Bu Endang hatinya makin merasa tak enak, hanya saja melihat Sarah yang nampak bahagia, dia tak bisa lagi protes. 'Semoga kamu benar benar bahagia dengan Ardi, Sarah.'Bu Endang meremas tangan Sarah yang duduk tepat berada di sampingnya, ada rasa yang tak bisa diungkapkan saat ini. Air mata sudah menggantung di pelupuk mata. Wanita paruh baya itu dengan sekuat tenaga agar bulir bening hangat itu jangan sampai menetes di pipi."Ibu tenang ya," ucap Sarah sambil berbisik di telinga ibunya. "Meski sudah menikah, Sarah akan sering datang kesini Bu."Dalam pikiran Sarah, sang ibu menangis dan sejak tadi terus menangguhkan pernikahannya karena tak ingin Sarah pergi dari rumah saja. Itu lah kenapa dia pun menenangkan hati sang ibu."Benar begitu kan Mas? Jika nanti kita sudah menikah, maka aku masih boleh mengunjungi ibu?" Sarah pun bertanya pada Ardi, demi untuk menenangkan pikiran Bu Endang."Tentu saja." Tanpa menunggu sepersekian detik, Ardi pun memberikan jawaban disertai dengan senyuman
"Yang ini bagus nggak sih buat aku?" tanya Stella pada Raja, sembari menunjukkan sebuah dress berwarna hitam di tangannya."Bagus sepertinya." Raja menjawab sambil tersenyum sesaat dan kemudian kembali fokus pada ponselnya.Stella mendengus dan mengerucutkan bibirnya. "Niat nggak sih?!" Raja yang sedang fokus pada ponselnya langsung menoleh. "Ah maaf, ada chat dari asisten pribadiku tadi. Sedikit kendala di lokasi proyek yang baru."Tanpa disuruh oleh Stella, pria tampan itu pun langsung memasukkan ponselnya pada saku. "Sudah Tuan Putri," ucap Raja lagi sambil tersenyum.Stella menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman yang teramat manis. "Gitu dong." Stella merasa begitu senang.Setelahnya dia pun menggandeng tangan Raja menuju ke depan kamar pas. "Kamu tunggu sebentar di sini ya, aku ingin mencoba. Nah, baru nanti kasih komentar," ucap Stella dengan suara yang manja."Siap!" Dengan cepat Raja menjawab sambil sedikit membungkukkan badannya ke depan.Rona kebahagiaan beg
"Kamu kan seharusnya kerja, Raja. Bukan keluyuran seperti ini." Nada bicara ibunda Raja yang sewot dan tatapan mata yang tak enak, membuat Stella merasa nyeri di hati. 'ya Tuhan, apa ini ujianku selajutnya?'Stella yang tadi sumringah, sontak saja langsung menunduk, ada rasa nyeri dalam hatinya.Ini adalah pertemuan kedua dengan Sinta, ibunda Raja. Pada pertemuan pertama, saat akan menghadiri pesta Vino, Stella sudah bisa merasakan sikap dingin ibunda Raja. Saat itu Stella berpikiran positif, mungkin Karena saat itu Thea sedang tidur. Sehingga saat di pertemuan kedua ini, Stella berharap lebih. Tetapi nyatanya dia dibuat kecewa lagi, ternyata Sinta masih bersikap begitu dingin. Dan, malah berbicara dengan nada menyindir.Raja tampak tersenyum tipis. menghadapi sang mama. "Ini juga kan lagi kerja Ma. Kerja bareng artis cantik." Sepertinya pria itu ingin mengurai suasana yang beberapa saat tadi sempat tegang. "Kerja kan nggak harus di kantor Ma."Raja menoleh pada Stella yang kini m
"Dari mana kamu bisa menyimpulkan hal itu? Raja saat ini juga seorang pemeran sandiwara yang bagus aktingnya. Sampai bisa membuat semua orang percaya jika kami saling mencintai."Perih hati Stella mengatakan kalimat itu. Entahlah, beberapa bulan terakhir Stella memang merasa dirinya menjadi begitu labil. Kadang dia seperti memiliki semangat juang yang tinggi, pantang menyerah untuk mendapatkan Raja. Tetapi kadang dia seperti orang yang rapuh, gampang sakit hatinya jika mengingat cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada Raja."Kak ... Mungkin memang yang kakak rasakan seperti itu. Tetapi aku melihatnya sangat berbeda." Jeny pun mulai mengomentari ucapan Stella. "Kak Raja sudah banyak berubah dan aku bisa merasakan itu. Jika dia tak memiliki rasa cinta pada Kak Stella, dia pasti tak se khawatir tadi."Stella menghela nafas panjang, dia menelaah perkataan Jeny. Bisa jadi seperti Itu, atau tetap semua itu hanya sebuah kebohongan belaka."Semoga saja apa yang kamu pikirkan itu benar. Ten
"Ma, kenapa sih bersikap seperti itu pada Stella tadi?" Ketika telah sampai di rumah, Raja langsung protes pada Sinta.Sinta memutar bola matanya malas. "Memangnya mama tadi bersikap gimana sih, Raja?" jawabnya sambil menaruh barang belanjaannya di meja ruang tamu.Raja mendengus dan menghela nafas panjang. "Ma ... Semua orang yang melihat pasti tahu bagiamana arti dari tatapan mata dan cara bicara mama yang begitu sinis."Sinta tersenyum kecut dan meminta sang putra untuk duduk di sampingnya. "Mama kan begitu sama dia, bukan sama kamu. Kenapa kamu protes?" tanya Sinta sambil menatap lekat wajah Raja dari samping.Saat itu Jeny sedang berada di kamar Thea, jadi dia tak tahu jika kakak dan ibunya itu telah sampai di rumah.Raja sedikit bingung ingin menjawab seperti apa, ketika dia baru membuka mulut, Sinta lebih dulu menyambar."Oh iya mama lupa. Kamu kan bucin sekali ya sama dia. Artis terkenal yang begitu cantik dan sudah membantu produk dari perusahaan kita booming?" Pertanyaan yan
"Apa pun alasannya, mama tetap tak suka akan hal itu. Untuk apa punya istri jika bisa dijamah oleh pria lain?" Tatapan mata Sinta nampak begitu tak bersahabat. "Katakan, jika kamu melihat Stella berciuman dengan lawan mainnya, apa kamu nggak cemburu?"*Kalimat panjang yang diucapkan oleh sang ibu itu, seolah terus saja tergiang di pikiran Raja. Selama ini,dia bahkan sama sekali tak pernah berpikiran sampai sejauh itu. 'mama benar juga. Ketika seorang artis sedang bermain peran romantis dengan lawan mainnya di sebuah film. Apa pasangan yang sesungguhnya tidak cemburu ya?' Raja yang saat ini tengah duduk bersila di sofa dalam kamarnya, nampak seperti sedang berpikir dengan keras. Pria itu memegang dagunya sambil mengerutkan bibir."Ah ... Tentu saja rasa cemburu itu ada," lirih Raja sambil menghempaskan tubuhnya ke belakang, pada sandaran sofa yang empuk itu. "Tapi ... Itu juga hanyalah sebuah bentuk dari profesional kerja saja."Perbincangan dengan sang mama itu, benar benar membuat
"Hemm ... Stella memang lucu."Rara terkekeh ketika berada di dalam mobil. Saat ini dia sedang bersama dengan Arjuna dan kedua anaknya. Tak lupa juga dengan dua orang pengasuh.Arjuna yang tengah menyetir langsung mengerutkan dahinya. "Lucu? Kenapa?" Ketika sedang weekend dan senggang seperti ini, memang kadang Arjuna lebih memilih untuk menyetir sendiri ketimbang harus bersama dengan sopir.Keluarga kecil itu baru saja pulang dari sebuah pusat perbelanjaan dan tadi memang Rara baru saja berbincang dengan Stella untuk beberapa saat."Dia sedang kebingungan menghadapi mamanya Raja." Rara berucap sambil tersenyum sembari mengingat seperti apa wajah Stella ketika bercerita tadi."Memangnya kenapa?" Arjuna memang tak mengerti akan hal ini.Rara dengan cepat brcerita pada suaminya itu. Persis seperti apa yang diceritakan oleh Stella tadi."Dia tadi sampai mau nangis loh," ucap Rara yang masih terus tak bisa menahan tawanya. "Pokonya lucu banget deh. Apa lagi kadang dia kan suka melebih le
"Bella kangen Ayah, Ma."DeghHati Rara langsung mencelos saat ini. Perasaan takut tiba tiba saja muncul di hati wanita cantik itu.Setelah menikah dengan Arjuna, sama sekali suaminya itu tak pernah mengatakan tentang Nizam. Bahkan saat Rara berkata jika memberi kesempatan kedua untuk Sarah dan juga Bu Endang. Arjuna seperti tak bisa menerima hal itu. Itu lah kenapa Rara sendiri akhirnya menyimpulkan jika Arjuna masih membenci mantan suaminya itu.Bella juga selama ini tak pernah mengatakan tentang Nizam, baru kali ini. Rara merasa takut jika nanti akhirnya Arjuna marah.Bukan tak boleh Bella menanyakan tentang ayah kandungnya, karena memang jelas jelas Nizam adalah ayahnya Bella. Tapi menurut Rara momentnya saat ini sedang tidak pas saja. Dia tak ingin jika sampai mood Arjuna akan rusak karena hal ini. Tetapi dia juga tak bisa menyalahkan Bella. Aliran darah itu memang tidak akan pernah bisa diputus, meski telah disia siakan, tetapi rasa kasih sayang itu tidak akan pernah pudar.Rara