"Aku ingin berbuat baik kepadamu sekarang," ucap Hari kepada Reza yang dia kira tidak bisa mendengarnya.
"Aku tahu kau sangat menderita seperti ini. Untuk itu, aku akan membantu mengakhiri penderitaanmu. Sebentar lagi kau akan merasakan ketenangan dan terbebas dari segala kesakitan."
"Apa yang ingin kau lakukan, Hari?" Reza bergumam dalam hati. Dia ingin bangun, tetapi tubuhnya tidak memiliki kekuatan.
Reza berharap saat ini ada seseorang yang akan menyelamatkannya dari Hari. Dia tidak ingin mati sebelum mendapatkan bukti atas kejahatan yang dilakukan oleh Sarah dan Hari untuk membantu Zidane dan Annisa menangkap dua pengkhianat itu.
Hari bersiap melancarkan aksinya untuk menyuntikkan sesuatu ke dalam cairan infus Reza. Namun, saat dia ingin melakukannya, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Bersamaan dengan itu, Hari juga mendengar seseorang akan masuk ke ruangan Reza.
Dia mengurungkan niatnya, memasukkan kembali jarum di tangannya ke
"Ada apa, Dok? Kenapa Anda memanggil saya ke sini?" tanya Zidane kepada Dokter Raka."Apa terjadi sesuatu kepada papa saya?" tanyanya lagi.Dokter Raka tak langsung menjawab, dia menatap wajah Zidane lalu beralih ke arah Rizky yang berdiri tepat di belakang Zidane.Seolah mengerti akan kode yang diberikan oleh Dokter Raka, Zidane pun memerintahkan Rizky untuk kembali ke kantor menggantikannya mengurus pekerjaan.Dengan patuh sang sekretaris mengikuti perintah atasannya. Rizky langsung bergegas pergi setelah berpamitan."Seseorang tadi datang menemui Pak Reza dan berniat untuk mencelakai Beliau," ujar Dokter Raka.Kedua alis Zidane mengernyit dalam dengan tatapan yang tajam."Siapa? Apa Anda tahu orangnya?" tanya Zidane. "Lalu bagaimana keadaan papa saya sekarang?" sambungnya lagi."Dia baik-baik saja saat ini," jawab Dokter Raka.Dia meminta Zidane untuk menemui Reza karena pasiennya itu ingin membicarakan sesuatu dengan
Annisa langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam tas selepas kepergian Zidane. Annisa merasa ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh suaminya, oleh karena itu dia bermaksud menghubungi Rizky untuk menanyakannya."Halo, Nis. Ada apa?""Kamu sedang ada di mana, Ky?" tanya Annisa."Aku baru saja sampai di rumah. Kenapa? Tidak biasanya kamu menghubungiku seperti ini."Jelas Rizky merasa heran tiba-tiba dihubungi oleh Annisa karena meski bersahabat, tetapi gadis itu tidak pernah sering menghubunginya kecuali saat ada perlu atau terdesak. Meski begitu, Rizky tidak pernah mempermasalahkannya."Bukannya kamu pergi meeting bersama Zidane?" tanya Annisa."Tidak ada jadwal meeting sore ini."Annisa terdiam sejenak dengan kening yang nampak mengerut."Sebenarnya ada apa, Nisa?" tanya Rizky."Ah, tidak ada apa-apa, Ky. Ya, sudah kalau begitu aku tutup dulu teleponnya, ya. Asalammualaikum."
Zidane merasa tidak tenang saat menemani Maudy makan malam di salah satu restoran yang mereka singgahi. Maudy benar-benar memanfaatkan Zidane untuk kepuasan hatinya sendiri. Dia berbelanja seperti orang kalaf yang sedang menguras semua isi dompet Zidane.Pria berparas tampan itu menghela napas, geram dan begitu sangat ingin memaki. Namun, semua hanya akan berakhir sia-sia karena wanita yang ada di hadapannya itu benar-benar tidak tahu malu, bahkan walau Zidane sudah tegas menolak."Kamu yakin tidak mau makan dulu?" tanya Maudy.Zidane membuang muka, begitu muak dengat tingkah Maudy. Ponselnya berdering cukup lama, di sana terpampang nama sang istri yang menghubunginya.Sebelumnya, Annisa sudah mengiriminya banyak pesan teks, tetapi Zidane belum sempat membuka dan membacanya.Dia beranjak dari duduknya menjauh dari Maudy untuk mengangkat telepon dari sang istri. Tak mengacuhkan Maudy yang sepertinya tidak ingin Zidane menjawab telepon dari kakaknya
Yogi menoleh, melihat ke arah wanita yang duduk di sebelahnya yang nampak terlihat sedang kesal. Dia kembali fokus dengan kemudinya, tetapi kedua sudut bibirnya melengkung membentuk senyum tipis."Kenapa wajahmu seperti itu?" tanyanya.Maudy menoleh, "Kenapa dengan wajahku?"Bukan menjawab, wanita itu malah balik bertnya membuat Yogi terkekeh pelan.Maudy mengernyitkan kedua alisnya, masih dengan ekspresi kesal. Matanya menyipit menatap wajah Yogi dari samping."Tunggu. Kenapa tadi kau ada di sana? Apa kau sedang mengikutiku?" selidik Maudy.Yogi menoleh, lalu mengangkat kedua bahunya tak acuh."Hanya kebetulan saja," jawabnya datar."Aku melihatmu bersama Zidane. Apa yang sedang kau rencanakan sebenarnya?" tanya Yogi beberapa saat setelah terdiam, fokus dengan kemudi mobilnya."Itu ... bukan urusanmu!" jawab Maudy ketus.Yogi terkekeh pelan. Dia menoleh, melihat Maudy dengan tatapan tajam."Jangan coba-cob
Annisa tak mau beranjak dari tempatnya. Dia terus menangisi makam sang ayah yang baru saja selesai dikuburkan.Bahkan walau derasnya hujan mengguyur seluruh tubuhnya, Annisa tidak peduli. Dia belum bisa ikhlas menerima kepergian papanya yang begitu sangat tiba-tiba.Hatinya sangat sakit dan terluka, kini dia tidak memiliki siapa pun lagi. Satu-satunya orang yang begitu berarti dalam hidupnya telah pergi untuk selamanya."Sayang, ayo kita pulang." Zidane memayungi tubuh Annisa agar tidak kehujanan.Zidane berjongkok, merangkul bahu Annisa mengajaknya untuk pergi dari sana, tetapi istrinya itu menolak ajakannya."Kamu pulang duluan saja. Aku masih ingin di sini," ucap Annisa lirih. Suaranya serak akibat menangis.Zidane menghela napas, sendu matanya menatap istrinya yang begitu rapuh dan terluka."Aku mengerti perasaanmu saat ini," ucap Zidane."Tidak. Kau tidak mengerti perasaanku. Tidak ada yang mengerti apa yang aku rasakan sa
Setelah turun dari mobilnya, seorang wanita memakai kacamata hitam dan menjadikan kerudung sebagai penutup wajah agar orang-orang di sekitar tidak mengenalinya. Dia berjalan tergesa memasuki sebuah restoran ternama menuju ruangan private yang sudah dipesankan oleh seseorang yang mengajaknya bertemu.Wanita itu menghela napas, dia melepas kacamata dan kerudungnya begitu sudah sampai di tempat tujuan. Dia mendudukkan tubuhnya di kursi tepat di hadapan seorang pria paruh baya yang sudah datang lebih awal."Kenapa kau ingin bertemu denganku sekarang?" tanya Sarah.Ya, wanita paruh baya itu ialah Sarah, dan pria yang ditemuinya itu tak lain ialah Hari."Kau tahu ini sangat berbahaya, orang akan mencurigai kita," ucap Sarah.Nampaknya wanita paruh baya itu sedang kesal karena Hari memaksa ingin bertemu di saat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan.Hari tersenyum tipis, tak acuh dengan kekesalan yang ditunjukkan oleh wanita yang duduk di had
Kedua tangan Zidane mengepal erat, rahangnya mengeras disertai tatapan elang yang begitu tajam menatap layar monitor yang memperlihatkan kejahatan seseorang yang dia kenal terhadap Reza."Ini." Dokter Raka menyerahkan amplop berwarna cokelat kepada Zidane. "Semua itu bisa kau serahkan kepada kepolisian untuk dijadikan bukti," sambungnya.Zidane menerima amplop tersebut, lalu memeriksanya. Di sana terdapat hasil laporan dari laboratorium mengenai obat palsu yang dikonsumsi oleh Reza dan larutan obat berbahaya yang ditemukan di ruang rawat Reza sebelum pria paruh baya itu dinyatakan meninggal dunia.Dokter Raka juga menyerahkan flashdisk berisi rekaman yang sempat Reza rekam dan dia titipkan kepada dokter Reza untuk berjaga-jaga juga rekaman cctv aksi kejahatan yang dilakukan oleh Hari."Sebelumnya, Pak Reza pernah meminta tolong kepada saya untuk memasang cctv di ruang rawatnya beberapa hari sebelum kesehatan beliau kritis kemudian dinyatakan meninggal dun
Kedua alis Annisa mengerut dengan pandangan tajam menatap wajah Zidane. Dia mencoba untuk mencerna maksud perkataan suaminya baru saja."Apa maksudmu? Siapa yang ingin menguasai perusahaan?" tanyanya menyelidik."Aku baru saja mendengar kabar saat ini Bu Sarah dan Pak Hari sedang mempersiapkan rapat dengan para direksi mengenai kepemimpinan perusahaan," jelas Zidane."Pak Hari yang akan menggantikan posisi papamu karena dia memiliki saham terbesar di perusahaan setelah digabungkan dengan saham milik Bu Sarah," sambungnya lagi."Apa?!" pekik Annisa.Kedua bola matanya membulat karena terkejut dengan berita yang baru saja dikatakan oleh Zidane."Kenapa bisa mereka?" tanyanya dengan ekspresi tak percaya.Zidane mengeluarkan amplop yang dia dapatkan dari Dokter Raka, kemudian memberikannya kepada Annisa.Meski bingung, gadis itu mengambil benda yang suaminya berikan, perlahan dia membuka dan melihat isi di dalamnya.Annisa t