“Kamu?” ucap wanita itu. Dia lalu turun dari mobil dan menghampiri Raja. “oh kamu kerja di sini?” “Maaf, anda siapa?” tanya Raja. Wanita itu tersenyum sinis. Dia lalu memberikan kunci mobilnya pada Raja, “Aku buru-buru, parkirkan mobilku.” “Maaf, aku–” “Nggak usah banyak bacot. Nih imbalan buat kamu,” potong wanita itu sembari melemparkan uang 50 ribu ke wajah Raja. Dipandang dingin oleh Raja, wanita itu malah melotot. “Apa?! Kurang?! Aku laporkan atasanmu, mau?!” Raja menjatuhkan kunci mobil milik wanita itu, “Jaga sikap anda.” Usai mengatakan demikian, dia langsung berbalik pergi meninggalkan wanita itu yang tampak kesal. Wanita itu menyerahkan kunci mobilnya pada seseorang yang memakai seragam security. Dia lalu mengejar Raja yang berjalan masuk ke dalam. “Ngapain kamu masuk, hah? Mau mencuri kamu?” tuduh wanita itu. Raja tak menjawab dan terus melangkahkan kakinya, membuat wanita itu kesal dan berteriak, “Pencuri, pencuri!” Tentu saja teriakan wanita itu mengundang bebe
Bukan Raja yang terkena pukulan, justru perut Berry yang merasakan sebuah hantaman kepalan tangan.Semua orang terkejut dan berbondong-bondong menyuarakan kalimat sampah terhadap Raja.“Apa-apa-an kamu! Binatang kamu!”“Dasar pria miskin! Memang kamu punya duit? Buat bayarin rumah sakit kalau terjadi apa-apa dengan Berry?”Ayyara yang kesal pun membela sang suami, “Berry yang mulai duluan. Suamiku membela diri. Dia memang pantas mendapatkan pukulan suamiku.”Begitu dengan Shinta. Dia menyalahkan Berry dalam hal ini, “Beruntung Kakak cuma dipukul. Sikap Kakak sudah melampaui batas, lebih baik Kakak pulang sekarang.”Namun, Berry justru semakin menampakkan wajah arogannya. Sembari menahan sakit di perut, dia malah melanjutkan ejekannya pada Raja.“Apa yang kamu punya? Tidak ada! Bahkan kamu datang ke sini buat makan gratis, bukan?”Shinta menatap kecewa pada Berry, “Kak? Kakak stres ya? Please doang Kak, jangan kek gini. Kakak minta maaf sama Ayya dan suaminya, sekarang!”Berry menerbit
Ayyara yang terlanjur kecewa pun menjawab pertanyaan itu, “Maksud suamiku, kalian membawa dampak buruk bagi kesehatanku.” Berry tampak benar-benar marah mendengarnya. Amarahnya bukan ditujukan pada Ayyara, melainkan terhadap Raja.Namun, belum sempat Berry meluapkan amarahnya, Ayyara berkata mendahului, “Aku kecewa, sangat kecewa. Tadinya aku datang ke acara reuni buat menghormati pertemanan kita. Tapi sayang, bukan ramah tamah yang aku dapatkan, melainkan hinaan kalian.”“Ayya kamu salah paham. Kami bukan menghinamu, tapi–”“Menghina suamiku sama saja menghinaku!” Ayyara menyela ucapan Berry. “Aku pulang duluan. Kalian tenang saja, aku nyumbang 10 juta buat biaya acara reuni ini.” dia sudah muak dengan sikap teman-temannya. Saat Raja dan Ayyara berbalik pergi, Berry melangkah lebih cepat dan menghadangnya.“Sudahlah, Ayya. Jangan bohongi perasaanmu sendiri. Jujur saja kalau kamu tertekan punya suami kere macam dia,” ucap Berry sembari melirik tajam pada Raja. Dia lalu menatap penuh
“Maaf, Pak. Saldo di ATM yang Bapak berikan tidak cukup,” ucap karyawan itu dengan sopan. “mungkin Bapak punya ATM lain untuk menambahkan biaya kekurangannya?”SpontaN saja Berry membelalak. Dia terkejut bukan main. Begitu pun dengan semua orang yang tak percaya.“Bercanda kamu, ya? Kerja yang becus dong, saldo di ATM-ku ada uang sekitar 115 juta. Mengada-ngada kamu. Coba cek lagi sana.” Berry memarahi karyawan itu.Di titik ini seorang manajer hotel datang. Tentu saja Berry langsung mengadu, “Pak, gimana karyawan Bapak ini? Kerjanya dari tadi gak profesional banget. Sudah lelet, bodoh lagi. Mendingan pecat saja. Bisa-bisanya Bapak punya karyawan kayak gitu.”Manajer hotel itu hanya tersenyum. Dia lalu menanggapi, “Karyawan saya sudah berkerja profesional. Memang di ATM Bapak ada uang 115 juta. Tapi itu tidak cukup membayar pengeluaran Bapak yang menghabiskan 230 juta setelah dipotong diskon. Jadi kalau Bapak punya ATM lain, Bapak bisa menggabungkannya untuk melakukan proses pembayar
“Boleh, asal kamu minta maaf dan cium kaki suamiku,” ucap Ayyara begitu serius. “Mau atau nggak? Nggak maksa sih aku, tersersh kamu gimana enaknya.”Berry menahan emosi mendengarnya, tetapi bagaimana pun juga dia harus mendapatkan pinjaman untuk menyelamatkan dirinya dari masalah.“Tapi itu nggak mungkin. Mustahil bagiku mencium kaki orang rendahan kayak suamimu. Jadi–”“Hanya itu syaratnya!” Suara tegas Ayyara menyela ucapan Berry. “Pilihannya 2. Iya atau nggak?”Berry tak punya pilihan lagi setelah manajer hotel juga memberi ultimatum, “Saya kasih waktu 10 menit untuk Bapak menyelesaikan pembayaran. Kalau tidak, kami terpaksa menghubungi polisi.”Berry terpaksa melakukannya. Dia menghadap Raja, “Maafkan aku.” sungguh dia merasa harga dirinya telah jatuh kala itu juga.“Apakah dengan cara itu kamu meminta maaf?” tegur Ayyara. “Tatap mata suamiku dan minta maaf dengan tulus.”Berry merasa kesal, tetapi dia tidak bisa berbuat banyak. Dia lantas menatap Raja dan kembali meminta maaf, “A
“Kalian tahu apa yang aku inginkan?” ucap pria gendut itu dengan mata berkilat penuh minat. “buluku berdiri saat melihat wajahnya. Aku ingin sekali memilikinya.”Bahri, Margareth, dan Radit kompak tertawa awkward dengan harapan permintaan itu hanyalah bercanda karena mustahil mewujudkannya. Mereka gagal total menjodohkan Ayyara dengan pria muda nan tampan seperti Marcel, apalagi dengan pria gendut dan tua bangka seperti hakim ketua itu.“Baiklah, terserah kalian saja.” Pria gendut itu mengalihkan perhatiannya ke makanan yang ada di atas meja. “kalau nggak bisa, aku pun nggak bisa membantu kalian.”Mereka pun sadar kalau permintaan pria gendut itu sangatlah serius dan tidak bisa ditawar lagi.Margareth mencoba tersenyum senormal mungkin, “Begini, Pak. Dia sudah bersuami. Dan dia orangnya sangat setia sama suaminya, nggak bisa digoda dengan apapun.”Pria gendut itu tampak menikmati makanan ringan, “Aku nggak peduli. Aku cuma mau dia sebagai bayarannya.” dia lalu mencondongkan tubuhnya.
“Jaga mata anda!” seru Raja. “Jaga mata anda!” dia mengulang kalimat yang sama.Pandangan semua orang langsung tertuju ke arah Raja. Mereka tidak mengerti mengapa tiba-tiba pria itu berani berkata demikan pada seorang hakim ketua.Hakim ketua itu pun pura-pura bertanya, “Maaf, saudara. Apa maksud saudara?”Raja tak menjawab, tetapi tatapan dinginnya masih mengarah pada sang hakim ketua.Hakim ketua itu malah tersenyum, “Sepertinya saudara sangat emosional. Saudara tenang saja, saya akan memutuskan masalah ini seadil-adilnya.”Setelah itu, hakim ketua itu melanjutkan sidang, “Baiklah, setelah kami mempelajari kasus ini dengan beberapa bukti dan argumen dari pihak terkait. Kami memutuskan ….”Suara hakim ketua terjeda, Nugraha bersiap-siap menerima keputusan sidang. Dia yakin Radit dan kedua orang tuanya diputuskan terlibat dalam masalah ini.Bahri, Margareth, dan Radit pun berusaha bersikap sesantai mungkin. Mereka yakin hakim ketua itu tidak ingkar janji.“Kami memutuskan bahwa Ulva d
“Mas?” panggil wanita itu, membuat semua orang menoleh.Tentu saja Bahri seketika panik. Dia berpikir hidupnya akan tamat. Dia tidak mungkin bisa mengelak jika wanita selingkuhannya bercerita terus terang, karena dengan menunjukkan hasil tes DNA anak dari kandungan sudah cukup membuktikan siapa Ayah kandungnya.Margareth mulai curiga kalau wanita itu punya hubungan dengan Bahri, “Siapa kamu? Kamu mengenal suamiku?” tanya Margareth.“Uang ini milik Mas, bukan?” Wanita itu mengangkat tangan kanannya. “tadi aku melihatnya jatuh dari kantong celana milik Mas.”Bahri sekilas bernapas lega, tetapi dia tahu wanita selingkuhannya ingin memberinya sebuah peringatan kalau wanita itu bisa kapan saja berkata terus terang terhadap keluarganya.Melupakan sejenak, Bahri segera berpura-pura merogoh kantong celananya, “oh ya, benar. Uang 100 ribuku nggak ada. Mungkin tadi jatuh pas aku ngambil hp-ku,” kilahnya.Wanita itu memberikan uang 100 ribu kepada Bahri, “Lain kali hati-hati,” ucapnya dengan sen