"Bulek ingin sekali melihat kamu dan Gama rujuk. Bukan hanya bulek saja yang mendukung, tapi papa dan mamanya Gama juga."Dea tersenyum, tanpa menanggapi dengan kata-kata. Mereka menginginkan dirinya dan Gama rujuk. Tapi kenyataannya Gama sudah bertunangan dengan Alita. Jika Gama ingin memutuskan hubungan dan bilang masih mencintainya, tapi bukti itu belum ada. Dea tidak akan segampang itu mempercayainya. Dia kenal bagaimana Alita, apa mungkin akan diam begitu saja saat diputuskan.Mobil memasuki halaman rumah Pak Dedy. Kebetulan ada Bu Wetty yang duduk berdua dengan sang suami. Wanita itu membuka pintu pagar depan dengan remote control di tangannya."Kakek," teriak Antika saat pintu mobil terbuka. Lelaki yang sebagian rambutnya berwarna keperakan itu lekas menghampiri dan menggendong sang cucu ke teras. Saat itu masih gerimis.Bu Ariana akhirnya turun sebentar untuk saling sapa. Berangkat tadi tak sempat bicara hanya saling melempar senyum dengan Bu Wetty.Hubungan mereka membaik be
MASIH TENTANGMU- Keputusan Kaget. Tentu saja. Luluh lantaknya hati begitu terasa di dalam sana. Dokter itu ternyata tidak main-main. Untuk bisa mendapatkan ibunya, dia lebih dulu mengambil hati anaknya."Kapan ngasihnya?" tanya Gama. Kesempatan untuk mengorek informasi."Kemarin sore," jawab polos Antika."Om dokter itu baik, Pa. Dia ramah pada Antik. Bawain cokelat juga." Mendengar kalimat itu serasa lukanya disiram air garam. Dokter Angkasa telah mencuri start darinya. Antika tidak tahu kalau hati papanya porak poranda oleh rasa cemburu. Dia tidak tahu kemelut apa yang dialami papanya.Gama mencium rambut putrinya yang masih sibuk dengan puzzle. Saat itu Mbak Sri datang membawakan minum dan kukis di toples untuknya. "Monggo, Mas Gama. Diminum tehnya.""Ya, Mbak Sri. Makasih banyak.""Njih." Mbak Sri kembali ke belakang.Di luar hujan turun dengan derasnya. Disertai angin dan petir. Antika sontak memeluk sang papa. Kaget dengan bunyi petir yang menggelegar. Gama mendekapnya erat.D
Gama berdiri. Dia belum lupa di mana tempat salat di lantai satu rumah Dea. Mantan mertuanya adalah umat yang taat. "Antik, salat bareng papa, ya. Mama ambilin mukena dulu." Dea menaiki tangga untuk mengambil mukena di kamar.Sedangkan Gama dan Antika mengambil air wudhu. Lelaki itu memperhatikan sang anak yang tengah berwudhu. Meski belum sempurna, tapi untuk ukuran anak usia tujuh tahun, sudah cukup bagus. Gama malu pada diri sendiri. Anaknya di didik dengan baik oleh Dea dan keluarganya. Benar kata Dea tadi. Jika ingin kembali bersama, tidak hanya cinta saja yang diperjuangkan. Tapi bagaimana kembali membangun kepercayaan dan meyakinkan keluarga. "Loh, mukena Mama mana?" tanya Antika ketika Dea hanya mengantarkan mukena untuknya di ruang salat."Mama nggak sholat, Sayang," jawab Dea sambil memakaikan mukena pada Antika."Cuti, ya?"Dea mengangguk sambil tersenyum.Gadis kecil itu tidak bertanya lagi. Sebab pada waktu tertentu, ia sudah tahu kalau perempuan dewasa seperti mamanya
MASIH TENTANGMU- Amarah Alita menghampiri Gama. "Aku nggak bisa memilikimu, perempuan lain pun juga nggak bisa. Lihat saja nanti."Perempuan itu menatap tajam pada sang mantan tunangan. Melihat Gama hanya diam, Alita makin kalap terbakar amarah. Dengan matanya yang menyala merah, dia tidak mengalihkan perhatian dari sosok tegap dihadapannya. Air mata pun terus menganak sungai. "Aku nggak akan membiarkanmu bahagia. Ingat itu, Mas!""Apa kalian tidak berpikir, nama baik kalian akan jadi sorotan jika muncul dalam berita. Mempermainkan anak gadis orang dengan seenaknya memutuskan pertunangan. Kalian orang terpandang di sini." Pak Handoyo emosi. Itu juga merupakan sebuah ancaman. "Jika kami sampai membuat keputusan seperti ini, tentu kami punya alasannya, Pak Handoyo. Silakan buat pemberitaan apapun, kami tahu caranya mengklarifikasi. Jangan sampai kalian malu sendiri nanti. Tanyakan pada putri Anda. Kenapa sampai Saga memutuskan untuk tidak jadi tunangan dengan Alita. Dan kenapa kami p
Baru kali ini Gama mendengarkan sepupunya bicara. Meskipun dalam hati menyangkal. Jelas dia tidak sama dengan Akbar. Akbar mendua dan diam-diam menikah. Sedangkan Gama tidak pernah mengkhianati Deandra.Ketiga pria itu berbincang hingga tengah hari. Ada masalah pekerjaan juga yang harus dibahas.Gama mengabaikan pesan masuk dari Alita. Gadis itu memberondongnya dengan kemarahan. Namun ia masih tenang, karena sejauh ini Alita tidak tahu tentang perasaannya pada Dea. Yang Alita tahu, Gama sudah tidak peduli pada sang mantan. Cerita akan berbeda saat gadis itu tahu kalau dia kembali pada Dea. Alita tidak mungkin diam saja. Lebih baik untuk sementara ini, dia tidak menemui Dea dulu. Tapi bagaimana jika dokter itu terus melakukan pendekatan?***L***Siang itu mentari tidak begitu memancarkan sinarnya. Awan kelabu menutupi cahayanya. Mungkin menjelang sore, hujan kembali mengguyur kota. Dea dan Hani tengah menikmati makan siang di kantin. Duduk di dekat jendela kaca. "Dea, Gama nggak nga
MASIH TENTANGMU- Kejutan Pagi Itu Semalaman Gama tidak bisa tidur. Bukan hanya ancaman Alita saja yang dipikirkan. Tapi bagaimana jika Dea memang tidak ingin kembali bersamanya. Bagaimana jika penantian panjang Dea sudah pada batas limitnya?Gama turun ke lantai bawah. Mengambil air minum di ruang makan dan duduk di sana, di bawah temaramnya lampu malam. Sebenarnya kedua orang tua menyuruh Gama tinggal di rumah mereka. Mengingat ancaman Alita yang tidak bisa dianggap main-main. Mereka tidak tega kalau Gama tinggal di rumahnya sendiri. Namun Gama menolak.Alita memang berbahaya, tapi untuk bertindak sekarang rasanya tidak mungkin. Dia pasti masih belum bisa melakukan sesuatu dalam pikiran kacau. Mungkin baru esok atau lusa, lihat apa yang akan dilakukan gadis itu.Ponsel yang ditaruh meja kembali berdenting. Alita tidak henti mengirimkan pesan. Gama tidak membalas satu pun, memblokir, atau berencana ganti nomer. Tidak susah baginya untuk mengabaikan gadis itu. Dia sudah terbiasa mel
Bu Wetty menghampiri dan menerima uluran tangan mantan menantu. Berbasa-basi sejenak kemudian pergi ke belakang. Ganti Pak Dedy yang keluar dari kamar, menyalami Gama. Duduk dan berbincang-bincang sejenak.Sambutan mantan mertua membuat Gama lega dan berharap banyak. Semoga mereka kembali merestui jika ia menginginkan putrinya lagi.Setelah Dea muncul, Pak Dedy pamit ke belakang. Lelaki yang memakai pakaian olahraga itu kalau pagi senam di halaman belakang atau joging di sekitar komplek perumahan. Meski rambutnya separuh telah berubah, nyatanya masih tampak sisa postur tubuhnya yang gagah di waktu muda."Mas, nggak bawa mobil?" tanya Dea saat melihat tidak ada kendaraan di halaman rumah atau di depan pagar."Aku naik taksi." Gama tidak ingin Alita tahu kalau ia menemui Dea. Wanita itu bisa saja menyuruh orang untuk mengikutinya. Naik taksi pun tadi sempat khawatir. Namun ia harus bertemu Dea pagi ini."Antik, ke belakang dulu dan minta Mbak Sri makein seragam ya."Antika langsung turu
MASIH TENTANGMU- Jangan Menyerah "Baru tadi malam kita membahas tentang dokter Angkasa. Pagi ini kita dengar pengakuan Gama pula. Menurut Papa gimana?" tanya Bu Wetty ketika mereka dalam perjalanan ke pasar setelah mengantarkan Antika ke sekolah.Hendak belanja keperluan dapur, mumpung hari itu tidak ada jadwal mengajar. Daripada belanja di mall, Bu Wetty lebih suka belanja di pasar. Berinteraksi dengan para pedagang yang begitu bahagia jika wanita itu mengunjungi lapak jualannya. Sayur mayur para pedagang itu juga segar-segar dan bersih, tidak kalah dengan yang di mall.Biasanya Antika berangkat ke sekolah bareng Dea, nanti kalau pulang Pak Dedy-lah yang menjemput. Tapi pagi ini Dea berangkat kesiangan karena tadi ngobrol lama dengan Gama. Dea berangkat naik mobil sedang Gama kembali memesan taksi online. Dengan alasan karena arah kantor mereka yang berbeda dan khawatir Dea akan terlambat. Memang itu benar. Namun ada alasan lain yang tidak diketahui oleh Pak Dedy dan Bu Wetty."Do