"Cle, kamu mau nurut sama aku gak kali ini?" Randi perlahan mendekatiku yang sedang kalut atas paksaan dan rampasan hidup yang dibuat oleh Airin.
"Mau apa lagi, Mas? Rasanya semua hal yang aku lakuin juga sia-sia. Mama kamu tetap ingin kita cerai. Dengan kamu narik aku kesini, cuma untuk ngulur waktu aja kan? Karena faktanya yang diinginkan mama kamu tuh tetap saja bukan aku...." Aku coba mewaraskan semua hal yang ada di hadapanku. Rasanya air mata pun sudah gak sanggup lagi menetes."Kali ini aja, sayang. Kamu mohon mohon sama mama buat batalin semua keinginannya. Aku juga bakal ngelakuin hal yang sama....""Mas......" Aku mendongakkan kepalaku, sorotan mata kami saling bertemu."Tolong kali ini aja.. Aku mau mempertahankan kita, Claire, dan aku harap kamu juga punya hasrat yang sama....""Gak ada jaminan hati mama terketuk, Mas. Semuanya bakal sia-sia aja...." Aku sudah sampai di titik nyerahku. Rasanya sekarang jika boleh langsung Randi menalakku, aku langsung menerimanya. Luka batin yang Airin buat terhadapku sudah teramat dalam."Tapi kamu belum coba. Aku janji, aku bakal melakukan hal yang sama juga, dengan apapun caranya...." Randi masih coba untuk meyakinkanku."Cara satu-satunya cuma dengan kita pisah rumah dari sini....""Sayang....." Randi mendengus."Aku udah cape, Mas. Dari awal, aku berjuang sendiri untuk bisa diterima di keluarga kamu, tapi nyatanya apa???"Randi terdiam. Rasanya sudah jelas penolakanku terhadap maunya Randi yang ingin aku memohon kepada Airin. Rasanya sudah cukup apa yang ku lakukan, tetap saja pada akhirnya aku masih menjadi sosok asing di rumah ini.Randi berjalan cepat, membuka pintu kamar, dan sedikit membantingnya.***"Ma.. Aku gak mau cerai dari Claire!" Randi sedikit membentak ibunya yang masih sibuk dengan dokumen-dokumen perceraian dihadapan pengacara bayarannya."Sudahlah Randi. Masih banyak perempuan lain yang jauh lebih baik dari dia. Kita gak selevel sama dia. Oh ya, di depan ada Natalie tuh..." Airin melirik langkah kaki perempuan yang baru saja memasuki ruang tamu."Gak Ma. Aku gak mau, mama paksa aku atau aku ninggalin rumah sekarang juga?" Randi pada akhirnya berani membuat ancaman."Kamu sekarang sudah berani ancam mama?" Airin menghempaskan dokumen yang berada di tangannya, menatap mata Randi begitu tajam yang terlihat jelas raut kekecewaaan atas ancaman sang anak."Aku gak ngancem, aku cuma mau Claire titik." Randi langsung beranjak ke afas lagi menuju kamar. Sementara Natalie yang baru datang dan berada di dekat Airin tidak mampu bergidik.***"Kemasin barang kamu, kita pindah sekarang juga!" Randi tiba-tiba memasuki kamar lagi dengan perintah yang buatku kaget."Ha?""Iya. Aku sudah coba negosiasi dengan Mama untuk pertahanin kamu tapi percuma. Jadi, kalo Mama gak bisa beri apa yang aku minta, ya sudah selayaknya kan aku keluar?"Aku gak bertanya lebih detail lagi tentang percakapannya dengan Airin, bagiku memang inilah jalan yang terbaik untuk pergi dari rumah ini demi mempertahankan rumah tanggaku.Aku mulai mengemasi semuanya, termasuk juga pakaian Randi. Meski ia yang tadi mengajakku untuk pergi, tapi jelas terlihat dari binar matanya yang terus gelisah meninggalkan rumah mewah ini.Semua barang sudah rapi, dan tinggal dibawa saja ke dalam mobil. Terdapat 3 koper besar yang berisi pakaianku dan Randi serta pernak pernik lainnya."Mas, sudah selesai. Mau langsung dibawa ke mobil?" Aku coba menegurnya yang masih berada di balkon."Yaudah ayo Claire. Kamu tetap harus pamit baik-baik dengan mama ya..." Ia mencoba tegar walaupun aku tau, dia sedang tidak dalam kondisi baik meninggalkan ibunya.Aku berjalan dengan membawa 2 koper di tangan kanan dan kiriku, menuju lift yang berada di ujung sana. Terdengar suara riuh dari bawah,"Sepertinya pesta Airin lagi. Setiap hari kegiatannya banyak juga...." Batinku."Mas, mama lagi ada pesta?" Aku menoleh ke arah Randi yang berada di belakangku."Iya, arisan.""Gimana kita pamitnya?" Tanyaku."Nanti pas kita sampai basement, aku bisa telfon kok mama dan papa terus bilang deh kalo kita mau cabut..." Ucap Randi.Aku mengangguk pelan, menyetujui apa yang ia maksud.Sesampai di parkiran, Randi membukakan pintu mobil sedannya untuk mulai memasuki satu per satu koper, lalu mengambil ponselnya dan menghubungi Airin.Di tengah obrolan Randi, aku melihat terdapat sebuah mobil sport hitam yang dikendarain oleh seorang wanita gak begitu asing. Wajahnya begitu familiar ada di dalam ingatanku. Wanita tersebut membuka pintu mobilnya dan berjalan pelan melewatiku."Tante Sophia???" Sontak aku langsung mengingat satu nama.Wanita muda dengan postur tubuh seksi dan pakaiannya yang membentuk tubuh pun langsung menoleh ke arahku.Ia mengernyitkan dahinya, melihatku dari atas sampai bawah.Aku tersenyum kepadanya, dan berjalan pelan menujunya."Tante, ingat aku?" Aku mencoba mengembalikan ingatannya lagi tentangku.Ia kembali menyipitkan lagi matanya dan menggeleng pelan tanpa suara."Tante, ini aku Claire anaknya Aleta...." Aku masih dengan menatapnya sungguh-sungguh, berharap ia pun masih ingat dengan almarhumah mama."Aleta?? Kamu Claire?" Matanya melalak. Bibir mungilnya kini terbuka berbicara."Iya Tante. Apa kabar, Te? Yaampun udah lama banget!!!" Aku mendekatinya dan memeluknya."Sayang, yaampun kamu sudah segede ini ya manalah tante ingat. Astaga......" Balasnya.Ia sahabat karib mamaku. Ya bisa dibilang kemana mana tuh selalu bareng, sampe-sampe arisan juga selalu barengan, dan mirisnya mama papa menghembuskan nafas terakhirnya ya di lokasinya ada tante Sophia. Ia tau persis tentang keluargaku."Claire, kamu ngapain disini? Kenal sama Airin juga sampe ikut arisan?" Dugaan Sophia memang tepat. Ya siapapun yang menjadi dia disini juga pasti mengatakan hal yang sama. Gak mungkin ada yang nyangka kalo aku adalah menantu tunggal keluarga Smith dan Airin, jelas mustahil."Sayang, ayo.." Randi memanggilku spontan."Eh sayang? Kamu anaknya Mba Airin kan ya?" Sophia langsung menunjuk Randi."Sebentar, jangan bilang kamu....." Sophia mencoba menghubungkan dugaan baru."Iya Tante...." Aku seolah paham apa maksud dari kalimatnya."Claire????" Jelas ia kaget, dan memang wajar karena aku dari orang biasa sementara Randi orang yang luar biasa."Kok aku bisa ga tau kalo kamu menantunya Mba Airin. Padahal sudah beberapa ada party disini, kenapa kamu gak pernah ikutan?""Eh eh wait dan terus ini kamu mau kemana? Sebentar lagi pesta bakal dimulai loh. Masuk dulu aja ayo... Gimana sih ini Mba Airin punya menantu cantik begini kol disembunyikan...." Celoteh Sophia."Eh engga-engga, Mba. Aku memang mau pergi dulu sama Randi ada hal yang perlu aku urus....""Oke deh, ini kartu nama aku, nanti kamu langsung hubungi ya. Ada hal yang sepertinya perlu kamu tau juga....""Tentang kematian kedua orang tua kamu....."Aku memasuki mobil Randi dengan penuh pertanyaan, mengapa tante Sophia menyebutkan tentang kematian orang tuaku, bukankah sudah jelas mereka kecelakaan? "Claire, pakai seatbeltnya. Kamu kenapa bengong gini?" Randi seolah memperhatikanku dari tadi."Eh maaf..." Tanganku langsung mencari sabuk pengaman itu dan langsung ku tancapkan di penutupnya."Kamu mikirin apa? Harusnya kamu senang dong karna kita mau keluar dari rumah sekarang...""Tante Sophia tadi menyebut tentang orang tuaku...." "Astaga Claire, udah ah jangan dipikirin. Lagian kematian orang tua kamu kan juga sudah lama, apalagi yang mau dibahas?" Randi di sisi yang berbeda dariku.Aku diam, mengabaikan komentarnya."Udah pokoknya kamu jangan mikirin apapun. Aku berjuang sejauh ini untuk kamu...." Tambahnya lagi.Ia mulai menancapkan mobil dari balik basement ini menuju gerbang tinggi yang menutupi rumah megahnya. "Den, maaf gak boleh keluar...." Cegah dua orang satpam yang berada di depan gerbang menghentikan laju mobil kam
“Sampai kapanpun aku tidak akan pernah memberikan restu kepada wanita rendahan seperti dia.” Bentak pria paruh baya sembari menatap matanya ke arah jendela besar di gedung pencakar langit.“Pa, apa masalahnya sih sampai Papa dan Mama sulit menerima Claire?” Randi dengan suara yang tidak kalah kerasnya sesekali memukul meja yang berada di samping tubuhnya. Sementara aku terus berusaha menenangkan Randi yang sedang terpacu emosi.“Nak, kami sebagai orang tua tentu mau yang terbaik untuk kamu. Claire sudah jelas tidak sederajat dengan kita, lantas, apa kata kolegamu?” Wanita paruh baya dengan rambut pendek berwarna merah menjelaskan dan memberikan pengertian kepada anak lelaki tunggalnya yang kini penuh dengan amarah atas penolakan kedua orang tua terhadap aku tepat di depan hadapan dan mataku.“Dan kamu Claire, tolong mengerti bahwa kami ini adalah keluarga terpandang. Kamu harusnya sadar diri posisimu hanya sekretaris dari keluarga rendahan!” Tegas Mama Randi dengan menatap sinis ke ar
“Kan Tante juga tahu, aku menjalin hubungan sama Randi bukan baru-baru ini aja, melainkan sedari jaman kuliah. Aku juga sudah berusaha untuk memberi pengertian kepadanya tentang status sosial kami, namun nyatanya ia terus memberiku kekuatan dan keyakinan agar kami bisa menerjang restu orang tuanya.” Terangku dengan mata yang mulai terbayang kaca-kaca.“Aku paham sayang. Randi juga anak yang baik untuk kamu dan keluarga ini. Tapi, dengan gap sosial yang begitu jauh pasti akan susah kalian bersama, Cle. Aku juga sama sekali gak melarang kamu untuk menjalin kasih dengannya, namun cinta yang kamu punya untuknya hanya membuatmu sakit aja, sayang.” Tante yang tadi duduk berhadapan denganku, kini berpindah berada di sebelahku dan mengusap bahuku seolah menenangkan.“Aku sudah gak tau harus melakukan apa, Te......” Air mataku yang tak tertahan airnya tumpah sembari mengingat bagaimana perlakuan kedua orang tua Randi yang begitu kasar terhadapku.“Tadi Randi mengajakku bertemu kedua orang tuan
Deg……“Nyawaku terancam?” Gejolak batin penuh dengan pertanyaan kala Roger berkata demikian kepadaku. Namun dalam hatiku selalu yakin mereka pada akhirnya mereka akan baik kepadaku, akan luluh kepadaku, serta akan bersikap sayang kepadaku sebab hanya aku menantu perempuan satu-satunya yang mereka miliki.Lalu, acara sungkeman ini berlanjut kepada Tante Alexa yang sedari tadi telah tersenyum bahagia menyaksikan acara pernikahanku bersama pria yang selama ini ada di hidupku, Randi.Ia langsung merangkul kami berdua seraya berkata,“Randi, Claire selamat atas pernikahan kalian ya. Gue bangga banget sama kalian sampai di titik ini. Semoga pernikahan kalian bahagia, walaupun jalannya terjal, badai atau apapun nanti tetap sama-sama ya. Randi, tolong jagain keponakan tante yang cantik ini ya, dia kesayangan papinya jadi jangan pernah sakiti dan sia-siakan Claire.” Pinta Alexa sembari meneteskan air matanya.“Thank you Te, pasti akan aku jaga sebaik mungkin kok Clairenya. Claire juga tuh Te
“Di, di kondisi saat ini dan kamu masih mengingatkanku tentang poin perjanjian itu?” Tegasku yang sedikit berontak dengan apa yang sudah ia katakan.“Claire, kamu sudah menyetujuinya kan?” Tanyanya singkat sembari mengambil tanganku yang masih gemetaran.“Tapi di bawah masih kacau, gak apa-apa aku aja yang ambil sendiri..” Ucapku yang masih mengontrol emosiku dengan membantah apa yang diperintahkan Randi.“Ya sudah tapi jangan sampai ketahuan mama atau papa ya, kamu lewat pintu belakang saja mutar.” Sarannya.Setelah Randi menyetujui saranku, aku berjalan menuju halaman belakang merogohkan tanganku pada saku rok yang ku kenakan. Mulai ku buka layar ponsel ini dan menuju aplikasi makanan online. Satu per satu menu ku buka dan ku masukkan ke dalam keranjang makanan.“Udah jadi pesan makanannya?” Dari arah belakangku terdengar suara pria yang beberapa detik kemudian merangkulku.“Ini sedang pesan Mas, kamu mau makan apa?” Aku menoleh ke belakang sembari melihatnya yang tengah tersenyum
“Kamu gak pernah cerita ya sama aku tentang keluarga kamu secara keseluruhan gini.” Isak tangisku pecah.“Claire maaf, aku pun gak kepikiran juga perihal ayam bakar buat mereka semarah itu.”“Tapi harusnya kamu bisa cerita, bisa bilang apa yang gak pernah kamu makan, apa yang gak mereka suka, harusnya kamu bilang!” Teriakku di dalam kamar pengantin yang tanpa ada hiasan apapun.“Oke oke, tenang dulu. Oke, aku salah.” “Gitu aja?” “Kamu makan dulu ya, aku ambilin piringnya sebentar.” Randi berusaha membujukku.“Udah gak perlu. Kamu bisa keluar sebentar gak Di?” Pintaku.“Kenapa? Ini juga kamarku, kan?”“Aku butuh waktu sendiri dulu.” Desakku.“Oke, aku keluar dulu. Claire tolong jangan berpikir terlalu jauh ya.” Ia mengingatkan kembali sebab ia amat paham bagaimana aku bisa berpikir yang berlebihan.Ia keluar dari dalam kamar, diikuti oleh diriku yang mau langsung mengunci kamarnya ini. Setelahnya aku kembali ke atas ranjang yang tanpa hiasan apapun untuk mencirikan adanya pengantin b
"Claire jelas saja menoleh ke arah samping kanan tempat dimana beberapa lift terletak disana."Samar-samar pria itu datang dan menghampiriku. Pria itu tinggi, dengan tubuh proporsional dan kemeja navynya serta sinar matanya yang sangat familiar diingatanku."Lo ngapain disini?" Sekali lagi ia menorehkan senyumannya kepadaku."Eehh... Lo Arsy?" Aku coba mereka ulang ingatanku yang sebenarnya juga gak mungkin aku lupakan, karena ia sempat tertulis dalam catatan harianku dulu."Hahaha iya ini gue Cle. Siapa lagi kalo bukan gue? Gue gak ada kembarannya, tenang aja..." Ia membalasku dengan tertawa."Hahahaa gak nyangka aja bisa ketemu lo disini Ar. Gue pikir lo gak akan balik ke Indonesia lagi setelah betah di Norway sana.." Celetukku sembari memegang laptop tempat semua data yang mau dipresentasikan tersimpan."Panjang ceritanya, entar aja kita agendakan buat ngobrol lagi. Gue ada meeting nih.." Ia pamit dan melangkah pergi tepat dihadapanku dengan meninggalkan senyuman yang masih sama se
"Mas, sudah pulang, Ma?" Aku coba mencairkan suasana dan sangat berusaha untuk akrab dengan mertuaku ini."Ya sudah, kamu darimana aja jam segini kok baru pulang...." Ia masih terus sibuk mengusap vas bunganya dan sesekali menatap sinis ke arahku yang masih berdiri di depan pintu."Maaf Ma, tadi nunggu taksinya lumayan lama. Aku permisi naik ke kamar dulu ya Ma..." Pamitku, memastikan nada bicaraku sudah amat rendah.Ia hanya mendiamkanku, dan aku langsung saja bergegas untuk menaikkan satu per satu anak tangga. Tepat di ujung sana dekat balkon itu adalah kamar suamiku, Randi."Kok lama banget sayang? Macet?" Randi yang baru saja habis mandi, masih dengan handuknya lantas langsung menegurku."Udah selesai mandinya? Pakek baju dulu gih sana.." Aku membalikkan badanku, masih canggung rasanya melihat Randi dengan dada terbuka seperti itu."Aku nanya duluan..." "Macet juga, tapi lebih parahnya karena taksi yang ku order terlambat datangnya." Aku masih dengan membalikkan tubuhku dari waja