Share

Part 11 Keputusan Arsy

"Kenapa sih Claire kelihatannya canggung banget...." Tegur Arsy yang kini sudah berada dihadapanku tengah melihat buku menu.

"E..enggak kok. Sudah pesan?" Balasku.

"Udah tau mau pesan apa. Nih, kamu mau pesan apa?" Ia menyodorkan buku menunya kepadaku.

"Pasti sih vanilla milkshake ya...." Celetuknya dengan tertawa.

Ia masih begitu jelas mengingat menu minuman favoritku ketika dinner bersammanya.

"Bener gak gue, Claire?" Ia memastikan, dan memang pria ini tipikal yang butuh validasi.

"Iya benar kok. Ya udah aku pesan vanilla milkshake sama spaghetti aja.." Aku mengembalikan buku menu tersebut kepada sang pelayan yang sedari tadi sudah berada di tengah kami.

"Saya ulangi ya Bu menu pesanannya. Ada milkshake vanilla dua, spaghetti satu, dan nasi goreng satu." Ucap pelayan memastikan apa yang kami order telah sesuai.

Setelah aku dan Arsy kompak mengangguk pelan, wanita tersebut pamit untuk menyiapkan pesanan kami.

"Jadi, gimana hidup kamu di Indonesia tanpa aku, Claire?" Pria ini membuka obrolan. Obrolan usang yang seharusnya sudah selesai dari beberapa tahun yang lalu.

"Hahaha pertanyaan macam apa itu Ar.." Sontak membuatku terbahak mendengar pertanyaannya.

"Ya sekarang sih aku cukup senang ya, kita ketemu lagi setelah terpisah benua, waktu, dan raga. Kamu terlihat baik-baik saja dan malah sangat keren." Ungkapnya.

"Aku tetap Claire yang dulu sih, rasanya gak berubah selain umurku yang tambah tua hahaha.."

"Dih kalo itu juga mah gue iya Claire. Gue cukup hancur atas perpisahan kita dulu, by the way..."

Aku benci suasana seketika langsung awkward.

Aku diam agar ia bisa menyampaikan jika ingin ada yang perlu aku tau akan kehancurannya.

"Kamu gak mau nanya?" Ia memancingku kembali.

"Aku biarkan kamu cerita Ar.." Balasku.

"Ya rasanya dulu aku bodoh banget sudah ninggalin kamu. Aku pikir ya bisa kuat juga tapi ternyata hancur hahaha...." Ia sedikit tertawa.

"Kenapa? Ya kan maunya kamu pada saat itu. Bahkan disaat kamu putusin hubungan aja, aku gak ingin tau alasannya kan. Karna ya mungkin kamu punya hal privacy sampai bisa memutuskan cinta kita..." Balasku dengan pelan meski sesekali menghela nafas karna harus membuka cerita sakitku lagi pada saat itu.

"Aku gak bisa hubungan jarak jauh Claire. Aku gak mau kepikiran sama aku yang jauh di Swiss sana, aku juga gak mau kamu merasa digantung tanpa kepastian. Ya kan tau dulu aku selalu dicap orang yang gak punya masa depan sama satu angkatan. Masih ingat gak? Hahahaa" Ia menjelaskan dengan detail.

"Ahahaha jujur agak shock sih dengan alasan kamu. Tapi makasih sudah jujur sekarang ya. Ya, aku gak dendam atau marah kok. Karna memang saat itu mungkin sudah waktunya aja kita buat selesai, biar sama-sama fokus ke mimpi masing-masing..." Aku pun turut memberikan argumen, memberikan pemahaman dari perspektifku beberapa tahun silam yang bahkan ingatannya pun kini sudah samar-samar ada di dalam memori ingatan aku.

"Maaf Bu, Pak. Saya letakkan dahulu makanannya ya..." Di tengah percakapan, wanita pelayan tadi kembali ke meja kami dengan dua piring dan dua gelas beralaskan nampan.

"Iya silahkan Mba.." Responku.

Setelahnya wanita tersebut meletakkan piring dan gelas minuman ini sesuai dengan siapa yang pesan apa.

"Apakah pesanannya sudah lengkap Bu, Pak?" Ia tersenyum tipis.

"Sudah cukup. Terima kasih..." Jawabku.

"Ar, makan dulu yaa..." Aku langsung mengalihkan obrolan untuk fokus ke makan. Ya setiddaknya, ia mungkin paham jika sedang makan tidak perlu membahas hal yang begitu berat seperti tadi.

Huft andaikan juga jika Arsy tau statusku kini telah menjadi istri orang. Mungkin ia gak akan mau ungkit-unngkit lagi hubungan kami di masa lalu. Karna percuma, mau bagaimana pun alasannya dulu, aku kini sudah menjadi milik orang lain.

"Kamu kenal Randi dimana?" Selang lima menit hening, tidak ada obrolan satu pun yang terbahas. Aku memberanikan diri menanyakan perihal ini. Perihal kedekatannya sebagai kolega Randi, suamiku.

"Oh Randi ya. Dia teman kuliah waktu di Swiss juga. Kebetulan satu prodi dari Indonesia ya cuma aku sama Randi. Makanya sudah cukup tau dan kenal lama juga..." Gumamnya.

"Kamu sempat cerita juga tentang kita?" Untungnya besitan hatiku tepat. Aku diberikan ingatan untuk membahas hal ini kepadanya sebelumm Randi mencecarku lagi.

"Iya. Aku cerita kalo kamu teman SMA aku. Atau mau aku ceritain sebagai mantan pacar?" Celetuknya.

"Eh jangan jangan. Lagian gak lumrah juga ceritain itu ke boss, Ar. Ya kan ntar guenya yang segan dan malu. Bilang aja teman SMA ya..." Pintaku kepadanya.

"Ar sudah mau jam satu nih. Aku boleh pamit cabut duluan gak?"

"Kenapa buru-buru banget. Itu makanan lo aja belum abis, Cle..." Ia heran dengan tingkahku.

"Iya tadi gue udah janji sama Randi buat balik ke kantor sebelum jam 1. Biasa ada yang mau disiapin nih untuk meeting sama kamu di Bali sih katanya..." Aku memberikan alasan yang masuk akal.

"Tadi lo pergi sama gue masa pulangnya sama orang lain sih Cle. Sebentar lagi yaa...." Ia membujukku.

"Entar kita bisa setting pertemuan lagi aja Ar. Urgent banget nih soalnya..." Aku pun meminta pengertian darinya. Ya sebetulnya juga aku sengaja melakukan ini untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan anehnya, terlebih masalah pasangan ya.

Setelah pamit darinya, aku langsung memesan ojek online dan aku diantarkan sampai depan tepat di lobi kantor.

Kring.. kring..

Suara telepon meja kantor berdering, sudah jelas kalo ini Randi yang nelfon.

"Iya, kenapa Pak Randi?" Aku mengangkat telfon tersebut.

"Claire, ke ruangan saya dulu ya sekarang.."

Aku langsung bergegas menuju ruangannya yang hanya beberapa langkah saja dari meja kerjaku.

"Gimana tadi makan siang sama Arsynya?" Tanpa ada kalimat pembuka yang jelas, ia langsung menyerocos ke arah obrolan tentang Arsy.

"Ya ngobrol santai aja sih. Kenapa sayang?" Aku langsung duduk di sofa yang sudah tertata rapi di depan meja Randi.

"Kamu gak mau duduk? Maunya berdiri aja?" Aku memancingnya,sebab sedari tadi ia hanya berdiri dan menatap hiruk pikuk kota Jakarta ini dari cermin.

"Apa yang kamu obrolin sampai-sampai dia minta izin ke aku?" Randi mengabaikan pertanyaanku.

"Hmmmmm ya.. yaa ngobrol aja, tentang SMA, teman-teman SMA. Terus dia juga ada bahas kehidupan dia selama di Swiss, dan gimana bisa kenal sama kamu..."

"Itu aja?" Baru kali ini selama aku menjalin hubungan dengannya, ia menampilkan rasa curiganya kepadaku.

"Loh, kamu gak percaya?" Terang saja aku gak terima, seolah dituduh hal yang sama sekali gak terjadi. Entah apa yang ada dipikiran dia bisa sampai trust issue kepadaku.

"Dia kayaknya suka sama kamu, kalo beneran iya, apa yang harus kamu katakan coba?" Randi mengetuk ngetuk jemarinya di atas laci.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status