berada di atas pangkuannya. Kemudian berjalan menjauhi Mayang.

"Aduh. Maaf, Mas Rama! Kaki aku tersandung," ucap Mayang seraya merapikan pakaiannya.

"Lain kali hati-hati," kata Rama yang sedikit kesal. Pasalnya dia merasa tak enak hati dengan Alya. Bagaimana pun istrinya itu menyaksikan pemandangan yang menimbulkan kesalah pahaman.

Alya kemudian berjalan mendekati keduanya. Dia menatap tatapan lain di sorot mata Mayang. Wanita itu sepertinya menginginkan sesuatu yang sudah menjadi miliknya. Setidaknya Alya sudah pernah berhadapan dengan wanita yang beberapa kali mencoba merebut Mas Rama dari hidupnya.

"Mayang, ada perlu apa?" tanya Alya dengan suara tajam. Ekspresinya nampak dingin tak seperti biasanya.

Menyadari perubahan sikap Alya, Mayang segera menunjukan kain untuk di jahit oleh Alya.

"Aku mau buat baju, Al. Seperti biasa. Tolong bantu aku, ya!"

Alya meraihnya, tapi dia kembali memberikannya pada Mayang. Dia sudah bosan saat menyadari bahwa Mayang memiliki niat lain untuk mendekati suaminya. Apalagi, Martha dan Monik secara terang-terangan kalau dia lebih memilih Mayang daripada dirinya. Itu artinya, Mayang memang sengaja mengambil posisinya setelah ibu mertuanya itu memberikan peluang.

"Maaf, May. Saat ini aku lagi gak buka pesanan jahit. Aku lagi sibuk mengerjakan pesanan yang lain," katanya.

"Oh, tidak perlu terburu-buru, Al. Aku bisa nunggu kok," ujar Mayang memaksa. Hal itu membuat Alya yakin kalau Mayang memang memiliki niat lain untuk memasuki rumahnya.

Alya kemudian berdiri di samping Mas Rama, suaminya. "Maaf banget ya, Mau. Aku gak bisa menerima pesanan kamu. Untuk beberapa bulan ini aku akan istirahat dulu," katanya.

Alya sengaja menggenggam tangan Rama di depan Mayang. Semata-mata agar Mayang sadar diri kalau Rama adalah suaminya.

Melihat kemesraan Rama dan Alya, hal itu membuat hati Mayang panas. Meski tersenyum, tapi dia benar-benar bertekad akan memisahkan keduanya. Kemudian Mayang melangkahkan kakinya di hadapan Rama dan Mayang. Dia menebarkan pesona kecantikannya itu hanya untuk Mas Rama.

"Ya sudah, kalau begitu..." ujarnya manja.

"Aku pulang dulu, ya. Maaf sudah mengganggu waktu kalian," lanjutnya dengan senyum ramah.

Alya mengangguk dan menatap Mayang dengan tatapan peringatan. Sementara Rama masih merasa tak nyaman karena kejadian dirinya dan Mayang di atas sofa.

Setelah kepergian Mayang, Alya melepaskan tangannya dan berlalu menuju dapur. Pemandangan yang menyayat hati telah membuat keduanya canggung. Rama menyentuh pelipis matanya, dan berpikir untuk menjelaskannya pada Alya.

"Sayang... Kayanya aku harus menjelaskan apa yang kamu lihat tadi," ujar Rama mengekor Alya.

"Menjelaskan apa, Mas?" tanya Alya tanpa menoleh.

"Itu... Aku takut kamu salah paham. Tadi Mayang memang tersandung, dan kebetulan aku ada di dekat sofa. Jadi, pas dia tersandung, dia jatuh di atas pangkuan aku."

Alya terdiam beberapa saat. Justru dia merasa aneh saat Mas Rama menjelaskan semuanya padanya. Seolah dia telah melakukan kesalahan besar. Seharusnya Mas Rama diam saja, hal itu akan jauh lebih baik menurut Alya.

"Iya, aku mengerti," ucap Alya pelan. Dia benar-benar berusaha menjadi wanita yang harus mengertikan segalanya. Termasuk sikap Ibu mertua, adik ipar, serta sikap Mayang yang dengan kentara menginginkan suaminya.

Di meja makan, Alya dan Rama saling berhadapan. Suasana berubah canggung sejak kedatangan Mayang dengan insiden 'kesandung'. Sebuah kejadian yang benar-benar menimbulkan kesalahpahaman.

"Nonton, yuk?" Rama berusaha mencairkan suasana.

"Ada banyak film bagus akhir-akhir ini," lanjutnya.

Alya menaikan dagunya setelah lama menunduk. Dia menatap mata suaminya yang selalu memberikannya perhatian dan kasih sayang. Dia seharusnya mempercayai Rama, tak seharusnya dia merasa ketakutan akan wanita idaman lain hanya karena dirinya tak bisa memiliki keturunan. Alya seharusnya percaya kalau suaminya itu benar-benar mencintainya, dan tak akan meninggalkannya begitu saja.

"Boleh, kapan?"

Rama tersenyum melihat istrinya kembali berbicara dengannya. "Bagaimana kalau sore?"

Alya mengangguk dengan senyum tipis.

Sore itu, menjadi hari yang berkesan bagi Rama dan Alya. Mereka seperti kembali ke masa-masa pacaran mereka dulu. Rama bahkan memperbaiki rambut Alya yang menutupi matanya.

"Istriku yang cantik," pujinya saat mereka berjalan di mall. Sedang keduanya memegang segelas minuman cup.

"Malu di lihat orang!" tegur Alya menjauhkan tubuhnya.

Rama justru menarik pinggang Alya. "Memangnya kenapa? Biarkan saja. Kita kan suami istri," ujarnya.

"Tapi, kan mereka tidak tahu hubungan kita seperti apa."

Rama kembali membelai rambut istrinya. "Mengapa harus mendengarkan penilaian orang lain? Mereka tidak tahu apapun tentang kita. Jangan pernah memikirkan penilaian orang lain. Karena kamu tidak bisa menjelaskan satu persatu kepada mereka."

Ucapan itu membuat Alya berpikir dan mengerti. Bahwa dia begitu bersyukur memiliki suami seperti Mas Rama. Pria yang di nikahinya selama lima tahun itu sangat dewasa dan bijaksana. Alya bersumpah kalau dia begitu berterima kasih karena Tuhan telah mengirimkan Rama ke dalam hidupnya.

Setelah selesai menonton. Keduanya menuju basement hendak pulang, tapi sebelum itu Alya meminta izin pergi ke toilet.

"Sebentar ya, Mas. Aku kebelet banget, nih!" seru Alya seraya menjauhi mobil Rama yang terparkir.

"Yaudah, aku tunggu di sini, ya?"

Alya mengangguk sebelum akhirnya pergi.

Tepat saat Alya pergi meninggalkan basement, saat itu Rama mendengar suara keributan di salah satu mobil. Rama menyipitkan matanya saat melihat sosok yang dia kenal.

"Mayang? Kenapa dia?"

Rama melihat Mayang tengah bertengkar dengan seorang pria. Bahkan pria itu mencoba untuk menyakiti Mayang. Mayang keluar dari mobil setelah berhasil melawan pria itu. Tepat saat itu dia melihat Rama dan berlari ke arahnya.

"Mas Rama!" panggil Mayang yang sudah babak belur. Rambut dan pakaiannya berantakan karena ulah pria di dalam mobil.

"Kamu kenapa, May?" tanya Rama seraya menyentuh kedua pundak Mayang.

"Tolong aku, Mas! Tolong aku! Bawa aku pergi dari sini! Cepat! Aku mohon!"

Rama bingung bercampur panik. Pasalnya dia juga sedang menunggu Alya yang sedang pergi ke toilet.

"Aku pergi sama Alya. Dia lagi pergi ke toilet!" katanya.

Mayang sudah berurai air mata. Dia begitu ketakutan saat pria di dalam mobil berteriak memanggil namanya seraya membawa sebilah pisau.

"Mas! Dia ke sini untuk membunuh aku, Mas!" ujar Mayang ketakutan. Dia bersembunyi di belakang tubuh Rama meski pria itu mengetahui keberadaannya.

"Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Tolong aku. Aku mohon! Nanti aku akan telepon Alya untuk menjelaskan semuanya!"

Meski bingung, tapi Rama memilih apa yang terbaik. Yaitu membantu Mayang pergi dari pria yang mengincarnya. Rama kemudian membuka pintu, dan meminta Mayang masuk ke dalam mobil.

Sebelum pergi, Rama sempat menoleh ke sekelilingnya mencari sosok Alya, tapi tangisan Mayang cukup membuatnya panik. Apalagi pria yang membawa pisau itu sudah berada di dekat mobilnya.

"Ayo, Mas! Cepat nyalakan mobilnya!"

Bersamaan dengan itu, Alya baru saja memasuki basement, dan melihat mobil Rama berlalu meninggalkannya. Dia pikir dia salah melihat, tapi Alya hafal betul nomor plat mobil milik suaminya itu. Alya berlari sambil memanggil nama suaminya.

"Mas Rama! Mas!" teriaknya.

Tanpa Alya sadari, sesosok pria yang di selimuti kemarahan tengah menatap kehadirannya. Pria itu menyembunyikan pisau di belakang punggungnya, dan menatap Alya yang masih memperhatikan mobil Rama yang sudah menjauh.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status