Kehidupan berjalan sebagaimana mestinya, begitupun kehidupan Murni dan juga Randi. Mereka tidak tinggal di Blitar, melainkan tetap tinggal di Jakarta karena pekerjaan Randi yang menjanjikan berada di Jakarta.Di usia pernikahan yang ke dua tahun, mereka dikaruniai dua anak laki-laki kembar. Murni pun setiap harinya disibukkan dengan anak kembarnya tersebut, dengan bantuan Ibu dan juga adiknya, ia pun bisa mengurus anak dan juga rumah dengan baik.Sedangkan Randi sendiri terlalu sibuk dalam kerjaannya, bahkan sering kali lelaki itu pulang larut.Seperti hal nya hari ini, tetapi entah kenapa, akhir-akhir ini Murni sering kali marah kalau suaminya belum juga pulang. Berulang kali ia mengirimkan pesan tetapi tidak dibalas, dilihat pun juga tidak. Karena tak tahan, ia pun mencoba menelfon suaminya, terhubung tetapi juga tak diangkat.Murni memasang raut wajah kesal. Kini ia pun melempar ponsel itu di sembarang tempat, mood nya benar-benar anjlok."Murni, ini anakmu nangis lo, coba kamu kas
Tanpa banyak bicara, lelaki itu keluar kamar dengan segenap amarah yang membuncah. Ia tak mau satu ruangan dengan istrinya, ia takut tidak bisa mengontrol emosi dan yang akhirnya akan membuat pertengkaran. Dirinya tak mau sampai turun tangan dan menyebabkan istrinya terluka.Sedangkan Murni sendiri menatap dalam diam kepergian suaminya, ada perasaan menyesal kenapa ia tak bisa mengontrol emosinya. Menangis pun percuma, mau minta maaf juga kepalang tanggung. Kini ia hanya bisa duduk di tepi ranjang dengan segenap penyesalan yang ada.Di luar Randi merebahkan tubuhnya di atas sofa. Seharian bekerja tanpa mengenal lelah mampu membuat matanya terpejam sampai tak lama kemudian sayup-sayup suara adzan subuh berkumandang.Ia merasa baru saja tertidur tetapi sudah pagi saja."Loh, Ran, kenapa tidur di luar?" tanya Ibu mertuanya menghampiri."Tidak bisa tidur di kamar, Bu," bohong Randi. Ia tak mau permasalahannya dengan Murni sampai diketahui orang lain walaupun itu Ibu mertuanya sendiri."
Randi mencoba memberi penjelasan pada istrinya tersebut, ia tidak mau kesalahpahaman ini terus berlanjut. Apalagi ia tidak merasa melakukan apapun, bahkan orang yang mengirim pesan pun ia juga tidak tahu siapa orangnya. Ia hanya mengira kalau orang itu salah kirim saja dan tidak berpikir jauh tentang hal itu."Kalau ada sesuatu yang kurang dalam diriku, harusnya kamu bilang, Mas, bukan malah bermain di belakangku seperti ini," ucap Murni saat Randi tengah menggenggam jemarinya."Aku tidak selingkuh, aku pun juga sama seperti kamu, tidak kenal siapa pemilik nomor itu." Randi mencoba menjelaskan, tetapi bukannya mau mendengar, Murni malah menangis terisak dan hal itu kebetulan diketahui oleh ibunya."Kamu kenapa, Murni?" tanya sang Ibu mendekat. Sedangkan Randi sendiri merasa tidak nyaman dengan kedatangan mertuanya. Ia sudah menduga, akan kemana permasalahan ini berlanjut, pasti mertuanya akan ikut campur dan dirinya akan dipermasalahkan."Mas Randi selingkuh," jawab Murni. "Kamu seli
"Maaf, Mbak, tadi suaminya jatuh dari motor saat mengantar saya," ucap wanita tersebut saat tiba di ambang pintu. Ia berhenti saat melihat Murni menatapnya dengan tatapan tajam."Sampai di sini saja, ya, Mas?" ucap wanita tersebut. Dia merasa tak enak sendiri terhadap Murni, ia tak mau terjadi kesalahpahaman antara mereka berdua. Setelah itu wanita tersebut pergi, tak lupa ia pamit pada Murni walaupun respon yang ditunjukkan Murni biasa-biasa saja bahkan terkesan dingin.Selepas kepergian wanita tersebut, Randi pun langsung melangkah ke dalam. Ia tak mengucapkan sepatah katapun pada istrinya tersebut dan hanya melewati Murni begitu saja. Sedangkan Murni sendiri langsung menyusul suaminya."Dari mana kamu seharian ini, Mas?" tanya Murni ketika ia mendapati suaminya duduk di sisi ranjang, bahkan tanpa bertanya keadaan suaminya, ia langsung menodong dengan pertanyaan seperti itu.Sedangkan Randi sendiri lebih memilih bungkam, jujur saja saat ini ia masih merasa kecewa."Jawab, Mas! Kamu
"Hallo, Tania," ucap seorang wanita yang datang menghampiri ketika dirinya sedang momong Hanita di taman. Tak hanya Tania, Hanif sendiri juga berada di sana, tetapi suaminya itu tengah menerima telepon dari temannya yang menawarkan tanah di Sumatera."Kamu, kamu Via 'kan?" Tania sedikit lupa-lupa ingat."Iya," jawab wanita tersebut sembari tersenyum."Anakmu sudah besar," ucapnya lagi seolah mereka adalah teman dekat yang lama tidak bertemu. Tania tersenyum, walaupun mereka tidak pernah ada masalah tetapi yang ia ketahui Via pernah masuk penjara karena dilaporkan seseorang."Kamu masih bersama Beni?" tanya Tania. Ia sama sekali bingung mau memulai obrolan dari mana, tapi ingatannya langsung tertuju pada Beni, lelaki kejam yang pernah ia temui. Ya, walaupun selama ini dia tidak pernah menyakitinya, tetapi ia merasa takut kalau lelaki itu akan menyakiti salah satu keluarganya."Masih," jawab Via dengan wajah sendu. Raut wajahnya tak bisa dibohongi, ketika mengingat suaminya itu, Via me
"Ro-Roni?" Murni nampak tergagap dengan kedatang lelaki itu, lelaki yang selama itu telah membantu mantan suaminya menyiksa dirinya.Roni, anak buah Beni yang selalu setia. Terakhir yang ia dengar dia sedang berada di luar pulau, tapi sejak kapan persisnya ia tak tahu.Ia pikir hidupnya akan aman setelah ini, ternyata ia salah, ancaman besar sedang mengarah kepadanya. Murni mengatur nafasnya, ia tak boleh gegabah dan juga tak boleh menunjukkan wajah ketakutannya. Ia harus terlihat tenang."Masih ingat saja, cantik," ucap Roni sambil menowel dagu Murni. Murni pun menampil tangan itu lalu menghempaskannya dengan kasar. Ia sangat tidak suka jika ada orang yang berani menyentuhnya."Jangan jual mahal kamu!" bentak Roni.Murni yang ketakutan akhirnya berlari menjauh. Ia sangat menghindari anak buah Beni itu.***"Bu, Ibu!" teriak Murni saat sudah sampai di rumah. Orang yang saat ini ia butuhkan adalah ibunya karena Randi sendiri sedang bekerja, tak mungkin ia mengganggu kerja suaminya den
"Apa aku resign saja, ya, Sayang," ucap Hanif karena merasa apa yang diucapkan istrinya memang benar adanya."Harus, aku nggak,ya, ada pelakor dalam rumah tangga kita," jawab Tania dengan mantap. Sudah lama ia meminta suaminya itu resign tetapi Hanif sama sekali tak mengindai ucapannya."Setelah liburan aku akan ajukan surat pengunduran diri.""Lama benar.""Kan empat hari lagi kita ke Blitar, masa iya, ajuan cuti di acc langsung mengundurkan diri begitu saja," jawab suaminya."Tapi aku takut kalau kamu akan kegoda.""Kupastikan hal itu tidak akan terjadi, makanya aku bilang, jangan dekat-dekat dengan Laura, cukup dekat dengan tetangga saja karena kalau kita repot atau ada hal lainnya, yang sering kita minta tolong adalah tetangga, tapi ingat, jangan gibah," nasehat Hanif Tak jarang istrinya itu ketika pulang dapat gosip baru, padahal sebelum punya anak dan jarang main ke rumah tetangga, istrinya itu jarang sekali ikut gibah dengan mereka, tapi semenjak punya anak dan sering main ke
"Itu gunanya tetangga, makanya kalau ada ghibah, ya jangan dilarang," ucap Tania sambil tertawa. Jiwa emak-emaknya meronta-ronta setelah bergaul dengan tetangganya itu, tiap kali bertandang, selalu aja ada bahan obrolan, terkadang lebih sering makan-makan juga, entah rujakan atau apa itu.Tapi walaupun ia sering makan-makan, berat badannya cuma diangkat itu-itu saja. Dia tidak terlihat gemuk, entah karena prawakannya yang nggak bisa gemuk atau karena menyusui, Tania sendiri tak tahu dan juga tak mau ambil pusing.Setelah dipastikan Bi Yun mau tinggal di rumahnya, lantas mereka pun beranjak pergi.Hanita yang biasanya mau sama neneknya, mendadak ingin dalam dekapan mamanya. Lalu tak lama kemudian bocah kecil itu tertidur. "Sudah mulai di sapih, ya, Hanita nya?" tanya Linda membuka percakapan setelah beberapa saat hening."Sudah, Mbak, baru dua hari ini," jawab Tania sambil menepuk-nepuk anaknya agar jangan sampai terbangun. Sedangkan Hanif sendiri bolak-balik ngecek ponselnya, seakan