Indra masih meringkuk di bawah selimut tebal di kamarnya. Rasa letih membuatnya bangun kesiangan. Padahal ia sudah berjanji untuk menemui kelompok tim dan melakukan pengurusan keberangkatan secara gladi resik.Waktu yang semakin dekat, akan tetapi konsentrasi yang ia miliki sedikit kacau dengan adanya permasalahan dirinya dengan Mellisa. Mau tak mau ia harus menguatkan dirinya untuk melawan apapun yang melemahkan tekatnya.Intan menggelengkan kepalanya، melihat bagaimana Indra begitu santai sementara orang lain sudah tak bisa tidur memikirkan turnamen tersebut."Indra, cepat bangun. Hei!" Intan mencoba menggelitik pinggang Indra, hanya saja tubuhnya saja yang bergerak kesana kemari sementara matanya masih tetap terpejam.Sekali lagi ia menggelitik lebih keras, membuat tubuh Indra semakin menggeliat seperti cacing kepanasan. Kali ini bahkan sambil berteriak-teriak minta ampun."Bangun! Semua temanmu sudah menunggu!" teriak Intan di telinganya.Indra membuka matanya, menatap tajam dan s
Intan menautkan alisnya saat mendengar penuturan Baskoro. Tidak memahami apa maksud dari perkataan tidak peka terhadap orang lain juga merasa bodoh dan tak berguna, tidak mengerti apa maksud ucapan terimakasih untuknya."Berterima kasih? Untuk apa? Apa aku melakukan sesuatu?""Saat aku kembali ke kampung, aku ternyata bisa melihat atas apa yang kamu lakukan, dan aku berterima kasih kepadamu.""Ooh, jadi kamu berterima kasih karena bisa bertemu dengan Wulan?""Intan, dengarkan dulu perkataan ku. Aku tahu kau sangat marah karena Wulan disebabkan rasa cemburumu, meskipun yang terjadi tidak seperti yang kau pikirkan. Aku kesana sungguh hanya memenuhi panggilan ayahnya dan Waluyo yang sudah menjadi keluargaku selama ini. Tapi kau selalu dibakar cemburu dan menuduh aku melakukan yang bukan bukan."Intan melengos, menatap kesal keluar kaca mobilnya."Waluyo sudah menceritakan semuanya tentang bantuan yang kau berikan untuk mereka. Aku bahkan tak mengira kau melakukannya di belakangku. Sebena
Indra juga terpaku membisu dalam ucapan itu, akan tetapi ia tidak akan melampaui kesanggupannya. Ia harus bisa bersikap lebih rasional daripada egoisme seorang bocah lelaki yang jatuh cinta pada seorang gadis. Setidaknya pengorbanan saat ini akan lebih baik sebelum semuanya terlambat."Mellisa, aku sungguh mempercayai perasaanmu. Dan juga perasaanku, kau tak perlu meragukan lagi. Akan tetapi aku tetap tidak akan menempuh jalan yang tidak seharusnya. Kau boleh membenciku, menganggap ku pria buruk dan pengecut, kau boleh mengatakan aku brengsek atau apapun yang kau suka, tapi tolonglah, relakan aku untuk mengejar cita citaku. Seandainya nanti, di suatu waktu akan ada kesempatan untuk kita bersama, tentu saja kita akan mengingat janjiku saat ini, dan mungkin saja bagi kita untuk bersama kembali.""Aku tahu, tentu saja aku akan merelakan mu, dan kau merelakan aku. Jika suatu waktu kita dipertemukan kembali, aku berharap kita dalam kisah yang bahagia," kata Mellisa dengan menatap lembut ke
Hari yang ditunggu telah tiba. Indra menghadapi hari keberangkatan untuk ke Thailand bersama kontingen yang telah disiapkan.Abraham melihat putranya begitu bersemangat, binar kebahagiaan juga terpancar jelas di matanya."Apakah kau merasa gugup?" tanya Abraham pada putranya tersebut."Sedikit, tapi tentu saja aku tidak akan menyerah. Aku sungguh ingin pulang dengan membawa kemenangan, Ayah."Kedua orang tua angkat Indra juga sudah siap untuk pergi mendampingi putra angkat mereka. Senyuman indah selalu mengembang diantara mereka."Terimakasih karena telah merawat putraku dengan baik, aku bisa melihat bagaimana Indra tumbuh dengan sifat sifat yang baik. Aku merasa tak akan seperti itu jika aku yang mendidiknya. Aku adalah pria temperamen dan egois, sangat sulit untuk menerima kesalahan orang lain.""Tidak, tidak. Indra anak yang disiplin dan penuh tanggung jawab. Indra sangat mirip dengan Anda. Kami bahkan melihat jiwanya kokoh dan bisa memimpin, sangat jelas kebaikan itu ada pada Anda
"Kenapa kau masih sangat cemburu dan tidak mempercayaiku?" tanya Baskoro pada wanita di sampingnya."Karena kamu laki laki.""Apa itu alasan yang bisa diterima? Bahkan tidak jarang wanita melakukan perselingkuhan, tapi aku sangat memercayai kamu.""Tentu saja, sejarah sudah membuktikan kesetiaan aku, Bas, tidak seperti kamu yang sempat menikahi wanita lain.""Hanya itu? hanya karena aku terpaksa menikahi orang lain sehingga di sama ratakan dengan lelaki yang mata keranjang?""Siapa yang menjamin?""Uhmm, sangat tidak adil. Atau jangan jangan karena aku ini sangat tampan, baik dan ....""Mustahil, siapa sih wanita yang berani memujimu seperti itu? Coba sebutkan siapa orangnya," ketus Intan."Kamu?""Huh."Baskoro tersenyum geli, rasanya dulu Intan sangat suka memanggilnya Beib, sayang, honey atau pujian pujian seperti tampan dan apapun yang membuatnya terasa sangat senang. Akan tetapi sekarang ia bersikap jual mahal."Panggil aku sayang sehingga aku akan katakan siapa orangnya.""Huft,
Setelah sama sama menua, keadaan menjadi berbeda. Sifat temperamen Abraham juga sepertinya berubah. Ia bisa melihat bagaimana sisi hidup Abraham yang berbeda. Itu karena memiliki seorang anak seperti Intan yang bisa mengatasi keadaan dengan baik. Berjiwa besar dan berhati malaikat. Keadaan berangsur membaik dan damai. Sekarang, ia akan memulai hidupnya bahkan di hari hari yang sudah semakin tua. Akan tetapi itu masih lebih baik daripada menyesali semuanya. Ia masih bisa menikmati momen bersama putranya semata wayang, bahkan merasakan kebanggaan tersendiri saat putranya ternyata punya kemampuan untuk mengikuti kompetisi bergengsi di luar negeri. Ia akan merasakan kebersamaan dalam nuansa bahagia saat ini."Apa yang kau harapkan dalam hidupmu saat ini," tanya Abraham saat mereka telah berada di sebuah hotel mewah di Bangkok."Menjadi muda, dua puluh tahun atau dua puluh lima tahun.""Mana mungkin itu terjadi. Bukankah kau dulu penasaran bagaimana hidupmu dua puluh tahun yang akan datan
Kompetisi telah dimulai. Sebuah stadion Basket di Bangkok telah dipenuhi pecinta olah raga kejar bola itu dengan meriah. Warna warni kostum kompetisi menambah ramainya suasana pagi yang cerah itu.Atribut bendera merah putih melengkapi kontingen Basket dan juga keluarga besar Abraham di barisan paling muka deretan kursi pengunjung. Tak ada yang tidak menunjukkan senyum bahagia, begitu juga senyuman para pemain yang sedikit cemas dengan harapan untuk menang."Indra, kau harus semangat!" Mellisa memberikan peringatan dengan mengepalkan tangannya ke Indra yang berdiri tak jauh darinya."Tentu, aku akan berjuang untuk kalian," ujarnya membalas perkataan Melissa. Ia memang sangat berharap untuk menang dan tidak mengecewakan semua orang, akan tetapi tentu saja kerjasama sebuah tim menentukan keberhasilan mereka.Baskoro dan juga Intan terlihat sedikit cemas, tapi mereka yakin Indra cukup kompeten.Sepertinya, kehadiran Melissa juga sangat berpengaruh dalam kesemangatan Indra hari itu. Beber
Begitulah, babak demi babak terlampau. Dalam beberapa hari yang melelahkan akhirnya Indra dan kelompoknya bisa mencapai kemenangan yang luar biasa. Tentu saja, semua itu perjuangan yang begitu melelahkan baginya. Perjuangan melelahkan itu membuahkan hasil yang luar biasa."Apa kau senang?" tanya Mellisa saat mereka telah bersiap untuk kembali."Tentu saja Mellisa, ini sangat tak terduga. Aku bahkan merasa sedikit pesimis saat melihat betapa kawanku sangat percaya diri. Aku mengira kami akan kalah," kisahnya.Mellisa tersenyum manis, lalu ia menyerahkan sebuah hadiah kecil untuk Indra."Apa ini? Sebuah hadiah untuk ku?" Mellisa mengangguk dan tersenyum."Maafkan aku, ini adalah tanda pertemanan kita. Aku berharap diantara kita tetap saling memaafkan.""Baiklah, aku menerimanya. Jangan kuatir, kita akan tetap berteman."Pertandingan usai dengan memuaskan. Tentu saja akan banyak babak baru yang akan dimulai. Mellisa setelah ini akan menjalani babak baru dalam hidupnya. Ia telah memutusk