Luna melangkah tertatih dengan Allard yang menjadi penopangnya, mereka melangkahkan kaki menaiki tangga perlahan. Menuju ruang kelas Luna. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya tatkala Allard menggendongnya karena takut akan terjatuh lagi.
Allard menggendong Luna menuju kelas gadis itu, diturunkan setelah benar-benar duduk di kursinya. Allard membelai rambut panjang Luna, lalu diikat setinggi-tinggi mungkin.
“Ada ikat?”
Luna memberikan ikat rambutnya pada Allard, membiarkan pria itu mengikat rambutnya walaupun ia tau akan serusak apa jadinya.
“Gue ke kelas dulu, kakinya jangan sampek kebentur, ya.”
Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya, membuat Allard gemas dan sangat ingin menggigit gadis itu. Tapi ditahan-tahan.
“Dah, sayang.” Allard berlalu dengan mendaratkan kecupan di dahi Luna.
Luna menganggukkan kepalanya dengan hati berbunga-bunga. “Dah, Allard.”
Setelah peninggalan
Pagi di akhir bulan Maret ini terlihat sangat cerah, mentari membawa cahayanya untuk bersinar begitu terang pagi ini. Sampai-sampai harus memicing untuk jarak yang tidak terlalu jauh padahal. Semua murid Mediterania terlihat mengenakan seragam olahraga sesuai kelas jurusan masing-masing. Hari ini adalah di mana sekolah mengadakan olahraga bersama untuk semua kelas. Jarum jam menunjukkan hampir pukul tujuh, sebentar lagi bel akan berbunyi. Luna melangkahkan kaki pelan untuk melatih otot kakinya, tongkatnya sengaja ia taruh di dekat vas bunga. Jika hanya beberapa langkah, Luna masih bisa tanpa tongkat. Kecuali jaraknya tidak memungkinkan untuk Luna, barulah ia memakai kembali tongkatnya. Triingg! Bunyi bel mendengung di telinga Luna, ia mengambil tongkatnya dan melangkahkan kaki menuju tangga. Ia sendiri saja karena Maya sudah berada di lapangan, temannya itu menjadi pemandu senam pagi ini. Sebelum kakinya menapak di anak tangga, seseorang memanggilnya
Melihat Allard yang muncul dari balik tangga, Allard hendak menyapa pacarnya itu tapi urung. Luna melewatinya begitu saja, dan menimbulkan robekan kecil di hatinya. Pria itu berlalu meliriknya sekilas dan berlalu begitu saja, sangat bajingan. Apakah kejadian dua hari lalu membuat Allard sangat marah padanya? Padahal bukan salah Luna sepenuhnya, pasti Nora sudah memberi garam dan cuka agar seolah-olah semua karenanya. Luna mematung di tempatnya hingga Arshaka mendekat, sedari tadi pria itu mengamati Luna. Mulai dari menyendiri di depan kelas, Allard yang muncul hingga gadis itu kembali merenung. Pemandangan entah kenapa membuat matanya tidak enak, ia tidak suka Luna bersedih. “Beli cireng, yuk!” Luna menoleh pada Arshaka yang merangkulnya, ia lalu mengangguk dan melengkungkan bibir. Helaan nafas berat terdengar, rasanya sesak sekali melihat tatapan Allard tadi. Seakan ia yang paling dihindari. “Ka, aku gak salah.” Arshaka mengangguk pah
Melihat Allard yang muncul dari balik tangga, Allard hendak menyapa pacarnya itu tapi urung. Luna melewatinya begitu saja, dan menimbulkan robekan kecil di hatinya. Pria itu berlalu meliriknya sekilas dan berlalu begitu saja, sangat bajingan. Apakah kejadian dua hari lalu membuat Allard sangat marah padanya? Padahal bukan salah Luna sepenuhnya, pasti Nora sudah memberi garam dan cuka agar seolah-olah semua karenanya. Luna mematung di tempatnya hingga Arshaka mendekat, sedari tadi pria itu mengamati Luna. Mulai dari menyendiri di depan kelas, Allard yang muncul hingga gadis itu kembali merenung. Pemandangan entah kenapa membuat matanya tidak enak, ia tidak suka Luna bersedih. “Beli cireng, yuk!” Luna menoleh pada Arshaka yang merangkulnya, ia lalu mengangguk dan melengkungkan bibir. Helaan nafas berat terdengar, rasanya sesak sekali melihat tatapan Allard tadi. Seakan ia yang paling dihindari. “Ka, aku gak salah.” Arshaka mengangguk pah
Melihat Allard yang muncul dari balik tangga, Allard hendak menyapa pacarnya itu tapi urung. Luna melewatinya begitu saja, dan menimbulkan robekan kecil di hatinya. Pria itu berlalu meliriknya sekilas dan berlalu begitu saja, sangat bajingan. Apakah kejadian dua hari lalu membuat Allard sangat marah padanya? Padahal bukan salah Luna sepenuhnya, pasti Nora sudah memberi garam dan cuka agar seolah-olah semua karenanya. Luna mematung di tempatnya hingga Arshaka mendekat, sedari tadi pria itu mengamati Luna. Mulai dari menyendiri di depan kelas, Allard yang muncul hingga gadis itu kembali merenung. Pemandangan entah kenapa membuat matanya tidak enak, ia tidak suka Luna bersedih. “Beli cireng, yuk!” Luna menoleh pada Arshaka yang merangkulnya, ia lalu mengangguk dan melengkungkan bibir. Helaan nafas berat terdengar, rasanya sesak sekali melihat tatapan Allard tadi. Seakan ia yang paling dihindari. “Ka, aku gak salah.” Arshaka mengangguk pah
Melihat Allard yang muncul dari balik tangga, Allard hendak menyapa pacarnya itu tapi urung. Luna melewatinya begitu saja, dan menimbulkan robekan kecil di hatinya. Pria itu berlalu meliriknya sekilas dan berlalu begitu saja, sangat bajingan. Apakah kejadian dua hari lalu membuat Allard sangat marah padanya? Padahal bukan salah Luna sepenuhnya, pasti Nora sudah memberi garam dan cuka agar seolah-olah semua karenanya. Luna mematung di tempatnya hingga Arshaka mendekat, sedari tadi pria itu mengamati Luna. Mulai dari menyendiri di depan kelas, Allard yang muncul hingga gadis itu kembali merenung. Pemandangan entah kenapa membuat matanya tidak enak, ia tidak suka Luna bersedih. “Beli cireng, yuk!” Luna menoleh pada Arshaka yang merangkulnya, ia lalu mengangguk dan melengkungkan bibir. Helaan nafas berat terdengar, rasanya sesak sekali melihat tatapan Allard tadi. Seakan ia yang paling dihindari. “Ka, aku gak salah.” Arshaka mengangguk pah
Melihat Allard yang muncul dari balik tangga, Allard hendak menyapa pacarnya itu tapi urung. Luna melewatinya begitu saja, dan menimbulkan robekan kecil di hatinya. Pria itu berlalu meliriknya sekilas dan berlalu begitu saja, sangat bajingan. Apakah kejadian dua hari lalu membuat Allard sangat marah padanya? Padahal bukan salah Luna sepenuhnya, pasti Nora sudah memberi garam dan cuka agar seolah-olah semua karenanya. Luna mematung di tempatnya hingga Arshaka mendekat, sedari tadi pria itu mengamati Luna. Mulai dari menyendiri di depan kelas, Allard yang muncul hingga gadis itu kembali merenung. Pemandangan entah kenapa membuat matanya tidak enak, ia tidak suka Luna bersedih. “Beli cireng, yuk!” Luna menoleh pada Arshaka yang merangkulnya, ia lalu mengangguk dan melengkungkan bibir. Helaan nafas berat terdengar, rasanya sesak sekali melihat tatapan Allard tadi. Seakan ia yang paling dihindari. “Ka, aku gak salah.” Arshaka mengangguk pah
“Dia siapa Allard?!” sentak seorang gadis meminta penjelasan pada pria tampan di hadapannya.Pria itu hanya bergeming, diam saja di tempatnya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, sedang gadis itu sudah banjir air mata. Sebut saja ia Allard, Allard Zilo. Pria tampan berhati batu yang memiliki sifat sedingin pegunungan Himalaya.“Siapa perempuan itu, Allard?” Satu tangan gadis itu menarik-narik t-shirt yang dipakai Allard, tidak bisa membendung perasaan kecewanya.“Allard jawab aku!”“Dia pacar gue!”Jawaban Allard berhasil membuat Luna terhenyak, sakit, itu yang ia rasakan saat ini. Tangan yang awalnya berpegangan pada pria itu, kini terlepas.“Terus aku siapa ...?” lirihnya dengan air mata yang sudah membasahi matanya.“Kamu anggap aku apa selama ini, hah?!”“Kamu kenapa Allard? Di mana kamu simpan perasaan kamu itu?! Di mana Allard?!”Luna tidak bisa lagi menahan rasa sakitnya. Allard bermain belakang, dan itu sangat m
“Jangan diemin gue kayak gini, Na.”“Na!” Allard terus saja meminta Luna untuk berbicara, karena gadis itu sudah mendiamkannya sejak kemarin.”“Na, maafin gue. Gue sayang sama lo.”Luna akhirnya melirik pria itu, namun dengan tatapan yang tidak bersahabat. Tanpa berkata sepatah katapun, gadis itu hanya menatap Allard dalam diamnya. Membuat Allard frustrasi saking tidak senangnya jika ia didiamkan begitu saja oleh sang pacar.Allard tahu dia tidak tahu diri, ia tahu jika dia memang terus saja membuat gadis itu sakit hatinya. Tapi dia tidak ingin kehilangan Luna, ia sangat tidak bisa jika gadis itu pergi dari kehidupannya. Walau begitu, tetap saja Allard tidak bisa menggurui dirinya sendiri. Perasaan Luna terus saja menjadi korban kebrengsekannya.“Aku heran sama kamu, kenapa bisa segampang itu minta maaf? Seakan yang kamu lakuin itu tidak menjadi masalah sedikit pun!”“Na, gue gak ada apa-apa sama Anne!"“Ngelawak kamu? Kamu pikir aku buta, A