“Dia siapa Allard?!” sentak seorang gadis meminta penjelasan pada pria tampan di hadapannya.
Pria itu hanya bergeming, diam saja di tempatnya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, sedang gadis itu sudah banjir air mata. Sebut saja ia Allard, Allard Zilo. Pria tampan berhati batu yang memiliki sifat sedingin pegunungan Himalaya.
“Siapa perempuan itu, Allard?” Satu tangan gadis itu menarik-narik t-shirt yang dipakai Allard, tidak bisa membendung perasaan kecewanya.
“Allard jawab aku!”
“Dia pacar gue!”
Jawaban Allard berhasil membuat Luna terhenyak, sakit, itu yang ia rasakan saat ini. Tangan yang awalnya berpegangan pada pria itu, kini terlepas.
“Terus aku siapa ...?” lirihnya dengan air mata yang sudah membasahi matanya.
“Kamu anggap aku apa selama ini, hah?!”
“Kamu kenapa Allard? Di mana kamu simpan perasaan kamu itu?! Di mana Allard?!”
Luna tidak bisa lagi menahan rasa sakitnya. Allard bermain belakang, dan itu sangat menyakiti hati Luna yang hanya mencintai pria itu saja dalam hidupnya.
“Lo juga pacar gue, Luna!!” Allard menyentak Luna yang sekarang hanya bisa memegangi dadanya yang terasa sangat sakit.
“Kenapa tega, Allard? Kenapa kamu tega?”
Tatapan Luna menyiratkan luka yang begitu dalam, tangannya mengerat pada tongkat yang menjadi penopang tubuhnya untuk berdiri.
“Salah apa aku sama kamu, Allard ...?” lirih Luna, bibirnya bergetar hanya sekedar menyebut nama pria itu.
“Salah apa Luna sama Allard?” Luna memejamkan matanya hingga liquid bening itu kembali meluruh, “kenapa setega ini sama Luna?”
Luna memukul-mukul dadanya, sesak itu semakin merajalela merobek paksa hati gadis cantik itu. Hancur perasaan Luna, Allard buat. Ternyata Luna bukan satu-satunya di hati Allard, melainkan salah satunya. Cintanya yang tulus malah Allard balas dengan pengkhianatan, jelas Luna merasa sangat dipermainkan.
“Jangan nangis!” tegas Allard.
Luna mengangkat wajahnya, bahkan di situasi seperti ini Allard memintanya untuk tidak menangis. Bibir Luna tersenyum miris, bodohnya dia yang begitu mencintai pria kejam itu.
“Kamu nyuruh aku untuk gak nangis? Sedangkan hati aku udah kamu buat berdarah, Allard!!” Luna meninggikan suaranya.
“Di mana hati kamu ...?!”
Satu tangan Luna semakin mengerat di tongkatnya, sedangkan satunya lagi semakin menghantam dadanya sendiri.
“Ini hati ... kamu salah kalo mau nyakitin ini. Jangan samain hati aku sama hati kamu yang udah kayak batu itu, aku bukan kamu yang gak punya perasaan!!”
Luna memundurkan langkahnya, “Okeh, di sini aku yang bakalan ngalah. Silahkan pacaran sama pacar kamu itu sepuasnya!!” Sengaja Luna melirik selingkuhan Allard yang berada tidak jauh dari mereka.
“Aku tau, aku gak sesempurna dia. Aku cuma perempuan cacat yang gak tau malu, yang udah mencintai kamu sedalam ini!!”
“Aku perempuan bodoh yang selalu menganggap kamu segalanya untuk aku! Aku bego karena mencintai kamu yang selama ini aku pikir, kamu juga mencintai aku!!”
“Kalo memang udah mau mengakhiri hubungan kita, bukan kayak gini caranya, Allard ....” Luna menangis tersedu-sedu di depan pria itu.
“Aku memang gak punya siapa-siapa, tapi bukan berarti kamu berhak menambah rasa sakit dengan main-main sama perasaan aku ....”
Luna memejamkan matanya sejenak, ia kembali menangis. Perlahan ia memberanikan untuk menatap Allard tepat di iris abu-abu pria itu.
“Aku menyerah, sekarang kamu bebas ....”
Luna berbalik, dengan bantuan tongkatnya ia melangkahkan kakinya. Gadis itu menjauh dengan perasaan campur aduk, dengan tega Allard kembali melukai hatinya yang tidak sekuat itu. Langkahnya yang pincang menjadi saksi betapa kuatnya Luna selama ini, kaki Luna menjadi saksi sebesar apa cintanya pada Allard.
Allard memandangi punggung gadis itu dengan tatapan kosong, seakan belum menyadari jika ia akan kehilangan gadis itu jika tidak mengejarnya sekarang juga. Luna yang sudah mengorbankan segalanya untuknya, gadis itu sudah mencintai dirinya sebesar itu.
Pria itu kembali kewarasannya, dengan langkah cepat Allard mengejar Luna yang sudah menjauh. Ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika Luna pergi dari hidupnya, Luna sudah menjadi alasan kenapa Allard bisa hidup. Dan dia sangat mencintai gadis itu.
Ia melangkah mengejar Luna, mengabaikan Anne yang terus saja memanggil-manggil namanya di belakang sana.
“Allard! Allard!”
“Ngapain kamu ngejar cewek cacat itu! Allard!”
Allard memeluk Luna yang akan menyebrangi jalanan, ia menahan gadis itu untuk tidak meninggalkan dirinya. Allard sangat membutuhkan Luna setiap kali ia membuka matanya, bahkan dalam tidurnya ia masih membutuhkan gadis itu.
“Luna, jangan pergi ....” pinta pria itu melingkarkan tangannya di tubuh kecil Luna.
Luna memberontak tidak ingin di peluk, ia bahkan menggigit lengan pria itu agar terlihat. Tapi Allard tidak melepaskan begitu saja walau lengannya sudah terluka.
“Lepasin aku, Allard! Aku mau pergi!”
Allard menggelengkan kepalanya yang ia sandarkan di bahu Luna, tidak akan pernah ia biarkan Luna meninggalkannya. Bahkan dalam mimpi sekalipun!
“Jangan pergi, tolong ....” Allard memelankan suaranya.
“Aku gak usah kamu peduliin lagi! Aku cuma jadi beban buat kamu, kan?” Luna mendorong tubuh Allard yang memeluknya sebegitu kuatnya.
Allard menggelengkan kepalanya, tatapan matanya menyorot sedih pada Luna.
“Jangan pergi, gue gak bisa tanpa lo, Na.”
“Jangan tinggalin gue, jangan ....”
Pria itu menghapus jejak air mata yang membasahi pipi Luna, mata gadis itu sudah bengkak dibuatnya.
“Jangan nangis, gue minta maaf ....” ujarnya mencium kedua mata Luna yang sudah sangat bengkak.
Allard menyingkirkan tongkat di genggaman gadis itu dan dilempar jauh-jauh, membuat Luna sepenuhnya berpegangan padanya.
“Gue minta lo jangan tinggalin gue, maafin gue, Na.”
“Buat apa kamu minta maaf?! Urus aja selingkuhan kamu-”
Belum sempat kata-kata Luna selesai terucap, Allard sudah membungkam bibirnya. Pria itu menciumnya, membuat Luna tidak bisa lagi melanjutkan ucapannya. Pria itu memeluk erat Luna, dan menyalurkan ciumannya untuk gadis itu.
“Tolong jangan pergi, gue cinta sama lo ....” lirih pria itu di sela-sela ciumannya.
Sedangkan Luna menangis dalam diamnya, pria itu dengan tanpa perasaan menciumnya setelah mencium gadis lain.
“Brengsek ....”
Allard melepaskan ciumannya, menatap Luna dengan jarak yang sangat dekat. Ia bisa merasakan nafas berat gadis itu.
“Iya, dan laki-laki brengsek ini mencintai kamu.”
Pria itu kembali mendaratkan bibirnya di bibir ranum Luna, menikmati rasa manis dari gadis itu. Tangannya memeluk pinggang gadis itu dengan erat, mengikis jarak di antara mereka.
“Aku mohon, jangan pernah tinggalin laki-laki brengsek ini Luna ....”
Luna kalah, lagi-lagi dia kalah. Allard tahu kelemahannya, pria itu jelas tahu Luna sangat mencintainya. Allard yang biadab itu selalu bisa mendapatkan hati Luna, berapa kali pun dia memberi penyakit untuk hati gadis itu.
Allard akan selalu menang, dan Luna akan terus kalah.
“Laki-laki brengsek ini butuh Luna ....”
“Jangan diemin gue kayak gini, Na.”“Na!” Allard terus saja meminta Luna untuk berbicara, karena gadis itu sudah mendiamkannya sejak kemarin.”“Na, maafin gue. Gue sayang sama lo.”Luna akhirnya melirik pria itu, namun dengan tatapan yang tidak bersahabat. Tanpa berkata sepatah katapun, gadis itu hanya menatap Allard dalam diamnya. Membuat Allard frustrasi saking tidak senangnya jika ia didiamkan begitu saja oleh sang pacar.Allard tahu dia tidak tahu diri, ia tahu jika dia memang terus saja membuat gadis itu sakit hatinya. Tapi dia tidak ingin kehilangan Luna, ia sangat tidak bisa jika gadis itu pergi dari kehidupannya. Walau begitu, tetap saja Allard tidak bisa menggurui dirinya sendiri. Perasaan Luna terus saja menjadi korban kebrengsekannya.“Aku heran sama kamu, kenapa bisa segampang itu minta maaf? Seakan yang kamu lakuin itu tidak menjadi masalah sedikit pun!”“Na, gue gak ada apa-apa sama Anne!"“Ngelawak kamu? Kamu pikir aku buta, A
Ponsel Luna berdering, sebuah panggilan masuk dari Allard. Ia segera mengangkat panggilan itu karena memang Luna sudah menunggu pacarnya itu sejak tadi.“Halo?”“Halo? Na, gue gak bisa jemput, ya. Hari ini gue sama temen, gak enak soalnya kemarin udah janjian.”“Tapi, Lard ... aku udah tungguin kamu dari tadi. Harusnya kamu bilang lebih awal.”“Iya gue lupa, lo ribet banget, sih. Tinggal pesen taksi, kan, bisa? Nanti gue bayarin, deh, taksinya.”“Bukan masalah bayarnya, Lard. Aku dari tadi tungguin kamu, masa kamu tinggal gitu aja?” Luna melirik kanan-kiri, tidak ada satu pun bus atau pun taksi yang lewat, “Lagian kamu pake mobil, kan? Masa aku gak boleh ikut? Kan kamu lewat sini ke sekolahnya?”“Lo jangan nyari ribut, Na! Udah lah, tinggal pesen taksi juga! Repot banget!”Tut!Panggilan itu mati sepihak, Luna memegangi dadanya yang terasa sangat sakit karena ucapan Allard. Dia rela berjalan dengan kaki pincang dari rumahnya m
“Kenalin, Na. Ini ini sahabat gue dari kecil, Nora.”Luna tersenyum simpul pada perempuan di hadapannya, menyapa setenang mungkin.“Ra, ini pacar gue, Luna.”Allard memperkenalkan kedua gadis yang ada di depannya itu, agar Luna tidak salah paham akan hubungannya dengan Nora. Allard dan Nora sudah kenal sejak keduanya masih menjadi kanak-kanak, selalu bermain bersama sampai suatu situasi memisahkan mereka.Dan sekarang, Nora kembali dan bersekolah di sekolah yang sama. Itu membuat Allard senang karena memang sudah sangat lama mereka tidak bertemu, sekitar tiga tahun yang lalu saat akan kelulusan sekolah menengah pertama.“Na, lo gue pesanin taksi, ya.” Allard merangkul bahu Luna, “gue mau nganter Nora ke rumah sakit dulu.”Luna kembali menelan pil pahit, dengan terpaksa dia mengangguk lagi dan lagi. Sudah dikatakan, Luna akan selalu mengiyakan pria di hadapannya itu. Selalu begitu, sejak mereka berpacaran Luna selalu mengiyakan semua mau Allard.
‘Lard, mau malam mingguan sama aku?’Luna menunggu balasan pesan yang ia kirimkan pada Allard, semoga saja Allard mengiyakan permintaannya. Sudah dua pekan ini Luna tidak menghabiskan hari-hari libur dengan Allard, karena pria itu selalu beralasan sibuk.‘Mau ke mana?’Luna segera membalas pesan masuk dari Allard, ia tidak menuntut pacarnya itu untuk bermalam mingguan di mana. Luna yang ingin Allard ada waktu untuknya, itu saja.‘Terserah kamu aja.’Tak lama, Allard membalas pesan teks Luna.‘Ya udah, nanti gue jemput, ya.’Luna tersenyum cerah ketika Allard mengiyakan permintaannya, ia jingkrak-jingkrak saat itu juga. Hari masih sore, masih ada banyak waktu untuk Luna bersiap-siap. Ia berjalan riang menuju lemari pakaiannya, dia akan memberikan penampilan terbaiknya malam nanti.Hati Luna begitu berbunga-bunga, akhirnya ia ada waktu untuk bersama dengan Allard. Ia akan mengabadikan momen malam nanti
“Pelan-pelan, Na. Gue gak bakal lepas tangan lo.”Luna memegang tangan Allard yang sedang menuntunnya untuk berjalan, langkah demi langkah menjadi saksi bertapa bahagianya gadis itu. Akhirnya ia memiliki waktu berdua dengan Allard, tanpa gangguan gadis lain, dan Nora tentu saja.Allard tersenyum hangat pada Luna, karena pacarnya itu terus menatapnya dengan tatapan berbunga-bunga.“Kenapa senyum terus?”“Gak pa pa.” Luna menggelengkan kepalanya dengan senyum yang masih bertahan.“Lo jatuh cinta, ya, sama gue?” tuduh Allard.Senyum salting Luna menjadi-jadi, ia masih mengikuti Allard yang terus menuntunnya.“Kan udah jadi pacar, masa gak boleh jatuh cinta?” Luna menampilkan wajah yang sangat ingin Allard gigit pipinya saking gemasnya.“Masa udah jadi pacar? Kapan?”“Ih, kamu mah.” Luna memukul tangan Allard dengan kekuatan penuh dan membuat pria itu meringis sakit.“Kok KDRT? Gue laporin ke pihak berwenang, ya, lo!”
“Pake bedak merk apa lo bisa jadi cantik gini?” tanya Arshaka yang melihat Luna terlihat lebih cantik malam ini.“Kalo udah cantik diapain mah tetap cantik, gak usah sinis gitu kamu!” balas Luna mengibaskan rambutnya percaya diri dan membuka pintu mobil Arshaka.Arshaka menggelengkan kepala melihat tingkah Luna, ia kemudian ikut keluar setelah memarkirkan mobilnya. Ia mendekati gadis yang sudah menyiapkan tongkatnya.“Gak usah pake tongkat coba, Na.”“Terus kamu nyuruh aku jalan gimana? Merangkak?” bingung Luna.Arshaka meraih tongkat gadis itu dan melipatnya kembali lalu ditaruh di dalam mobil. “Gue gandeng aja, biar tangannya gak pegel pake tongkat terus.”“Modus gak, nih?”“Lo sok tau banget, ya. Mana ada gue modus sama lo, gak selera gue sama cewek narsis kayak lo. Bisa-bisa gue yang nahan malu tiap hari kalo sama lo.”Luna tertawa mendengar
Seandainya cinta tidak ada di dunia ini, dipastikan Luna adalah orang yang akan menyandang predikat manusia dengan bibir paling kaku. Hanya saja cinta sudah mencuci hatinya, ia selalu memaksa bibirnya untuk tersenyum walaupun hati terus ditikam.Luna seakan seperti manusia yang berjalan di tengah hutan dengan badai yang tidak bisa ia toleran, jika maju akan terkena petir, dan jika mundur pohon tumbang akan menerpanya. Hari semakin gelap, sedang ia tidak memiliki lilin untuk menerangi jalannya. Jadinya, kaki telanjang itu semakin terluka karena duri dan beling yang tidak bisa diraba oleh mata.Karena cinta sialan yang Luna miliki, dia menjadi gadis bodoh yang terbodoh di antara yang paling bodoh. Mampu untuk terus memaafkan kesalahan Allard yang sudah diluar batas, padahal sakit yang dia rasakan sudah sangat teratas.Di depan sana, kekasihnya sedang bercanda ria dengan gadis lain yang katanya hanya seorang sahabat. Tapi yang Luna lihat dari cara dua insan itu beraks
“Shaka, aku gak mau ke UKS!”Arshaka mengabaikan penolakan Luna, gadis itu butuh pengobatan sekarang. Kakinya tergores dan terluka.“Lo mau kaki lo gak sembuh-sembuh, hah? Kaki lo keluar nanah!!”Luna terdiam, ia pasrah saja pria itu membawanya. Ia tidak akan menolak lagi. Kakinya memang sangat sakit, ia menahan dua rasa sakit yang menyerangnya di saat yang bersamaan.Baru memasuki UKS, suara pria lain terdengar begitu khawatir dan menuntut.“Luna kenapa?!!”Allard berdiri dari duduknya yang semula di samping Nora yang sedang di periksa oleh perawat UKS, ia terlihat begitu khawatir saat pria yang tidak ia kenali membaringkan Luna di atas brankar.“Lo kenapa, Na?!”Luna menggeleng pelan dengan air mata yang terus mengalir, ia memegang erat tangan Arshaka yang masih berada di genggamannya.“Lo masih tanya Luna kenapa?!” Arshaka terlihat murka, “harusnya lo tanya sama diri lo sendiri!!”“Gak usah sok peduli!! Urus aja selingku