“Di, di kondisi saat ini dan kamu masih mengingatkanku tentang poin perjanjian itu?” Tegasku yang sedikit berontak dengan apa yang sudah ia katakan.
“Claire, kamu sudah menyetujuinya kan?” Tanyanya singkat sembari mengambil tanganku yang masih gemetaran.“Tapi di bawah masih kacau, gak apa-apa aku aja yang ambil sendiri..” Ucapku yang masih mengontrol emosiku dengan membantah apa yang diperintahkan Randi.“Ya sudah tapi jangan sampai ketahuan mama atau papa ya, kamu lewat pintu belakang saja mutar.” Sarannya.Setelah Randi menyetujui saranku, aku berjalan menuju halaman belakang merogohkan tanganku pada saku rok yang ku kenakan. Mulai ku buka layar ponsel ini dan menuju aplikasi makanan online. Satu per satu menu ku buka dan ku masukkan ke dalam keranjang makanan.“Udah jadi pesan makanannya?” Dari arah belakangku terdengar suara pria yang beberapa detik kemudian merangkulku.“Ini sedang pesan Mas, kamu mau makan apa?” Aku menoleh ke belakang sembari melihatnya yang tengah tersenyum kepadaku.“Kamu pesan apa dulu?” Ia justru melemparkan pertanyaan kembali.“Ini ayam bakar aja kali ya Mas. Mas?” Randi melepaskan rangkulannya dan berjalan beberapa langkah duduk di hadapanku tepat berada di kolam renang berukuran 4x10 meter.“Boleh deh, aku ikut pesanan kamu aja sayang.” “Mama sama papa mau juga gak ya Mas?” Tanyaku bergidik pelan.“Boleh beliin aja deh, entar kalo mereka mau kan tinggal makan aja.”“Mas, mama papa gimana?” Tanyaku lagi sembari menyentuh tulisan order pada layar ponsel.“Apanya?”“Mama masih marah gak ya sama aku?” “Udah jangan dipikirin, mama tuh tipe orang yang udah sekali aja marahnya tapi ya gitu marahnya meledak-ledak, jangan dimasukkan ke dalam hati ya sayang.”“Mas…” “Hmm? Apa sayang? Apa yang ganggu pikiran kamu?” Ia seolah paham ada yang ingin aku sampaikan.“Kita gak bisa tinggal di rumah sendiri ya?” Aku ragu-ragu mengungkapkannya sebab tentu saja jawabnnya tidak.“Claire….” Ia menatapku tajam sambil memajukan kursinya sehingga wajahnya berjarak dekat dari wajahku.Sontak saja aku yang memundurkan kursi ini. Namun, ia justru menarik tanganku dan mencium lembut pipiku.“Aku tahu dan paham banget kondisinya kini kamu sangat gelisah atas hal yang terjadi tadi. Tapi tolong ya sayang, kita sama-sama bisa komitmen untuk masa depan rumah tangga kita. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin meminta restu dari orang tuaku, dan mereka hanya meminta kamu untuk tinggal disini bersama mereka dan aku, jadi tolong banget bisa kamu pahami hal ini.” Terangnya sembari menggenggam erat tanganku yang kini berada dipangkuannya.Tanpa sengaja pula air mataku menetes, entah apa yang aku pikirkan hingga sampai berani berbicara seperti ini dihadapannya, padahal sudah amat jelas hal ini tidak mungkin terjadi. Namun, wanita mana yang bisa tahan atas perlakuan mertua seperti Airin dan Roger? “Perjanjiannya sama sekali gak bisa tersentuh, Mas?”“Sayang mungkin inilah sebagai risikomu menikah dengan ku, tapi aku janji ini tidak akan menyakitimu sedikit pun. Aku selalu ada disampingmu kan?” Ia mencoba terus meyakiniku dengan semua hal yang ku pikirkan kini.“Sudah jangan sedih gitu dong, semangat menghadapi sikap ketus mama dan semangat juga untuk mengambil hati mama ya.” Ia mengecupku sekali lagi.Selang sepuluh menit kemudian setelah aku dan Randi saling berbicara dan ia yang masih terus memberi keyakinan kepadaku bisa menghadapi Airin, tiba-tiba dering telepon di meja depanku berbunyi.“Mas, sebentar aku angkat dulu.” Randi hanya menganggukkan kepalanya.“Ya Pak, sebentar saya keluar dulu, tolong Bapak jangan mendekat ke pagar ya, saya akan kesana.” Ucapku sembari menatap mata Randi yang sedari tadi melihatku.“Siapa sayang?” “Ini ojek onlinenya sudah sampai di depan rumah Mas, aku ambil sebentar ya.” Aku berdiri bersiap untuk mengambil makanan yang telah sampai.“Biar aku aja sayang.” Ia berinisatif sendiri.“Udah gak apa-apa Mas, aku aja. Mas disini aja nanti aku ambil piringnya sekalian.” Dengan cepat aku langsung berjalan menuju pagar utama namun kali ini harus mutar terlebih dahulu agar tidak sampai ketahuan oleh mertuaku.Dengan jalan yang sedikit berhati-hati, aku sampai di taman halaman depan, terlihat pos satpam sudah ada penjagaan yang amat ketat dari satpam di depan ini tentu saja ditambah wajahnya yang galak membuatku harus lebih bersikap natural agar tidak dicurigai apapun olehnya.Aku berjalan pelan melewati pos satpam tersebut berharap ia tidak melihatku.“Nona Claire, mau kemana?” Ia berteriak sontak mengejutkanku.“Eh Pak… Saya mau ambil makanan di depan ojek onlinenya sudah sampai.” Aku berbalik menuju pos satpam.“Biar saya aja yang ambil.” Ia berdiri dan keluar dari ruangannya.“Gak apa-apa, Pak?” Aku memastikan lagi.“Iya ini sudah menjadi tugas saya, sebab saya diperintahkan agar Nona Claire tidak keluar dari rumah ini dulu.” Jawabnya dengan tegas.“Oke, baik Pak. Saya tunggu disini ya.” Sembari ku duduk tepat di depan meja satpam. Sementara satpam dengan postur tubuh tegap ini membuka pagar untuk melihat keberadaan ojek online yang sudah ku minta melipir di samping pagar rumah gedong milik Roger.***“Bawa makanan dari mana kamu?” Bentak Airin.“I.. ini Ma, tadi aku pesan makanan online sama Randi.” Jawabku pelan sembari menunduk.“Wah hebat banget ya kamu. Sudah merasa nyonya banget disini?” Sindirnya lagi.“Aku lapar Ma….” Tidak ada yang bisa ku katakan lebih panjang lagi, sebab air mataku tak tahan terbendung dengan semua perkataan kasar Airin padahal belum satu hari aku berada di dalam rumah ini.“Makanya jangan banyak tingkah, sekarang kan jadi susah sendiri. Bahkan, papa Randi pun jadinya gak bisa makan lagi.” Sindirnya yang semakin ketus.“Aku belikan untuk mama papa juga ini, sebentar Ma.” Dengan sigap, aku langsung mengambil piring dan menyajikannya kembali di atas meja makan yang sudah terlihat dibersihkan oleh asisten rumah tangga keluarga ini.Selang tiga menit kemudian, ayam bakar yang tadi telah ku beli telah tersaji di atas meja ini, lantas, aku langsung menghampiri mertuaku kembali yang sedang duduk di ruang tengah.“Ma, Pa, ayo kita makan dulu. Claire sudah belikan ayam bakar..” Dengan nada bicara yang amat rendah dan pelan, aku akan terus coba membuat mereka luluh kepadaku.“Ayam bakar kau bilang?” Roger menoleh sinis.“Udah udah, kamu makan sendiri aja.” Usir Airin kepadaku.“Ma, Pa.. Claire cuma mau ajak makan bareng, apa salahnya?” Derap langkah kaki diikuti dengan suara yang jelas terdengar dari Randi seolah menyelamatkanku dari kedua orang tuanya yang bisa ku bilang amat kejam ini.“Randi, sejak kapan kita makan ayam bakar? Inilah kenapa kami gak setuju kamu nikah dengan cewek kampung!” Wajah merah dengan penuh emosi lantas membuatku bingung apa yang terjadi di dalam keluarga ini. Aku menoleh ke arah Randi dengan raut wajah penuh tanda tanya.“Kamu gak pernah cerita ya sama aku tentang keluarga kamu secara keseluruhan gini.” Isak tangisku pecah.“Claire maaf, aku pun gak kepikiran juga perihal ayam bakar buat mereka semarah itu.”“Tapi harusnya kamu bisa cerita, bisa bilang apa yang gak pernah kamu makan, apa yang gak mereka suka, harusnya kamu bilang!” Teriakku di dalam kamar pengantin yang tanpa ada hiasan apapun.“Oke oke, tenang dulu. Oke, aku salah.” “Gitu aja?” “Kamu makan dulu ya, aku ambilin piringnya sebentar.” Randi berusaha membujukku.“Udah gak perlu. Kamu bisa keluar sebentar gak Di?” Pintaku.“Kenapa? Ini juga kamarku, kan?”“Aku butuh waktu sendiri dulu.” Desakku.“Oke, aku keluar dulu. Claire tolong jangan berpikir terlalu jauh ya.” Ia mengingatkan kembali sebab ia amat paham bagaimana aku bisa berpikir yang berlebihan.Ia keluar dari dalam kamar, diikuti oleh diriku yang mau langsung mengunci kamarnya ini. Setelahnya aku kembali ke atas ranjang yang tanpa hiasan apapun untuk mencirikan adanya pengantin b
"Claire jelas saja menoleh ke arah samping kanan tempat dimana beberapa lift terletak disana."Samar-samar pria itu datang dan menghampiriku. Pria itu tinggi, dengan tubuh proporsional dan kemeja navynya serta sinar matanya yang sangat familiar diingatanku."Lo ngapain disini?" Sekali lagi ia menorehkan senyumannya kepadaku."Eehh... Lo Arsy?" Aku coba mereka ulang ingatanku yang sebenarnya juga gak mungkin aku lupakan, karena ia sempat tertulis dalam catatan harianku dulu."Hahaha iya ini gue Cle. Siapa lagi kalo bukan gue? Gue gak ada kembarannya, tenang aja..." Ia membalasku dengan tertawa."Hahahaa gak nyangka aja bisa ketemu lo disini Ar. Gue pikir lo gak akan balik ke Indonesia lagi setelah betah di Norway sana.." Celetukku sembari memegang laptop tempat semua data yang mau dipresentasikan tersimpan."Panjang ceritanya, entar aja kita agendakan buat ngobrol lagi. Gue ada meeting nih.." Ia pamit dan melangkah pergi tepat dihadapanku dengan meninggalkan senyuman yang masih sama se
"Mas, sudah pulang, Ma?" Aku coba mencairkan suasana dan sangat berusaha untuk akrab dengan mertuaku ini."Ya sudah, kamu darimana aja jam segini kok baru pulang...." Ia masih terus sibuk mengusap vas bunganya dan sesekali menatap sinis ke arahku yang masih berdiri di depan pintu."Maaf Ma, tadi nunggu taksinya lumayan lama. Aku permisi naik ke kamar dulu ya Ma..." Pamitku, memastikan nada bicaraku sudah amat rendah.Ia hanya mendiamkanku, dan aku langsung saja bergegas untuk menaikkan satu per satu anak tangga. Tepat di ujung sana dekat balkon itu adalah kamar suamiku, Randi."Kok lama banget sayang? Macet?" Randi yang baru saja habis mandi, masih dengan handuknya lantas langsung menegurku."Udah selesai mandinya? Pakek baju dulu gih sana.." Aku membalikkan badanku, masih canggung rasanya melihat Randi dengan dada terbuka seperti itu."Aku nanya duluan..." "Macet juga, tapi lebih parahnya karena taksi yang ku order terlambat datangnya." Aku masih dengan membalikkan tubuhku dari waja
"Kamu mau bareng aja gak sama aku, sayang?" Randi tengah mengunyah roti dengan selai nanas membuka obrolan di meja makan pukul 6 pagi. "Ya jangan. Entar kalo ada yang lihat dia gimana..." Celetuk Airin."Iya jangan deh, mending kamu pakai taksi online aja.." Tambah Roger.Aku seolah tidak perlu lagi menjawab atas pertanyaan Randi, karena sudah diwakilkan oleh mertuaku yang sangat ingin menutupi identitasku sebagai menantunya."Are you ok, baby?" Randi mengangkat daguku yang sedari tadi tidak berani menatap wajahnya atau bahkan sekitar.Mataku membalas dengan menatapnya."I.. iya gak apa-apa sayang. Lebih baik gitu aja..." Tambahku. Lalu, aku melanjutkan menu sarapan yang sudah ada di depan mataku."Ingat ya, hari ini ada arisan. Kamu pulangnya jangan lebih dari jam 6 deh. Kalo ternyata lebih dari jam 6, mending kamu nginep di hotel aja. Paham?" Tinggal dengan keluarga Randi yang baru dua hari saja sudah penuh tekanan lahir batin, gak kebayang bagaimana jadinya jika aku harus hidup d
Tepat pukul 17.58 aku sampai di depan gerbang rumah mewah konglomerat yang kini sudah menjadi rumahku juga."Non, cepat masuk ya, daritadi ibu sudah ngomel-ngomel...." Ucap satpam yang masih belum kuketahui juga namanya karena di rumah ini beneran interaksiku sangat dibatasi."I...iya Pak, terima kasih..." Aku langsung bergegas lari agar bisa cepat masuk ke dalam rumah."Assalamualaikum...." Aku perlahan membuka pintu kayu dengan ornamen ukiran kayu sebagai penghiasnya."Mepet banget ya, untung gak sampai terlambat. Sana naik ke atas kamu!" Mama mertuaku sudah mengenakan setelan blouse biru dengan rok setengah lututnya. Sementara Roger mengenakan setelan kemeja batik yang sudah jelas dari kelihatannya saja terlihat mahal."Aku perlu bantu-bantu, Ma?" "Gak perlu. Masuk aja ke dalam kamar, gak usah keluar-keluar. Paham?" Perintahnya.Aku mengangguk pelan, dan berjalan melintasi satu per satu anak tangga hingga sampai di depan kamarku."Huft cukup lega sudah sampai sini...." Batinku yan
"Pokoknya hal begini jangan sampai terulang lagi. Didik tuh istri kamu, dibilang sama orang tua tuh susah banget....." Cela Airin di pagi hari yang masih awal untuk sekedar berinteraksi namun ia telah mengomeliku di depan Roger, Randi, dan asisten rumah tangganya."Memang Claire kenapa Ma?" Randi lantas bingung dengan serangan fajar ini. Aku pun sama sekali tidak menceritakan ke suamiku perihal masalah tadi malam."Tuhkan bahkan hal yang krusial aja, dia bisa gak cerita sama suaminya. Istri seperti apa sih kamu?" Nadanya lebih tinggi lagi.Aku menunduk kala air mataku sudah tidak bisa ku bendung lagi. Dengan sigap, telapak tanganku mengusap pipiku, memastikan Airin tidak melihat jatuhnya air mataku.Randi sontak menarik tanganku, membawaku ke area taman belakang. Duduk di tepi kolam renang mungkin untuk sekedar menanyakan peristiwa apa yang ia lewati kemarin."Kenapa kamu gak cerita apa-apa?" Ia nada bicaranya lebih tinggi daripada bias
"Kenapa sih Claire kelihatannya canggung banget...." Tegur Arsy yang kini sudah berada dihadapanku tengah melihat buku menu."E..enggak kok. Sudah pesan?" Balasku."Udah tau mau pesan apa. Nih, kamu mau pesan apa?" Ia menyodorkan buku menunya kepadaku."Pasti sih vanilla milkshake ya...." Celetuknya dengan tertawa.Ia masih begitu jelas mengingat menu minuman favoritku ketika dinner bersammanya."Bener gak gue, Claire?" Ia memastikan, dan memang pria ini tipikal yang butuh validasi."Iya benar kok. Ya udah aku pesan vanilla milkshake sama spaghetti aja.." Aku mengembalikan buku menu tersebut kepada sang pelayan yang sedari tadi sudah berada di tengah kami."Saya ulangi ya Bu menu pesanannya. Ada milkshake vanilla dua, spaghetti satu, dan nasi goreng satu." Ucap pelayan memastikan apa yang kami order telah sesuai.Setelah aku dan Arsy kompak mengangguk pelan, wanita tersebut pamit untuk menyiapkan pesanan kami.
"Cle tunggu dulu. Kamu tuh ya kebiasaan suka mood swing gak jelas..." Randi mengejar dan menarik tanganku."Apalagi?" Tanpa sadar suaraku memang cukup tinggi kali ini menghadapinya."Ya kamu main pergi gitu aja. Aku kan cuma nanya..." Ia membela dirinya."Randi, untuk apa sih kita nikah kalo ujung-ujungnya kamu gak pernah kasih rasa percaya itu ke aku?""Maksud kamu? Aku gak mau kita masuk ke dalam rumah masih dengan kondisi marahan gini ya Cle..." Ia lagi-lagi coba mengancamku. Aku sadar pertengkaran kami ini disaksikan juga oleh satpam yang sedari tadi sedikit melirik ke arah kami. Cuma memang aku sudah gak sabar untuk meluapkan emosi.Aku diam, menatap tajam mata Randi lalu jalan perlahan ke arahnya."Ran, tolong kasih aku rasa percaya. Aku bukan lagi pacar kamu, aku sudah jadi istri kamu. Aku butuh kamu untuk percaya sama aku, aku sama Arsy ya cuma sebatas teman SMA aja gak lebih. Jadi tolong berhenti untuk berpikir