"Ehm, Maaf Dim, maksudnya yang kamu bilang tadi apa ya? Mas Firman minta kamu bawa seorang cewek? Siapa?" tanyaku hati-hati, rasa penasaran memberanikanku untuk bertanya."Oh, hehe, maaf Yun, bukan siapa-siapa kok. Ehm ... itu, ehm ... cuma si Firman kasih ide buat aku deketin cewek, maklumlah aku kan lama jomblo, jadi Firman mau aku cepet-cepet cari cewek gitu, ehm... Hehe aku jadi malu kelamaan jadi jomblo." Terdengar tawa renyah dari seberang sana. Entah mengapa ada rasa ganjal dari penjelasan Dimas. Sedikit tak masuk akal."Oh, gitu. Makanya jangan lama-lama jomblo, nunggu apa lagi sih kamu, Dim. Udah mapan usia udah matang, segeralah cari istri," timpalku."Hehehe iya maunya sih, cari istri yang cantik, pinter, lembut, kaya kamu, haha." Aku hanya tersenyum menggeleng mendengar kelakarnya, Dimas memang orangnya suka bercanda, aku cukup kenal baik dengannya sebagai sahabat Mas Firman."Gampang buat kamu cari cewek cantik, pinter, dan lembut, Dim," jawabku. Memang benar Dimas seoran
Aku membuatkan secangkir kopi untuk Mas Firman, dan meletakkannya di meja ruang tengah, kemudian kembali naik ke atas.Aku membuka pintu kamar yang memang tak tertutup sempurna, Terlihat Mas Firman tengah menengadahkan tangan, usai melaksanakan salat Maghrib, terdengar doa yang ia lantunkan, meski lirih tapi masih terdengar jelas di telingaku, posisinya yang duduk membelakangi pintu membuatnya tak sadar jika aku sudah berada di kamar ini."Ya Allah, sungguh aku mencintai istri hamba, semua keadaan ini terjadi di luar kendaliku, hamba tahu tak sepantasnya mengabaikan Dia yang di sana. Sungguh aku belum mampu membagi hati dengan Dia, beri hamba kekuatan untuk menjalani semua ini, ya Allah." Suara Mas Firman terdengar bergetar, dengan napas berat.Mendengar doa yang diucapkan, membuatku sedikit bingung, siapa yang di maksud, 'Dia' Mas Firman menyebut Dia, membagi hati? Dia siapa?Aku masih berdiri berusaha mencerna setiap kata yang Mas Firman ucapkan dalam doanya.Beberapa detik berlalu
"Apaan sih Kak, aku baru juga pulang, Kakak udah marah-marah." Suara Laras terdengar tidak terima dengan apa yang di katakan Mas Firman, aku sendiri juga kurang tahu apa yang baru saja Mas Firman katakan.Mereka masih di depan rumah belum masuk ke dalam."Kamu itu perempuan, nggak pantes kamu begitu dekat dengan laki-laki, terlebih laki-laki itu bukan suami kamu, kamu harusnya malu, Laras!" ucap Mas Firman dengan nada meninggi.Laras melengos masuk ke dalam rumah, melewatiku begitu saja."Laras! Dengerin kalau Kakak lagi ngomong! Siapa laki-laki itu? Kenapa kalian sampe pulang bareng berboncengan dengan begitu dekat, bahkan dia berani cium pipi kamu, Mas nggak suka! Kamu itu perempuan, harus punya harga diri donk, Laras!" pekiknya lagi. "Kak, aku itu udah gede, nggak perlu Kakak nasehatin aku kaya gitu, dia itu fotografer di tempat kerja aku, Kak. Dia juga baik kok," sahut Laras enteng seraya menjatuhkan bobotnya di sofa."Kamu udah gede tapi makin susah di atur! Kakak cuma nggak mau
Memang begitu adanya, jika sudah menyangkut soal anak, aku memang sensitif, itu yang membuatku terkadang dihantui rasa khawatir yang tak beralasan dengan suamiku, khawatir ia sudah tak sabar kemudian memilih wanita lain sebagai alasan, untuk bisa melahirkan keturunan untuknya."Sssstt, tak perlu kamu dengarkan apa kata mereka, jika perlu tutup telinga kamu dari suara-suara sumbang yang hanya membuat kita sakit hati, sakit telinga, kamu percaya dan yakin kan? Kalau kita bisa?" Mas Firman bangkit kemudian duduk di sampingku.Aku terdiam."Kalau kita yakin bisa, Insya Allah kita pasti bisa Sayang. Percayalah, saat ini Allah masih ingin memberi waktu untuk kita berpacaran, nanti saat waktunya tepat, Allah pasti akan menitipkan amanah itu untuk kita," terangnya lagi, meyakinkanku, begitu selalu, Mas Firman tak pernah jemu untuk selalu meyakinkan aku, bahwa waktu itu pasti akan tiba.***"Sayang, Hari ini Mas akan ke rumah makan cabang, kamu mau ikut?" tanya Mas Firman pagi ini, saat kami s
Mas Firman berjalan membuka gerbang kemudian masuk ke dalam mobil, dan berlalu hingga tak terlihat lagi. Setelah aku menutup kembali pagar rumahku, aku pun melenggang masuk ke dalam rumah."Huh, Sok mesra!" ucap Tania sinis saat aku baru saja melewati pintu depan. Sedikit terkejut ternyata Tania berdiri di balik pintu.Udah kaya demit aja nih orang, tiba-tiba menghilang, tiba-tiba nongol, gumamku."Iya, donk, memang harus mesra biar tetap nempel kayak perangko. Jadi nggak ada celah buat calon-calon pelakor untuk mencari kesempatan," desisku, tajam menatap matanya.Wajah cantiknya tiba-tiba berubah, mendengar perkataanku. Jangan harap aku akan diam saja melihat gelagatnya, Tania."Ingat ya, Kak. Kamu belum bisa kasih Kak Firman keturunan, sampai kapanpun Kak Firman akan tetap menanti itu, jika kamu tak mampu memberikan itu, apa kamu yakin Kak Firman tak mungkin berpaling?"Ck! Wanita ini benar-benar ingin memancing emosiku. Tenang Yunita, sabar Yunita, jangan terpancing emosi."Kamu ta
POV FirmanSemenjak membawa Wina ke Jakarta Aku memang belum sempat menemuinya, aku meminta bantuan Dimas untuk menghandle semuanya. Walaupun terkadang Dia banyak komen, tapi Dimas tetap membantuku.Dimas membawa Wina ke apartemen milikku, apartemen yang memang aku beli untuk Yunita sebagai hadiah anniversary pernikahan kami yang ke empat nanti beberapa bulan lagi.Maafkan aku Yunita, Maaf Sayang, aku justru menyimpan wanita lain di apartemen yang memang kubeli untukmu.Maaf aku belum siap mengatakan semuanya padamu, aku takut kamu kecewa padaku, aku takut kamu justru meninggalkanku, aku belum siap dengan kemarahan kamu, aku takut kamu pergi dari hidupku.Berbagai ketakutan, karena aku sangat mencintainya, aku selalu ingin dekat dengannya, aku selalu ingin bersama-sama dengannya, aku belum siap jika mendengar ini, Yunita akan marah dan memilih pergi, sampai kapanpun aku tak akan rela.Biarlah sementara waktu begini, hingga tiba waktu yang tepat aku akan menceritakan padamu, Yunita. Ak
"Apa yang beliau bicarakan?" tanyaku, aku ingin mendengar langsung darinya.Wina hanya menghembuskan napas kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sebelum mulai bicara."Ibu, memaksaku untuk pulang." Wina menatap kosong. Terlihat gurat kesedihan di sana, ibu tirinya memang jahat, hanya mementingkan egonya sendiri saja."Lalu?""Ibu tetap mau menikahkanku dengan juragan Dadang." Kali ini kedua netranya mulai berkaca-kaca, hatinya pasti begitu sedih, laki-laki tua itu benar-benar tak punya hati, sudah punya dua istri masih saja mengincar gadis, untuk dijadikan istri ketiganya.Aku hanya menggelengkan kepalaku mendengar penuturan Wina, bagaimanapun secara agama dia istriku, aku berkewajiban melindunginya."Bukankah ibumu sudah tau jika kita sudah menikah, bagaimana bisa juragan Dadang menikahi wanita yang masih bersuami," sungutku.Kembali terdengar hembusan napas berat dari gadis yang ada di depanku, gadis yang sudah menjadi istri tapi nyatanya hati dan jiwa kami masih belum bis
Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum."Terdengar suara ketukan halus di pintu, seketika membuatku dan Wina saling pandang, siapa yang datang?Aku langkahkan kaki ke arah pintu dan membukanya."Dimas?" Aku sedikit terkejut yang datang adalah Dimas. Dia membawa satu kantong plastik besar, yang tampak berisi sayur dan buah."Hehe iya Bro! Sorry Gue ganggu ya? Gue bawain sayur dan buah buat Wina, seminggu lalu gue udah isiin kulkasnya, mungkin sekarang udah kosong karena udah seminggu." Aku menepuk jidatku sendiri, memang sejak membawa Wina kesini, aku meminta bantuan Dimas untuk membelikan bahan makanan, sampai aku sendiri lupa itu udah seminggu yang lalu, Dimas benar mungkin sekarang sudah habis."Nggak ganggu kok, ini juga gue udah mau pulang, masuk dulu Bro." Aku menepuk punggung sahabatku ini.Kami pun masuk dan duduk di sofa."Makasih ya, Bro. Gue sendiri sampai lupa soal itu." Aku hanya nyengir, menggaruk kepalaku yang tak gatal."Baik kan Gue, Lu yang punya Bini, Gue yang beliin kebutu