[Keputusanku sudah bulat. Saya ingin mengakhiri kerja sama dengan Jaya Kosmetik,] tulis Bambang. Raja yang melihat Ayyara tampak muram, lantas dia pun menyentuh pundak istrinya dan bertanya, “Ada apa, Ara?” Ayyara memberikan ponsel miliknya kepada Raja. “Kita harus segera menemukan siapa yang mengancam Pak Bambang, Mas. Aku yakin dia sedang tertekan dan nggak bisa melawan. Bukan karena Ara nggak ingin kontrak kerja sama ini batal, tapi Ara benar-benar ingin membantu Pak Bambang,” ucap Ayyara. Raja mengerti dengan niat tulus Ayyara, tetapi masalahnya istrinya itu masih belum menyadari bahwa perubahan sikap Bambang disebabkan masalah lain yang lebih rumit. Namun, Raja berujung mengangguk, “Aku janji akan menyelesaikan hari ini juga.” “Makasih ya, Mas,” ucap Ayyara sambil menerima ponsel dari Raja. “Mas, aku mau ganti baju dulu,” imbuhnya kemudian. Raja membalasnya dengan anggukan kecil, “Aku tunggu di sini. Aku mau menghubungi Anton untuk meminta bantuannya.” “Iya, Mas.” Ayyara m
“Jangan banyak alasan. Bukannya kamu tadi–” sindir Ema. “Maaf, saya tadi tidak fokus.” Shinta menyela cepat. “saya janji tidak mengulangi kesalahan yang sama.” Ayyara curiga, kentara jelas kalau Shinta berusaha menutupi sesuatu yang diketahui oleh Ema. Saat Ema hendak berbicara, lagi-lagi suara Shinta keluar terlebih dahulu, “Jika saya mengulangi kesalahan yang sama, saya siap menerima hukuman dari perusahaan.” Ayyara justru semakin curiga. Karena itu, dia pun bertanya kepada Ema, “Apa yang dilakukan Shinta?” “Tadi–” Baru satu kata terucap dari bibir Ema, lagi-lagi Shinta menyelanya. “Aku mengaku salah.” Shinta benar-benar tidak memberi kesempatan untuk Ema berbicara. Dia takut kalau wanita itu benar-benar melihat isi pesan di ponsel miliknya dan membocorkannya kepada Ayyara. “Coba kalau orang bicara jangan dipotong terus.” Ema mulai kesal. “tidak tahu sopan santun sama sekali.” Shinta menundukkan kepala dan menampilkan ekspresi bersalah, “Maaf, Bu. Saya janji kedepannya akan b
Nugraha mengusap kasar wajahnya. Dia memang masih membayar seseorang untuk mencari identitas Raja, tetapi saat ini bukan waktunya untuk memikirkan sang menantu, karena asalah warisan keluarga jauh lebih penting. Dia harus meyakinkan Ayyara untuk menerima warisan tersebut. Dengan begitu dia bisa sedikit menebus dosa-dosanya.***Saat jam istirahat kerja, Raja dan Ayyara memutuskan untuk pergi ke restoran Chinese. Namun, di sebuah lobi mereka berpapasan dengan Shinta.“Ayya? Raja?” sapa Shinta dengan senyum kecil. “Kalian mau ke mana?”“Aku dan Mas Raja mau makan di restoran Chinese,” jawab Ayyara.“Oh gitu. Boleh ikut nggak?” tanya Shinta.Ayyara tak langsung menjawab. Dia hanya ingin makan berdua dengan suaminya, tetapi juga tidak enak hati untuk menolak Shinta.“Boleh,” kata Ayyara akhirnya. Shinta menyengir lebar, “Ngggak, nggak, aku bercanda. Aku nggak mau jadi nyamuk, hehe.” Shinta berpura-pura menunjukkan sisi baiknya, berusaha membodohi Ayyara agar percaya kalau dirinya sudah
‘Jadi kamu yang bermain-main denganku?’ ucap Raja dalam batinnya.Raja melihat sebuah mobil hitam yang biasa dipakai anak buah Bagas sedang terparkir di pinggir jalan. ‘Baiklah, jika itu yang kamu mau!’Raja sebenarnya sangat murka karena insiden rem blong barusan hampir saja mencelakai Ayyara. Dalam benaknya, dia berjanji akan memberi pelajaran kepada Bagas atau siapapun yang telah berniat mencelakai istrinya.***Bagas dan seorang pria tengah berada di sebuah taman di rumah yang cukup luas.Di titik ini juga ada seorang pria bertato datang mendekat. Tentu saja Bagas yang sudah menanti kedatangan pria itu langsung mengulas senyuman seringai di bibir.“Bagaimana? Apakah televisi sudah menayangkan peristiwa kecelakan Ayyara dan suaminya?”“Maaf, Bos. Mereka saat ini bahkan sedang makan di rumah makan,” lapor pria bertato.“Apa?!” Bagas spontan berdiri dengan mata terbelalak sempurna. “Jangan bercanda kamu!”“Maaf, Bos. Tapi itulah kenyataannya.”“Apa?!” Bagas sekali lagi terkejut buk
“Kamu culik Nugraha, dan disaat bersamaan orang-orangku akan beraksi,” jawab Bagas. Jamal manggut-manggut disertai senyuman miring, “Baiklah, Pak. Sekarang juga aku akan menyusun strategi untuk menculik Nugraha.” Bagas menatap Jamal dengan tatapan serius, “Apa rencanamu?” Jamal membalasnya dengan senyuman penuh arti, “Bapak akan melihat kecerdasanku. Aku pastikan tidak ada satu orang pun yang tahu kalau Nugraha telah diculik.” *** Jam istirahat siang. Nugraha memutuskan pergi makan di sebuah restoran. Namun, baru saja tubuhnya mendarat di kursi, seorang pria berpakaian polisi menghampirinya. “Selamat siang, Pak,” sapa polisi itu dengan senyuman ramah. “Siang, Pak,” balas Nugraha. “Mohon maaf, Pak. Kami dari kepolisian membawa surat penangkapan Bapak,” ucap polisi itu sambil menyodorkan sebuah kertas. “kami harap Bapak koperatif dan ikut kami ke kantor polisi.” Nugraha terkejut mendengarnya. Dalam benaknya bertanya-tanya ‘Apa jangan-jangan Pak Anton berubah pikiran dan melapor
Nugraha berteriak kala dimasukkan sebuah ruangan gelap. Dia masih bertanya-tanya siapakah mereka yang telah merencanakan penculikan terhadapnya. Setahunya dia tidak memiliki musuh sama sekali.“Diam!” bentak pria itu sambil menarik Nugraha dan memaksanya duduk di kursi.Tubuh Nugraha diikat kuat di kursi, mulutnya juga disumpal dengan kain. Perasaan merinding menyelimutinya ketika mereka menatapnya dengan tatapan mata berkilat iblis. Rasa takut yang menyelimuti diri Adelia semakin menjadi-jadi ketika mereka melangkah mendekat, apalagi satu orang memainkan pisau di tangannya seperti ingin menyembelih hewan. “Heuuummmn ....” Nugraha meronta-ronta sembari berteriak dengan mulut yang tersumpal kain. Pikiran Nugraha kalut, sepertinya hal buruk akan terjadi pada hidupnya. Hal yang paling menakutkan dalam pikirannya adalah dia terbunuh sebelum meminta maaf dan menceritakan kejadian 20 tahun silam kepada Ayyara. Namun, apa yang bisa Nugraha lakukan? Melepaskan diri saja tak bisa.“Aku ka
“Raja, tunggu. Aku ingin memberikan hadiah untukmu,” ucap wanita itu yang tak lain dan tak bukan adalah Shinta. “terimalah,” imbuhnya sambil menyodorkan sebuah kado kecil. Dilihat dari ekspresinya, Raja bisa menilai bahwa wanita itu masih belum berubah. “Untuk apa kamu memberikan ini kepadaku?” tanya Raja dengan wajah datarnya. Shinta membalasnya dengan segurat senyuman, “Ini hadiah tanda terima kasihku padamu.” “Kalau begitu berikan kepada istriku,” pancing Raja. Untuk sesaat senyuman di bibir Shinta menghilang, “Aku takut Ayyara masih salah paham dengan niatku. Makanya aku langsung menemuimu diam-diam.” “Shinta, sepertinya kamu belum sadar. Tanpa ajakan dari istriku, aku tidak mungkin berada di sana. Sepatutnya kamu memberikan hadiah ini kepada istriku.” Raja menyindir secara halus. Shinta terdiam sesat, sebelum akhirnya dia menanggapi, “Iya, kamu benar. Aku juga mempersiapkan hadiah untuk Ayya. Dan yang ini memang untukmu. Jadi terima–” Saat Shinta hendak meraih tangannya, R
“Sepertinya kalian tidak mengenalku!” seru Nugraha. Jamal dan teman-temannya membalasnya dengan tawa beraroma ejekan. “Anda hanya orang yang sudah bau tanah,” ledek Jamal. Nugraha pun lagi-lagi ikut tertawa, “Kalian benar-benar bodoh! Sepertinya kalian tidak menyadarinya.” “Apa maksudmu, Pak Tua?!” tanya Jamal dengan nada tinggi. “Ketika orang-orangku menyadari kehilanganku, mereka tidak akan tinggal diam.” Nugraha berusaha menakut-nakuti. “jangan-jangan polisi sedang melacak keberadaanku.” Jamal terpengaruh. Dia mulai terlihat cemas, sadar biar bagaimanapun Nugraha adalah seorang direktur yang memiliki koneksi kuat. “Kamu akan membayar setiap perbuatanmu!” Nugraha berbalik mengancam. Namun, di titik ini tiba-tiba ada sebuah jarum yang disuntikkan ke lengan Nugraha yang membuatnya perlahan tidak sadarkan diri. “Periksa keadaan di beberap titik,” titah Jamal yang terlihat sangat cemas. “Baik.” *** Ketika waktunya jam pulang, Raja dan Ayyara bergegas naik bus yang mengarah k