Share

Part 17 Failed Dinner

"Berantem hebat ya?" Asha seolah bisa membaca raut wajahku.

"Iya Mbak, biasalah..." Aku senyum tipis. Perasaanku amat tidak enak untuk menceritakan permasalahan ini dengannya, terlebih ia juga bagian dari keluarga Randi. 

"Jujur, dulu selama ada di rumah suamiku ya sama kayak kamu juga. Apapun yang aku lakukan tuh gak disukain sama Airin, dia sebagai adik tapi ngatur, adu dombanya bukan main...." Asha menceritakan secara detail apa yang terjadi. Justru buatku diam tidak bergidik untuk menyimak apa yang terjadi.

"Ya menurutku, kamu akan terus seperti ini ya jika masih tinggal bersama Airin. Apalagi Randi putra tunggalnya, wah sudah pasti gak kebayang kamu makan hatinya gimana....." Ungkap Asha yang menaruh simpati kepadaku.

"Mbak......" Aku meneteskan air mataku, seolah ingin mengungkapkan semua yang aku rasakan setelah pernikahanku terjalin.

"Kamu bisa cerita kok sama aku. Karna kondisinya aku juga pernah ada diposisimu...." Asha coba menenangkanku.

"Aku gak bisa keluar dari rumah itu Mbak. Aku terkunci di dalamnya...."

"Kamu buat perjanjian juga?" 

Asha gak cuma tau perkara rumah tanggaku tapi juga tau tentang perjanjian yang sedari awal aja sebagai landasan hubunganku dengan Randi saat ini.

"Mbak kok bisa menebak seperti ini?" Aku langsung mengelap tetesan air mataku, karna jelas saja menarik untukku tau.

"Hahaha sayang, aku juga seperti itu. Keluarga Airin tidak akan pernah melepaskan anggota keluarganya kepada orang yang kayak kita, kecuali dilandasi dengan perjanjian gila...."

"Tapi kenapa Mbak bisa keluar dari rumah itu?" 

"Suamiku melepaskan hartanya, dan tidak kebagian bahkan 1 rupiah pun......"

"Ha?" Aku tidak bisa berekspresi dan menungkapkan kata-kata lagi selain ini......

Sesaat makanan kami dihidangkan, Asha menahan mulutnya untuk menceritakan lebih detail.

Setelah makanan tersaji di depan kami, aku mulai makan dan mendengarkan kelanjutan dari cerita Asha.

"Iya, gak mungkin aku bisa cukup tenang kalo gak karna suamiku melepaskan semua hartanya. Aku pun bisa kerja disana karna memang udah terlanjur kan. Ya intinya papa Airin bisa memisahkan antara urusan keluarga dan ranah profesional.

"Se-rapi itu?"

"Yes, tapi yang melakukan ritual gila memang cuma Airin sama Roger. Suamiku gak ikutin sih. Bisa dibilang ritual itu adalah tradisi bagi mereka. Intinya yang mau aku sampein sekarang tuh kamu harus hati-hati. Kalo ada hal yang sudah buat kamu gak nyaman, kamu bisa hubungi aku ya...." Jelas saja kalimat Asha ini membuatku khawatir dan takut. Hal gila yang mungkin tidak pernah aku pikirkan sebelumnya kini fakta itu terkuak dengan sendirinya, gimana bisa aku gak khawatir.....

****

Aku kembali ke kantor dengan keadaan cemas. Mengingat jam berputar dengan cepat, dan nanti tiba di rumah. Entah rasanya rumah bukan lagi tempat ternyaman untukku, padahal dulu sebelum menjadi istri Randi, rumah tante Alexa adalah tempat pulangku. Aku merasa nyaman di rumah karna begitu jelas terlindungi. Tapi semenjak tinggal di rumah mewah Randi, itu semua berasa sirna. Sudah tidak ada lagi kebahagiaan yang aku dapatkan.

Jam berputar dan waktu tengah menunjukkan pukul 16.00 yang artinya sudah harus pulang. Belum lagi besok adalah weekend entah bagaimana nasibku besok.

Aku menelusuri lobi untuk mencapai titik poin taksi. Tiba-tiba dari belakang ada yang menyentuhku.

"Ayo...." Seseorang menyapaku dengan sentuhannya. Ku menoleh ke belakang.

"A.. ada apa....." Aku kaget. Jelas saja perasaanku sudah merasa tidak enak sekarang. Rasa curiga Randi yang semakin besar kepadaku terang saja membuatku kehilangan rasa percaya darinya.

"Gue mau ngajak lo dinner kan...." Pria itu menjelaskan, seolah mengulang apa yang ia inginkan tadi pada saat menghubungiku.

"Gak bisa kita ngobrol disini aja?" 

"Gue udah reservasi tempat Claire....." Pria ini sangat rapi, ia mengenakan jas hitam berbalut dalaman putih dengan rambut klinis yang masih terlihat rapi.

"Ta... tapii gue gak bisa lama-lama Ar...." 

"Jam berapa?" 

"Jam 6 gue sudah harus pulang....."

"Buset, dulu rasanya lo gak se-strict ini Cle. Udah berasa punya suami ya sekarang...." Ia tertawa pelan.

"Andaikan lo tau sekarang status gue bukan gadis lagi, Ar..." Batinku.

"Lo nangis?" Ia menatap mataku utuh.

"E...enggak..." Aku menundukkan pandanganku lagi. 

"Yaudah ayo deh, entar keburu macet malah jadi gak bisa kamu pulang jam 6..." Jailnya.

Ia berjalan pelan disampingku. Perasaanku campur aduk pada saat jalan dengannya, entah karena perasaan lama muncul kembali atau karena memang aku gak nyaman karna kini statusku sudah menjadi istri orang lain pada saat yang bersamaan.

"Cle, Randi suka ya sama kamu?" 

Di tengah huru-hara kemacetan Jakarta di jam pulang kantor ini, ia mengajakku berbicara dengan topik Randi, Randi, dan Randi.

"Gak tau. Kenapa memangnya?" Aku meliriknya.

"Ya dia kayaknya suka sih sama kamu. Abisnya gelagat dia aneh banget setiap aku nanyain kamu, dianya bete. Tapi gak tau deh dia tau atau enggak gue balik cuma karna mau nemuin kamu aja...."

"Ha maksudnya gimana? Kalimat terakhir yang lo bilang...."

"Iyaaaa, gue rela-relain pulang kesini cuma mau nemuin kamu...." Ungkapnya sembari tersenyum tipis dan melirikku dari kursi kemudinya.

"Sepenting itu kah yang lo mau sampein ke gue?"

"Sangat penting Cle. Ini urusannya udah dunia akhirat..."

Gila. Jelas saja jantungku sudah berdegup gak karuan. Kali ini aku gak salah tebak lagi, sudah jelas ia mau memintaku jadi istrinya. Aku semakin gelisah dan gak nyaman. Aku gak mau sampe dia mengungkapkannya kepadaku, karna aku gak tau apa yang harus ucapkan untuk menolak lamarannya.

"Cle, kenapa?"

"Kenapa emangnya?"

"Iya, kok kamu diam aja gak meresponku..." Ia melirikku.

"Kok kamu pucat, kamu gak enak badan atau kenapa?" Raut wajahnya menatapku. Ia meminggirkan mobil.

"Kenapa berhenti?" Tanyaku.

"Kamu pucat banget Clee. Atau kita mau ke rumah sakita aja?" Ia memberikan opsi. Aku terdiam.

"Ar, boleh gak aku turun disini aja?" Aku memberikan tawaran baru lagi kepadanya. 

"Kenapa? Lo mau kemana? Wajah kamu tuh pucat banget, gimana bisa aku ninggalin kondisinya begini...." Ia terlihat panik dengan kondisiku.

"Ar, maaf tapi gue harus pulang, kayaknya anemia gue kambuh...." Aku membuka pintu mobil Arsy. Langsung berlari ke arah taksi yang tengah terparkir.

Jelas saja Arsy langsung mengejarku, namun ia sudah membuat pengemudi lainnya kesal karna parkirnya yang menganggu pengemudi lain. Jadinya langkah ku pun tidak terkejar olehnya.

"Pak, cepat ya langsung aja jalan..." Pintaku kepada sang pengemudi taksi. Aku menoleh ke arah belakang jelas saja mobil Arsy mengikutiku.

"Duh gimana ya, dia ngikutin......" Batinku.

Aku menoleh lagi ke belakang dan masih tepat di belakang mobilku adalah mobil Arsy.

"Pak, bisa gak ya kita lolos dari mobil belakang?" 

***

"Sial!!! Jejaknya hilang!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status