"Cle tunggu dulu. Kamu tuh ya kebiasaan suka mood swing gak jelas..." Randi mengejar dan menarik tanganku.
"Apalagi?" Tanpa sadar suaraku memang cukup tinggi kali ini menghadapinya."Ya kamu main pergi gitu aja. Aku kan cuma nanya..." Ia membela dirinya."Randi, untuk apa sih kita nikah kalo ujung-ujungnya kamu gak pernah kasih rasa percaya itu ke aku?""Maksud kamu? Aku gak mau kita masuk ke dalam rumah masih dengan kondisi marahan gini ya Cle..." Ia lagi-lagi coba mengancamku.Aku sadar pertengkaran kami ini disaksikan juga oleh satpam yang sedari tadi sedikit melirik ke arah kami. Cuma memang aku sudah gak sabar untuk meluapkan emosi.Aku diam, menatap tajam mata Randi lalu jalan perlahan ke arahnya."Ran, tolong kasih aku rasa percaya. Aku bukan lagi pacar kamu, aku sudah jadi istri kamu. Aku butuh kamu untuk percaya sama aku, aku sama Arsy ya cuma sebatas teman SMA aja gak lebih. Jadi tolong berhenti untuk berpikir yang aneh-aneh..." Ucapku yang kali ini berbicara dengan pelan.Randi seolah paham, aku tidak sedang berdebat atau menguji pertengkaran hebat. Ia mengangguk pelan, mungkin masih mencerna kata demi kata yang sudah aku lontarkan.Setelah redamnya emosi kami berdua, barulah Randi memegang tanganku dan mengajakku untuk masuk ke dalam pintu rumah."Assalamualaikum...." Aku perlahan membuka daun pintu ornamen kayu ini."Waalaikumsalam....""Eh kok ada tante, ada apa Te?" Aku cukup kaget kedatangan tante Alexa disini. Belum lagi melihat wajah Airin yang merasa tidak nyaman atas kehadiran keluargaku jelas saja membuatku berat hati selepas kerja ini.Setelah aku duduk di sofa, Airin tanpa sepatah kata pun langsung beranjak pergi entah kemana. sementara Randi pamit untuk melanjutkan online meeting di kamar."Ada apa Te? Kok tumben..." Sapaku."Kangen aja sama kamu nih. Karena tadi kebetulan juga mau ke arah pasar jadi ya sekalian aja mampir. Kamu gimana kabarnya?" Tanya Alexa yang sudah jelas mengkhawatirkan kondisiku."Aku gak apa-apa Te. Ya masih bisa dimaklumi lah mungkin karna adaptasi juga kan..""Tapi sepertinya kedatangan aku sama sekali gak disambut dengan baik sih sama dia. Maaf ya takutnya nanti malah kamu lagi yang kena omel..." Alexa seolah bisa membaca pikiranku. Jelas saja saat ini yang terlintas dipikiranku adalah aku akan menjadi sasaran empuk kemarahannya malam ini."Jeng Irin halo......" Tiba-tiba suara gerombolan ibu-ibu mendekat danKrek...."Eh maaf, kamu siapa?" Salah satu dari mereka menunjukku dan Alexa."Sa... saya....""Eh jeng, kok dadakan banget kesini. Ada apa?" Belum lagi sempat aku menjawab, suara Airin sudah menyambar duluan dari belakangku."Pengen nanya aja sih itu masalah arisan sama mau bahas si Tika itu loh" Balasnya yang sesekali melirik ke arahku dan Alexa."Ini siapa jeng? Baru pertama kali nih aku lihat wajahnya..." Celetuk ibu-ibu lainnya yang tidak kalah penasaran juga dengan diriku. Aku hanya menunduk membiarkan sang tuan rumah yang memperkenalkanku entah sebagai apa, tidak bisa ku prediksi. Apapun itu aku terima, karna sudah menjadi risiko untuk menikah dengan konglomerat. Belum lagi ancaman-ancaman Randi tentang surat perjanjian itu lebih membuatku semakin terserah saja dengan keluarga ini."Hmmmmm diaaa ini teman anakku....." Ucap Airin tertatih.Jelas saja Alexa tidak terima keponakan kesayangannya tidak diakui dengan baik. Alexa tidak tau perjanjianku dengan keluarga kaya ini, mungkin ya kalo dia tau, jelas dia tidak akan pernah memberikan restu atas pernikahanku."Teman hidupnya Randi Bu...." Celetuk Alexa.Mata Airin melotot tajam ke arah aku dan Alexa, begitu juga sorotan mata ibu-ibu sosialita gengnya Airin. Semua mata tertuju pada kami, menatap heran."Kkk...kok... kok bisa????" Cukup kompak mereka mengutarakan kekagetannya."Jeng, apa benar yang dia ucapin? Kok lo gak undang-undang kita sih....""Kita ngobrol di taman belakang aja....." Ajak Airin kepada gengnya. Ia sudah seperti kehilangan akal untuk menutupi keberadaanku di rumah megah ini."Ada apa Claire? Kok sampai segitunya ibu mertuamu memperlakukan kamu?" Alexa bingung juga. Ia memang tau dengan jelas kalo Airin tidak menyukaiku, namun ya bayangan semua orang juga hanya sebatas tidak suka, tapi ini sampai-sampai ia enggan mengakuiku sebgai menantu satu-satunya yang ia punya.***"Jeng, kok bisa sih?" Gejolak amarah salah satu teman sosialitanya terkuak sebab merasa sangat kaget atas pernikahan Randi."Duh intinya si Randi kekeh banget mau nikah sama perempuan itu. Entah apa yang dilihat Randi sampai bisa jatuh cinta sama dia....." Airin geram."Dia gak sepadan sama kita ya....." Ucap lainnya secara pelan."Ya jelas aja enggak. Dia itu sekretarisnya Randi...""Kalo sekretaris kayaknya memang harus bareng-bareng boss ya. Eh tapi malah keterusan hahaha. Lo gak takut harta lo direbut sama perempuan itu?""Merebut? Merebut seperti apa?" Airin heran dengan argumen dan perspektif temannya."Ya kan dia aja sudah bisa menguasai anakmu, seantero rumah juga sudah ia jejaki. Ya bisa dengan mudah aja dong dia rebut harta kamu karna kan selama ini kamu kejam sama dia..." Celetuk salah satunya sembari tertawa."Gue gak kejam...." Airin berusaha membela dirinya."Come on Airin dengan lo gak ngakuin dia aja udah gila banget. Apalagi kalo hal lain yang udah lo buat sama dia?" Tambahnya."Gue tuh masih gak bisa nerima aja kehadiran perempuan biasa itu ke dalam hidup Randi. Ya lo kan pada tau kalo gue punya rencana buat jodohin Randi. Tapi karna kondisinya sangat sumrawut gini jelas saja jadi gak bisa....""Terus lo nerima dia gitu aja? Emang seburuk apa sih itu menantu lo?""Ya enggak lah, ada surat perjanjian antara aku sama dia. Intinya tuh surat bilang gak ada yang tau kalo dia istri dari Randi." Ungkapnya sembari menyeruput jus jeruk yang sudah tersedia di atas meja."Hahahaha gokil banget lo! Emang keturunan siapa sih? Lo tau garis keturunannya gak?" Seorang yang lain menyela dan seolah ingin tau."Orang biasa deh pokoknya. Gak jelas juga dia keturunan siapa karna kedua orang tuanya sudah meninggal. Sejak remaja ya dia dibesarin sama tantenya itu,. Tantenya juga janda. Apa gak terlalu complicated kalo orang lain tau...." Terang Airin yang masih juga kekeh enggan mengakuiku sebagai menantunya."Tolong bantu rahasiakan ya. Kalo publik rame harga saham bakal drop banget...." Tambah Airin meminta dari gengnya itu merahasiakan identitasku.****"Dengar ya kamu. sebagai orang baru di rumah ini. Kamu gak bisa undang orang-orang lain tanpa izin dari saya. Kok bisa tante kamu itu kemari tanpa ada obrolan dulu sebelumnya....""Maaf Ma, tapi saya juga gak tau kenapa tiba-tiba tante Alexa kemari...." Bantahku."Jangan alasan! Satu lagi, selama suami kamu dinas di luar kota, mulai besok kamu pulang ke rumah maksimal jam 6. Paham gak?" Bentaknya."Ke luar kota? Randi gak ada bilang apa-apa ke aku besok ada mau keluar kota..." Sontak aku bingung sebab aku yang menjadi sekretarisnya saja belum tau apa-apa.****"Mas, kok bisa hal begini kamu gak konfirmasi ke aku dulu sih? Malah aku taunya dari mama duluan..."""Aku mau ngobrol sama kamu malam ini..." Ia melindungi dirinya."Bukan, bukan masalah kamu baru bilangnya sekarang, tapi kok bisa mama duluan yang tau daripada aku?" Aku menegaskan kembali arah obrolanku yang sama sekali merasa tidak dihargai sebagai istri olehnya."Lah kan gak ada masalahnya juga. Udah deh jangan buat buat keributan yaaa...." Ia membantahku lagi dan beranjak pergi...****"Claire sama Cathrine tolong ke ruangan saya sekarang..." Rasanya semalaman suntuk Randi enggan berbicara kepadaku, entah karena dia badmood aku terus-terusan bermasalah dengan Airin atau memang ada yang sedang ia pikirkan, entahlah. Tiba-tiba pagi hari ini, jam delapan tepatnya ia memintaku dan Catherine untuk ke ruangannya jelas saja aku merasa sedikit awkward untuk menatap matanya."Baik Pak..." Ucap Catherine.Perempuan dengan rok diatas lutusnya itu dengan sigap memasuki ruangan Randi tanpa mengajakku. Ya memang santer kabar yang
"Dengar ya kamu, jangan mentang-memtang suamimu pergi kamu mudah aja keluar masuk kamar seperti ini..."Belum ada 6 jam pasca keberangkatan Randi, ibu mertuaku sudah langsung menyeramahiku perkara aku langsung bergegas masuk kamar."Ada yang bisa aku bantu, Ma?" "Masak sana, bersih-bersih rumah. Pokoknya kamu jangan cuma makan tidur disini!" Ucapnya.Ia membentakku sehingga asisten rumah tangga yang tadi ada di belakang juga turut keluar."Nah ini Bi, coba diajarin cara bersih-bersih rumah." Tunjuk Airin kepadaku pada saat berbicara dengan asisten rumah tangga di sini."Malam ini, biar dia aja yang masak. Mau lihat apa sih yang buat Randi secinta ini sampai melawan orang tuanya..." Sindir Airin."Ma.. Maaaf tapi aku gak bisaa...." Aku menjawab pelan."Gak bisa? Apa? Kata kamu gak bisa?" "E... enggak Ma. Oke Ma, aku izin ke dapur dulu..." Alihku. Jelas saja harga diriku sudah tidak ada di rumah ini. Me
"Gak becus banget. Masak aja gak bisa. Apa sih kelebihan kamu di mata anak saya?" Airin membentak keras dan marah dengan kejamnya dihadapan suami dan Bi Asih selaku asisten rumah tangganya."Maaf ma....." Aku menunduk takut."Nyonya maaf, tadi saya yang lupa untuk ingatin non Claire angkat steaknya. Maaf Nyonya..." Bi Asih memelas iba kepada Airin."Ah sudah, sekarang kamu pesankan saya makan malam. Atau belikan saja langsung keluar sana...." Perintah Airin, entah itu untukku atau untuk Bi Asih dengan dentuman geprakan meja.Namun, dengan sigapnya aja aku langsung mengeluarkan ponselku dari saku rokku, membuka layanan makanan online, dan mencari steak yang mertuaku ini inginkan."Ma, sebentar ya sedang dipesan....." Ucapku pelan.***Setelah kejadian sadis makan malam tadi, aku tidak melanjutkan makan malamku. Ku biarkan Airin dan Roger untuk makan, sementara aku kembali ke kamar. Aku menangis sejadinya, meng
"Claire, kamu dimana?" "Ya di kantor, kenapa?" "Kamu jawabnya ketus banget. Ada apa sih dari tadi malam...." "Ya biasa, aku lagi gak dalam mood yang bagus sekarang. Ada apa?" Jelas saja rasanya aku ingin menuntaskan obrolan dengan Randi kali ini. "Arsy ke kamu?" "Oh iya itu. Dia tadi sempat nelfon aku sih mau ketemu sore ini. Ada apa ya? Katanya besok mau peresmian...." "Kamu sebetulnya ada apa sih dengan dia?" Terang saja ini membuatku bingung ada masalah apa lagi disana sampai aku diikut-ikutan olehnya . "Kenapa kamu bisa bertanya gitu? Aku lagi di kantor. Bisa gak kita ngobrolnya 30 menit lagi pas aku makan siang?" Aku memberikan penawaran terbaik untuk berbincang pribadi di luar jam kantor. Ya meskipun ia adalah atasanku langsung dan menjadi CEO di perusahaanku, tetap saja aku punya pekerjaan lain yang memberiku gaji disini. "Telfon aku 30 menit lagi...." Ia menutup telfonnya. "Ada apa sih ini? Arsy ngajak gue ketemu, dan dia berlagak aneh seperti ini..." **** "Mau i
"Claire, kamu dimana?""Ya di kantor, kenapa?" "Kamu jawabnya ketus banget. Ada apa sih dari tadi malam....""Ya biasa, aku lagi gak dalam mood yang bagus sekarang. Ada apa?" Jelas saja rasanya aku ingin menuntaskan obrolan dengan Randi kali ini."Arsy ke kamu?" "Oh iya itu. Dia tadi sempat nelfon aku sih mau ketemu sore ini. Ada apa ya? Katanya besok mau peresmian...." "Kamu sebetulnya ada apa sih dengan dia?" Terang saja ini membuatku bingung ada masalah apa lagi disana sampai aku diikut-ikutan olehnya ."Kenapa kamu bisa bertanya gitu? Aku lagi di kantor. Bisa gak kita ngobrolnya 30 menit lagi pas aku makan siang?" Aku memberikan penawaran terbaik untuk berbincang pribadi di luar jam kantor. Ya meskipun ia adalah atasanku langsung dan menjadi CEO di perusahaanku, tetap saja aku punya pekerjaan lain yang memberiku gaji disini."Telfon aku 30 menit lagi...." Ia menutup telfonnya."Ada apa sih ini? Arsy ngajak gue ketemu, dan dia berlagak aneh seperti ini..." ****"Mau istirahat d
"Berantem hebat ya?" Asha seolah bisa membaca raut wajahku."Iya Mbak, biasalah..." Aku senyum tipis. Perasaanku amat tidak enak untuk menceritakan permasalahan ini dengannya, terlebih ia juga bagian dari keluarga Randi."Jujur, dulu selama ada di rumah suamiku ya sama kayak kamu juga. Apapun yang aku lakukan tuh gak disukain sama Airin, dia sebagai adik tapi ngatur, adu dombanya bukan main...." Asha menceritakan secara detail apa yang terjadi. Justru buatku diam tidak bergidik untuk menyimak apa yang terjadi."Ya menurutku, kamu akan terus seperti ini ya jika masih tinggal bersama Airin. Apalagi Randi putra tunggalnya, wah sudah pasti gak kebayang kamu makan hatinya gimana....." Ungkap Asha yang menaruh simpati kepadaku."Mbak......" Aku meneteskan air mataku, seolah ingin mengungkapkan semua yang aku rasakan setelah pernikahanku terjalin."Kamu bisa cerita kok sama aku. Karna kondisinya aku juga pernah ada diposisimu...." Asha coba menenang
"Non tapi ini kita mau kemana?" Sopir taxi ini juga bingung untuk mengarah kemana karna saat ini yang aku butuhin hanya menghindari Arsy terlebih dahulu."Tolong ke Jalan Cendrawasih aja Pak..." Balasku sembari seseklai menoleh ke arah belakang memastikan kalo Arsy sudah tidak mengikuti jejakku lagi."Baik Non.."Mobil melaju kencang, entah ini keputusan yang benar atau salah aku untuk mengasingkan diri terlebih dahulu di rumah tante Alexa. Meskipun aku tau akan terjadi kemarahan pada keluarga Randi dan mungkin juga Randi sendiri, tapi aku butuh sendiri saat ini.***"Assalamualaikum tante...." Beberapa kali ku mengetuk pintu namun masih belum ada jawaban.Aku melihat sekeliling rumah, tampak rumah ini begitu sepi.Ku coba mengambil ponsel di dalam tas tanganku, ku cari kontak yang bertuliskan Tante Alexa di dalamnya dan langsung saja aku menyentuh tanda hijau bergambar telfon.Dari sambungannya, terdengar berdering yang artiny
Degup jantungku berdetak cukup kencang. Tanganku gemetar, mulutku terkunci rapat, kakiku bahkan seolah mati rasa untuk bergerak sampai menapak di lantai bawah. Aku hanya bisa diam dan menatap bola mata Airin yang tepat berada dihadapanku."Iya, saya jamin hidup kamu sampai kamu tua asalkan kamu tinggalkan anak saya!" Kedua kalinya kalimat itu dilontarkan oleh bibir tipisnya yang berwarna merah tua."Cle, atur nafasmu, atur nafasmu...." Batinku sebab kini nafasku sudah tersengal-sengal."Gimana? Diam artinya kamu setuju kan?" Ia berdiri dan hendak memberiku sebuah amplop coklat."Di dalamnya sudah saya buat nominal cek yang akan bisa biayai hidup kamu. Kamu cuma perlu untuk tinggalin Randi dan hilang seperti ditelan bumi. Paham?" Ia menjulurkan tangannya lagi ke arahku."Ma, maaf aku gak bisa terima ini...." Seolah ada tenaga tambahan untukku menolaknya entah darimana.Aku menghalau tangannya yang berada di depan dadaku. Aku gak bisa nerima i