"Dengar ya kamu, jangan mentang-memtang suamimu pergi kamu mudah aja keluar masuk kamar seperti ini..."
Belum ada 6 jam pasca keberangkatan Randi, ibu mertuaku sudah langsung menyeramahiku perkara aku langsung bergegas masuk kamar."Ada yang bisa aku bantu, Ma?""Masak sana, bersih-bersih rumah. Pokoknya kamu jangan cuma makan tidur disini!" Ucapnya.Ia membentakku sehingga asisten rumah tangga yang tadi ada di belakang juga turut keluar."Nah ini Bi, coba diajarin cara bersih-bersih rumah." Tunjuk Airin kepadaku pada saat berbicara dengan asisten rumah tangga di sini."Malam ini, biar dia aja yang masak. Mau lihat apa sih yang buat Randi secinta ini sampai melawan orang tuanya..." Sindir Airin."Ma.. Maaaf tapi aku gak bisaa...." Aku menjawab pelan."Gak bisa? Apa? Kata kamu gak bisa?""E... enggak Ma. Oke Ma, aku izin ke dapur dulu..." Alihku. Jelas saja harga diriku sudah tidak ada di rumah ini. Memiliki mertua yang kejam seolah menjadi mimpi buruk disisa hidupku.Aku berjalan ke dapur, lalu dari belakang Bi Asih, asisten rumah tangga disini mengikutiku."Non, biar bibi aja ya. Non liatin aja..." Justru Bi Asih jauh lebih baik dibandingkan Airin sebagai ibu mertuaku."Gak gak Bi. Nanti kalo mama tau, aku bisa diomelin lagi hehhe..." Aku sedikit tersenyum sembari membuka kulkas yang pertama kali baru ku sentuh."Non bisa masak tapi?" Ia memastikan."Aku bisa nonton Youtuk Bi. Mungkin kalo ikutin langkah-langkahnya nanti masakanku jadi enak..""Ibu sama Bapak sukanya makan steak balado, capcay, dan pudding untuk desertnya..." Bi Asih memberikan klu yang mungkin bisa sangat berguna untukku ikuti."Bi Asih, tolong kesini dong!" Teriak Airin dari ruang tengah yang sepertinya tau niat Bi Asih untuk membantuku."Non, nanti bibi kesini lagi. Pokoknya jangan terlalu pedas ya masaknya, Bapak gak suka yang terlalu pedas. Kematangan dagingnya rare aja..." Beberapa pesan dari Bi Asih telah ku catat melalui ponsel.Ku keluarkan beberapa kebutuhan masakku dari dalam kulkas dengan listnya bersumber dari Youtuk. Jujur saja ini kedua kalinya aku masak setelah makananku dibuang oleh tante Alexa karna rasanya yang sumrawut. Ya mungkin pada saat itu, aku tidak melihat tutorial Youtuk jadi wajar berakhir gagal, namun sekarang aku harus melihat dengan saksama mulai dari bahannya apa, komposisinya gimana, apinya gimana.Setelah bahan makanan terkumpul, kini aku mulai mengikuti tutorial dari Youtuk. Sudah sekitar satu jam aku berada dipinggiran api, dengan waktu yang terus berputar dan saat ini menunjukkan pukul 18.30."Hey, masih lama banget masaknya?" Airin kembali teriak dari ruang tengah.Aku diperlakukan seperti budak bukan lagi seperti pembantu. Namun, lagi aku tidak punya daya karna ini keputusan pahit yang sudah aku ambil dan tau dari awal mau menikah."Sebentar Ma..." Jawabku singkat sembari membalikkan daging steak yang tengah aku oven.Selang 2 menit kemudian, Bi Asih menghampiriku."Non, 30 menit lagi makanan sudah harus ada di meja. Bibi bantu masak capcaynya ya...." Bi Asih melihat aku sama sekali tidak berprogress secara signifikan, ya kalo dilakukan secara satu per satu memang benar tidak akan selesai semua di waktu yang tinggal 30 menit."Non, kok steaknya di oven........" Bi Asih membalikkan badannya ke arahku dan menunjuk oven yang masih menyala."Kalo tutorialnya di oven Bi. Yang benar diapain?" Aku sudah cukup panik karna gak tanggung-tanggung daging yang tersedia adalah A5 dengan harganya jutaaan. Bahkan ini kali pertamaku juga melihat A5."Haduh Non, harusnya di pan seared....." Bi Asih mematikan oven.Aku tidak kalah paniknya."Haduh, ya sudah Bi. Aku aja yang terusin pan searednya, bibi tolong bantu aku buat capcaynya yaaaa. Pudding pudding gimana Bi?" Aku pun juga baru keingat kalo pudding sama sekali belum ku sentuh dan untuk di waktu 30 menit jujur aja gak akan cukup."Non belum mulai buat puddingnya di awal tadi?" Pertanyaan Bi Asih benar tapi memang aku yang masih baru ini sama sekali tidak kepikiran."Haduh, belum Bi. Aku pesan online aja ya...." Mungkin ini adalah satu satunya solusi yang bisa menolongku."Iya non, baiknya seperti itu aja, karna waktu kita memang gak keburu...."Aku langsung bergegas mengeluarkan daging yang berada di dalam oven, lalu menyalakan kompor, menuangkan sedikit mentega lalu memasukkan daging steak tersebut ke dalamnya.Setelah memastikan 5 daging itu masuk ke dalam pan untuk di pan seared, aku langsung mengambil ponselku dan mencari beberapa toko kue terdekat untuk membeli jus dan pudding. Ada beberapa pilinan toko, namun dengan rating tertinggi berada cukup jauh."Ah yang ini aja deh. Gue gak punya cukup waktu sekarang..." pikirku dan langsung memesan."Non, ini bau apa nih gosong nih non......" Bi Asih seketika lari dan mematikan kompor tempat aku melakukan pan seared."Ha? tadi baru banget aku masukin bi......" Aku merasa diriku benar, dan pikirku juga gak mungkin gosong karna baru saja aku masukkan."Duh non, untung belum gosong semuanya....."Tapi memang valid juga aroma gosongnya tercium di hidungku."Haduh bi, gimana ini......" Aku panik melihat steak yang tadi dipikiranku tidak lagi sama."Non, gak keburu juga kalo mau masak lagi. Jadi sekarang fokus buat sambal baladonya lagi ya...." Bi Asih mencoba menenangkanku."Atau sudah non, biar bibi aja yang terusin..." Ucapnya. Mungkin ia juga punya kekhawatiran jika aku masak bumbu balado lagi mungkin akan kacau juga karna sama sekali aku tidak punya background memasak.Akhirnya aku hanya memasak steak yang gagal dan sisanya di ambil alih oleh Bi Asih."Bi, maaf yaa....." Aku melirik ke arahnya. Jujur merasa tidak enak dan ada juga perasaan gagal disini."Udah non jangan dipikirin. Sekarang non ke tengah atau ke atas aja. Ini biar bagian bibi yang beresin.Tapi, aku pun tidak beranjak dari dapur ini. Aku menemani dan melihat bagaimana Bi Asih masak. Jelas saja masakannya enak, ia sangat jago multitasking dengan beberapa kompor yang menyala, teknis memegang spatula yang gak perlu diragukan lagi. Ia benae-benar hebat.Tepat pukul 19.00, aku membantu Bi Asih membawakan makanan yang sudah siap."Ini kok aromanya gak enak banget ya....." Sindir Airin sembari melihat beberapa lauk yang sudah terpampang di atas meja bulat.Aku masih berdiri dan hanya bisa diam."Eh kamu, kalo saya nanya tuh jawab jangan diam aja...." Airin melihat tatapanku yang menunduk."Apa-apaan ini!" Ia melemparkan steak yang sudah aku masak. Sontak, aku kaget...."Ke... ke... kenapa Ma?""Gak becus banget. Masak aja gak bisa. Apa sih kelebihan kamu di mata anak saya?" Airin membentak keras dan marah dengan kejamnya dihadapan suami dan Bi Asih selaku asisten rumah tangganya."Maaf ma....." Aku menunduk takut."Nyonya maaf, tadi saya yang lupa untuk ingatin non Claire angkat steaknya. Maaf Nyonya..." Bi Asih memelas iba kepada Airin."Ah sudah, sekarang kamu pesankan saya makan malam. Atau belikan saja langsung keluar sana...." Perintah Airin, entah itu untukku atau untuk Bi Asih dengan dentuman geprakan meja.Namun, dengan sigapnya aja aku langsung mengeluarkan ponselku dari saku rokku, membuka layanan makanan online, dan mencari steak yang mertuaku ini inginkan."Ma, sebentar ya sedang dipesan....." Ucapku pelan.***Setelah kejadian sadis makan malam tadi, aku tidak melanjutkan makan malamku. Ku biarkan Airin dan Roger untuk makan, sementara aku kembali ke kamar. Aku menangis sejadinya, meng
"Claire, kamu dimana?" "Ya di kantor, kenapa?" "Kamu jawabnya ketus banget. Ada apa sih dari tadi malam...." "Ya biasa, aku lagi gak dalam mood yang bagus sekarang. Ada apa?" Jelas saja rasanya aku ingin menuntaskan obrolan dengan Randi kali ini. "Arsy ke kamu?" "Oh iya itu. Dia tadi sempat nelfon aku sih mau ketemu sore ini. Ada apa ya? Katanya besok mau peresmian...." "Kamu sebetulnya ada apa sih dengan dia?" Terang saja ini membuatku bingung ada masalah apa lagi disana sampai aku diikut-ikutan olehnya . "Kenapa kamu bisa bertanya gitu? Aku lagi di kantor. Bisa gak kita ngobrolnya 30 menit lagi pas aku makan siang?" Aku memberikan penawaran terbaik untuk berbincang pribadi di luar jam kantor. Ya meskipun ia adalah atasanku langsung dan menjadi CEO di perusahaanku, tetap saja aku punya pekerjaan lain yang memberiku gaji disini. "Telfon aku 30 menit lagi...." Ia menutup telfonnya. "Ada apa sih ini? Arsy ngajak gue ketemu, dan dia berlagak aneh seperti ini..." **** "Mau i
"Claire, kamu dimana?""Ya di kantor, kenapa?" "Kamu jawabnya ketus banget. Ada apa sih dari tadi malam....""Ya biasa, aku lagi gak dalam mood yang bagus sekarang. Ada apa?" Jelas saja rasanya aku ingin menuntaskan obrolan dengan Randi kali ini."Arsy ke kamu?" "Oh iya itu. Dia tadi sempat nelfon aku sih mau ketemu sore ini. Ada apa ya? Katanya besok mau peresmian...." "Kamu sebetulnya ada apa sih dengan dia?" Terang saja ini membuatku bingung ada masalah apa lagi disana sampai aku diikut-ikutan olehnya ."Kenapa kamu bisa bertanya gitu? Aku lagi di kantor. Bisa gak kita ngobrolnya 30 menit lagi pas aku makan siang?" Aku memberikan penawaran terbaik untuk berbincang pribadi di luar jam kantor. Ya meskipun ia adalah atasanku langsung dan menjadi CEO di perusahaanku, tetap saja aku punya pekerjaan lain yang memberiku gaji disini."Telfon aku 30 menit lagi...." Ia menutup telfonnya."Ada apa sih ini? Arsy ngajak gue ketemu, dan dia berlagak aneh seperti ini..." ****"Mau istirahat d
"Berantem hebat ya?" Asha seolah bisa membaca raut wajahku."Iya Mbak, biasalah..." Aku senyum tipis. Perasaanku amat tidak enak untuk menceritakan permasalahan ini dengannya, terlebih ia juga bagian dari keluarga Randi."Jujur, dulu selama ada di rumah suamiku ya sama kayak kamu juga. Apapun yang aku lakukan tuh gak disukain sama Airin, dia sebagai adik tapi ngatur, adu dombanya bukan main...." Asha menceritakan secara detail apa yang terjadi. Justru buatku diam tidak bergidik untuk menyimak apa yang terjadi."Ya menurutku, kamu akan terus seperti ini ya jika masih tinggal bersama Airin. Apalagi Randi putra tunggalnya, wah sudah pasti gak kebayang kamu makan hatinya gimana....." Ungkap Asha yang menaruh simpati kepadaku."Mbak......" Aku meneteskan air mataku, seolah ingin mengungkapkan semua yang aku rasakan setelah pernikahanku terjalin."Kamu bisa cerita kok sama aku. Karna kondisinya aku juga pernah ada diposisimu...." Asha coba menenang
"Non tapi ini kita mau kemana?" Sopir taxi ini juga bingung untuk mengarah kemana karna saat ini yang aku butuhin hanya menghindari Arsy terlebih dahulu."Tolong ke Jalan Cendrawasih aja Pak..." Balasku sembari seseklai menoleh ke arah belakang memastikan kalo Arsy sudah tidak mengikuti jejakku lagi."Baik Non.."Mobil melaju kencang, entah ini keputusan yang benar atau salah aku untuk mengasingkan diri terlebih dahulu di rumah tante Alexa. Meskipun aku tau akan terjadi kemarahan pada keluarga Randi dan mungkin juga Randi sendiri, tapi aku butuh sendiri saat ini.***"Assalamualaikum tante...." Beberapa kali ku mengetuk pintu namun masih belum ada jawaban.Aku melihat sekeliling rumah, tampak rumah ini begitu sepi.Ku coba mengambil ponsel di dalam tas tanganku, ku cari kontak yang bertuliskan Tante Alexa di dalamnya dan langsung saja aku menyentuh tanda hijau bergambar telfon.Dari sambungannya, terdengar berdering yang artiny
Degup jantungku berdetak cukup kencang. Tanganku gemetar, mulutku terkunci rapat, kakiku bahkan seolah mati rasa untuk bergerak sampai menapak di lantai bawah. Aku hanya bisa diam dan menatap bola mata Airin yang tepat berada dihadapanku."Iya, saya jamin hidup kamu sampai kamu tua asalkan kamu tinggalkan anak saya!" Kedua kalinya kalimat itu dilontarkan oleh bibir tipisnya yang berwarna merah tua."Cle, atur nafasmu, atur nafasmu...." Batinku sebab kini nafasku sudah tersengal-sengal."Gimana? Diam artinya kamu setuju kan?" Ia berdiri dan hendak memberiku sebuah amplop coklat."Di dalamnya sudah saya buat nominal cek yang akan bisa biayai hidup kamu. Kamu cuma perlu untuk tinggalin Randi dan hilang seperti ditelan bumi. Paham?" Ia menjulurkan tangannya lagi ke arahku."Ma, maaf aku gak bisa terima ini...." Seolah ada tenaga tambahan untukku menolaknya entah darimana.Aku menghalau tangannya yang berada di depan dadaku. Aku gak bisa nerima i
"A... aku dimana....." Mataku terbuka pelan, terlihat samar-samar beberapa orang tengah mengelilingiku. "Claire......" "Sayang, kamu gak apa-apa kan? Apa yang sakit?" Wanita paruh baya yang menjadi sosok ibu penggantiku ini terlihat sangat khawatir dengan kondisiku. "Tante, apa yang terjadi?" Suaraku masih begitu pelan, tenagaku seolah masih kosong. Aku mengamati sekitarku. Tidak hanya wajah tante Alexa saja yang hadir, tetapi juga Arsy dan Mba Asha turut menemaniku disini. Aku melihat juga tangan kiriku yang tengah terinfus dan sedikit darah keluar di dalam selangnya. Tali oksigen yang masih terpasang di hidungku jelas saja ini membuatku susah bicara. "Kamu jangan mikirin apa-apa dulu ya. Sekarang kamu harus sembuh dulu...." Alexa mengusap kepalaku beberapa kali. Aku masih terus bertanya di dalam hati, apa yang terjadi sama tubuh ini. Rasanya gak mungkin kalo hanya masalah nangis bisa sampai membuatku pingsan. Mungkin karn
"Claire, Randi sudah tau?" Mba Asha yang sedari tadi menemaniku disini bersama tante Alexa pun ikut khawatir dengan kondisi, meskipun jelas ucapan dokter tadi menyatakan aku hanya karna kelelahan saja. "Sudah Mba. Duh si Arsy gak boleh tau nih, gimana caranya ya...." "Coba nanti aku ngobrol sama Arsy deh, dia gak boleh tau hubungan kamu sama Randi. Ya apapun itu alasannya, orang lain diluar keluarga inti kita gak boleh tau." Mba Asha menekankan kalimat yang sama berulang kali. Ia tau persis resiko yang akan aku tanggung jika saja pernikahanku terkuak ke publik. Ya, aku gak bisa apa-apa. Aku sedih pun rasanya sudah gak bisa, aku memilih jalan ini dan bagiku inilah konsekuensinya. "Sayang, sebenarnya ada apa sih? Kamu tuh dari kecil gak pernah yang namanya pingsan. Tante tau persis kondisi fisik kamu sekuat apa. Ini gak kayak kamu biasanya...." Setelah Asha pergi meninggalkanku untuk ngobrol bersama Arsy, inilah kesempatan tante Alexa untuk menanyakan secara detail apa yang sebenar