Setelah mengatakan itu, Dylan berdiri dan pergi, meninggalkan Samuel yang wajahnya pucat.Lucas buru-buru mengejarnya. Pasti ada hubungannya dengan Lydia. Wanita itu benar-benar merepotkan. Dia mendecakkan lidahnya dan berkata, “Kenapa raut mukamu masam sekali? Samuel kan teman kita. Kamu tahu dia itu orangnya blak-blakan. Jangan ambil diambil ke hati.”Dylan juga tahu kalau reaksinya berlebihan. Dia tidak menyangka kalau dia tidak bisa mengendalikan emosinya. Namun, ini pertama kalinya dia mengetahui hal barusan itu. Apa Lydia membencinya juga karena alasan itu?Dadanya terasa tidak nyaman dan sesak.Dia berdiri di depan pintu. Angin dingin bertiup, sehingga pikirannya menjadi lebih jernih. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. “Aku tahu, katakan saja padanya. Emosiku barusan bukan karena dia.”Namun, untuk dirinya sendiri!Lucas menghela napas lega dan berkata, “Itu gampang, tapi jangan bilang kamu masih mengingat wanita itu?”Dylan melirik ke samping dan mendengus dingi
Melihat ekspresi di wajah Monika yang terlihat tidak senang, teman-temannya satu per satu terdiam.Lantai dua di tempat pesta itu relatif sepi. Nixon membawa Lydia kesana, dan seorang pria muda berwajah pemberontak yang mengenakan kemeja hitam mewah yang duduk di sana berdiri.Keduanya berjabat tangan singkat, lalu Nixon tersenyum dan berkata, “Pak Kevin, sudah lama nggak bertemu.”Kevin tersenyum, sudut bibirnya sedikit terangkat. Pria itu berkata dengan penuh aura jahat, “Halo, Pak Nixon.”Tanpa menunggu Nixon memperkenalkan, mata Kevin beralih ke Lydia dan mengaguminya dengan tatapan yang masih sopan sehingga tidak akan menyinggung siapapun.“Bu Lydia nggak hanya cantik, tapi juga cakap. Aku membatalkan makan malam kita dan mengundang Ibu untuk menghadiri pesta ini. Kuharap Bu Lydia nggak keberatan.”Lydia tersenyum dan berkata, “Tentu saja nggak. Selamat kepada Julist Group untuk ulang tahunnya yang kelima. Aku berharap kita dapat menjalin kerja sama yang baik di masa depan.”Perka
Ternyata begitu.Yah, bisa disebut pemegang saham!Lydia hanya tidak menyangka Dylan sudah tertarik pada bidang AI.Jika Kevin tidak mengatakan hal barusan, Lydia mungkin tidak akan bisa menebaknya. Namun, setelah pria itu mengatakannya, Lydia jadi tahu bahwa pria itu ada niat untuk bekerja sama dengannya.Meskipun dia tidak senang dengan bergabungnya Dylan dalam proyek ini, dia harus memberi batas yang jelas antara masalah pekerjaan dan pribadi, dan tidak boleh melepaskan kesempatan ini.Lydia menunduk dan tersenyum. “Dengan kemampuannya, Tansen Group seharusnya bisa melakukan proyek ini sendiri. Kenapa harus bergabung dengan kerja sama tiga pihak?”Dia mengangkat alisnya dan melirik ke arah Dylan.“Bagaimanapun juga, ini adalah bidang baru yang belum pernah dicoba orang. Tansen Group tidak bisa menanggung risikonya sendirian.”Suara pria itu lirih dan dingin, dan ujung bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil ketika berkata, “Agustine Group nggak salah sudah memilih Julist Group.
Lydia sedikit linglung ketika mendengar namanya dipanggil. Dia sama sekali tidak ingin berurusan dengan Dylan. Namun sudah terlambat, mata semua orang di sekitar sudah tertuju padanya.Hubungan canggung antara mereka berdua yang kembali muncul di acara yang sama setelah perceraian memberikan kesan yang lebih misterius pada kerja sama ini.Dylan juga tidak menyangka. Tidak perlu diragukan lagi, ini pasti ulah Kevin.Lydia masih ragu, tapi Dylan sudah berada di hadapannya. Seluruh tubuh pria itu memancarkan aura dingin. Pria itu membungkuk dan mengulurkan tangannya, mengajak Lydia berdansa dengannya.Mata semua orang di sekitar terfokus pada mereka.Tentunya, ajakan tersebut tidak boleh ditolak dan tidak boleh meninggalkan dampak negatif pada awal terjalinnya kerja sama tiga pihak mereka, yang sangat akan merugikan kerjasama tersebut.Nixon menatap adiknya dengan kasihan. Lydia tersenyum tenang, mengulurkan tangannya dan meletakkannya di atas tangan Dylan.Orang-orang di depan dengan sad
Lampu berkelap-kelip. Lydia mengayunkan gelas wine-nya dengan lembut dan berdiri di depan pagar di balkon di lantai dua, mengamati obrolan dan sapaan munafik dari orang-orang di bawah.Dylan yang sedang berjalan tak jauh dari situ mendongak, dan tiba-tiba matanya bertemu dengan tatapan dingin Lydia.Lydia membuang muka, mengabaikan rasa tidak nyaman di hatinya. Ciuman barusan di lantai dansa membuat semua orang terkesiap. Tidak ada yang peduli siapa yang salah melangkah ketika sedang menari. Mereka hanya menunggu untuk menonton hal menarik dari mantan pasangan itu.Apapun yang terjadi di antara mereka berdua, tetap akan menimbulkan spekulasi yang tiada habisnya.Jadi, pada saat ciuman itu terjadi, Lydia segera memalingkan wajahnya ke samping. Untungnya, musik berakhir dan dia menjauh tepat waktu. Dia menatap Dylan dengan dingin, lalu berbalik dan pergi tanpa menengok ke belakang.Lucas mengobrol dengan orang-orang di sebelah Dylan dan akhirnya orang-orang itu pergi. Dia menghela napas
Thomas tampak terkejut. Dia menangkap inti permasalahannya. “Mencium kakakmu? Ha ha. Berhentilah bermimpi. Dia nggak gila dan nggak bodoh. Kenapa dia mau sama pria bajing*n?” “Kalau nggak percaya, tanya saja sama semua orang. Semua orang melihatnya dengan mata kepala sendiri!” Monika membela diri.Semua orang mengangguk dengan ragu.Thomas meremehkan anggukan kepala mereka. “Tanyakan pada teman-temanmu ini? Kamu pikir aku nggak punya otak?”Wajah Monika memerah karena marah. “Yang jelas, itu benar. Lydia, kamu nggak berani mengakuinya? Kakakku hanya memiliki Olivia di hatinya. Kamu itu hanya untuk memberinya transfusi darah. Berhentilah berharap bisa menikah dengan anak keluarga kaya, kami keluarga Tansen nggak akan menerimamu lagi.”Dia tahu bahwa Olivia adalah nama yang paling menyakiti Lydia. Setiap kali nama itu disebut, itu akan membuatnya semakin putus asa.Namun, Lydia di depannya mengerutkan bibirnya dengan acuh tak acuh, terkekeh, dan menatap dingin ke arah teman-teman Monika
Dylan tidak melihat ekspresi Lydia dan langsung berjalan ke arah Monika dengan ekspresi dingin di wajahnya.“Apa semua yang baru saja kamu katakan itu benar?” Dia bertanya dengan gigi terkatup.Monika panik sambil menggigit bibir bawahnya, tidak tahu harus menjawab apa.Dia tumbuh besar dengan orang tuanya sejak kecil, dan sebenarnya tidak terlalu dekat dengan Dylan, kakak laki-lakinya yang besar di luar negeri ini. Setelah kembali dari luar negeri, kakaknya ini menjadi pebisnis terkemuka di dunia bisnis dan memperbanyak kekayaan Tansen Group sampai ratusan kali lipat, sehingga membuatnya bahkan lebih sombong.“Jawab!” tanya Dylan dengan dingin ketika dia melihat keraguan Monika.Ada cibiran yang lantang dan dingin dari kiri belakang. Tak perlu dilihat lagi. Lydia yang tertawa.“Pak Dylan, itu benar.”Begitu Lydia mengakuinya, orang-orang di sekitar memandang kedua orang itu dengan tatapan yang rumit, terutama pada Lydia. Di balik penampilannya yang glamor, wanita itu ternyata memiliki
Lydia mencibir sambil menatap Monika dengan dingin. Matanya sedikit melihat ke bawah.“Apa Bu Monika berulang kali mengungkit hal ini untuk mempermalukanku? Orang yang dipermalukan itu bukan aku, tapi kalian, keluarga Tansen, yang memperlakukan menantu perempuanmu sebagai pelayan. Entah siapa yang berani menjadi menantu keluarga kalian lagi?”“Lagi pula, kamu nggak pantas menjadi istri kakakku! Lydia, yang jelas-jelas kamu baru saja ingin menggoda kakakku. Kamu nggak mengakuinya?”Ciuman itu pasti upaya yang sengaja Lydia lakukan untuk menggoda kakaknya. Wanita ini masih punya muka untuk menyuruhnya minta maaf?Monika tidak terima. Kenapa Lydia seenaknya sekali?Mengapa kakaknya bahkan tidak melihat ke arahnya?“Bu Monika kira aku sengaja ingin menggoda Pak Dylan?”Lydia tertawa kecil. Dia tidak pernah beromong kosong, jadi langsung ke intinya.Menggoda?Dia merasa harga dirinya belum semurah itu!Ciuman saat berdansa tadi memang tak disengaja dan mengagetkan, pasti membuat orang-orang