Begitu mengetahui Harry membawa kedua orang tuaku, aku pun marah dan sakit hati. Harry benar-benar tidak tahu malu, keterlaluan!Harry tersenyum dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. "Sayang, lihat siapa yang datang! Aku tahu kamu pasti merindukan Ayah dan Ibu, kemarin aku pergi menjemput mereka. Bagaimanapun kita baru pindah rumah, aku mau Ayah dan Ibu melihat rumah baru kita."Aku hanya bisa memaki Harry di dalam hati.Harry berbicara sambil menuntun kedua orang tuaku masuk ke dalam rumah. Orang tuaku mengamati rumah ini sambil tersenyum, mereka kelihatan bahagia. "Em, rumahnya bagus. Kalian sudah bekerja keras, tidak sia-sia."Adele yang keluar dari kamar pun bersorak antusias, "Nenek, Kakek!"Ketika Adele hendak berlari, dia sontak menghentikan langkahnya saat melihat Harry yang beranjak masuk sambil tersenyum. Meskipun awalnya ragu, Adele berjalan menghampiri orang tuaku dan memeluk mereka.Harry bersikap seperti seorang menantu yang baik, tampaknya dia tidak memberi tahu ora
Begitu melihat Harry masuk ke kamar, aku mengambil beberapa helai pakaian dan pindah ke kamar tamu.Harry mengadang jalanku sambil bertanya, "Sayang, kamu mau ke mana?""Minggir! Aku nggak bakal sungkan-sungkan!" kataku dengan suara teredam.Harry tersenyum, seakan meremehkan ancamanku. "Jangan pergi, dong. Kita sudah lama nggak bermesraan, kamu nggak takut ayahmu marah? Ingat, kondisi ayahmu belum stabil.""Kamu gila, ya?" Aku mengangkat tanganku dan hendak menamparnya.Namun Harry menahan pergelangan tanganku, lalu mendekatkan wajahnya sambil tersenyum bangga. "Baru beberapa hari nggak ketemu kamu makin galak saja. Tapi nggak apa-apa, aku suka."Aku mengangkat kakiku, tetapi dia berhasil menghalangi seranganku. "Aku nggak bodoh, aku nggak bakal jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya."Aku marah hingga tubuhku gemetar. "Harry, kamu benar-benar nggak tahu malu! Apa yang kamu inginkan?""Menurutmu? Jangan harap bisa mencampakkanku setelah kamu merebut semuanya. Nggak semudah itu,
Di saat Giana hendak menjawab, Jasmine bangkit berdiri dan pindah ke samping Giana. Jasmine merangkul lengan Giana sambil menjawab, "Ayahku pergi ke rumah pamanku. Jadi aku dan ibuku datang untuk menemani kalian. Kami akan tinggal di sini. Makin ramai, makin seru."Aku tersentak mendengarnya, mereka mau menemani orang tuaku? Mereka mau tinggal di sini?Jasmine melirikku sambil tersenyum penuh kemenangan. "Kak Maya juga jarang ke rumah kami, jarang-jarang ada kesempatan seperti ini."Ekspresiku terlihat datar, tetapi sesungguhnya hatiku terasa sakit. Aku membalas tatapan Jasmine dan menjawabnya, "Nggak perlu, pulanglah ke rumahmu sendiri."Ayahku terkejut mendengar jawabanku, dia pun menatapku tanpa bergeming. Ibuku juga agak canggung setelah mendengar jawabanku, dia bergegas mengalihkan topik pembicaraan. "Jasmine, kamu makin cantik. Sudah punya pacar?""Kami sudah pacaran bertahun-tahun, sebentar lagi mau nikah," jawab Jasmine tanpa merasa bersalah.Rasanya aku ingin merobek mulut Jas
Aku tercengang mendengar pertanyaan Taufan. Aku tidak mengerti maksud pertanyaannya."Bukankah harusnya sidang ceraimu dilaksanakan hari ini? Kenapa sidang kalian dibatalkan?" Ekspresi Taufan terlihat datar, nada bicaranya terdengar ketus seperti marah.Aku menatap Taufan, apakah dia pergi ke pengadilan? Tidak ada seorang pun yang mengetahui penundaan sidang perceraianku. Taufan pasti pergi ke pengadilan, makanya dia tahu persidanganku ditunda."Terpaksa ditunda karena ada urusan mendadak," aku menjelaskan."Kamu ragu lagi? Gara-gara alasanmu yang tidak masuk akal itu?" Mata Taufan memancarkan sorotan yang dingin. "Kamu malaikat, ya? Belum kapok juga?"Aku menghadapi Taufan dengan tenang. Sebelum menjawab pertanyaannya, aku mengambil segelas jus dan meneguknya. "Kayaknya aku nggak bisa bercerai dalam waktu dekat.""Kenapa?" Taufan menatapku dengan serius."Aku nggak berdaya, dia menggunakan orang tuaku untuk mengancamku. Semua nggak berjalan seperti yang aku harapkan. Aku terlalu merem
Aku tidak tenang saat melihat Jasmine masuk ke dalam mobilku.Pertama, Jasmine dan Giana sengaja pindah ke rumahku, mereka pasti memiliki niat yang buruk. sekarang Jasmine pun masuk ke dalam mobilku, dia selalu memprovokasi kemarahanku.Namun aku tidak mengusir Jasmine dari mobil. Aku langsung menyalakan mobil sesaat setelah Jasmine duduk."Maya, kenapa? Kamu nggak senang?" Jasmine bertanya dengan nada bicara yang menantang."Menurutmu? Jujur saja, aku mual melihat wajahmu, rasanya mau muntah.""Sama dong, aku juga mual melihat wajahmu." Jasmine melirik sinis. "Sebaiknya kamu angkat kaki dari rumah itu. Kalau nggak, kamu tanggung sendiri akibatnya.""Jangan mimpi! Akibatnya? Kamu lupa akibat yang didapatkan Jack? Aku nggak keberatan memenjarakan lebih banyak orang. Selama kamu bersedia, aku nggak keberatan mengirimmu untuk menemani ayah angkatmu. Jangan lupa, aku masih memegang semua buktinya," jawabku tanpa menatapnya."Maya, jaga sikapmu!" Jasmine meninggikan suara, malah dia yang ma
Aku tersenyum sinis, lalu membawa Adele dan orang tuaku masuk ke taman bermain. Sesekali aku menemani Harry bersandiwara dan memamerkan kemesraan untuk membuat Jasmine marah.Walaupun marah, Jasmine tidak berani membalasku.Sesi cabut undian diadakan setelah kami selesai mengunjungi wahana bawah laut. Aku meminta Adele untuk mencabut undian, tidak disangka kami mendapatkan sebuah kejutan yang "tak terduga".Kami mendapatkan 3 tiket perjalanan gratis ke Pulau Pabus selama tiga hari. Para pengunjung yang lain iri melihat hadiah yang kami dapatkan.Aku langsung menunjukkan ketertarikanku, aku mengatakan Pulau Pabus adalah tempat yang indah. Aku paling menyukai suasana pantai, deburan ombak laut, dan pepohonan tropis.Ayah dan ibuku ikut semangat melihat antusiasku. Aku menanyakan kepada pihak penyelenggara mengenai detail perjalanannya.Sesampainya di rumah, di saat kami masih mendiskusikan masalah liburan ini, Harry mendesakku untuk membawa orang tuaku pergi bersama.Harry berkata dengan
"Kalau kamu masih ada sedikit hati nurani, segera bawa dia pergi dari sini. Seandainya terjadi sesuatu pada ayahku, aku nggak bakal melepaskanmu!" Aku berteriak kepada Harry.Harry takut terjadi sesuatu kepada ayahku, akhirnya dia menarik Jasmine dan membujuknya. "Sudah, tutup mulutmu."Namun Jasmine sama sekali tidak memedulikan kondisi ayahku. Dia malah makin memprovokasi kemarahan ayahku."Maya, berhenti menjual kesedihan! Cepat, kembalikan semua yang kamu rebut dari Keluarga Sinjaya. Ini adalah rumah yang diberikan Harry kepadaku. Kamu mendapatkan rumah ini dengan cara yang kotor, sekarang malah membawa keluargamu buat tinggal di sini juga. Kamu sudah gila?" Jasmine bersenang-senang di atas penderitaanku.Giana datang ke kamar kami saat mendengar keributan. Raut wajah Giana terlihat muram dan panik."Ayah, kembali ke kamar. Bu, tolong bawa Ayah ke kamar." Aku mengkhawatirkan keadaan ayahku, makanya aku memaksanya kembali ke kamar.Ayahku menggenggam erat tanganku. "Maya, jangan tak
"Ayah ...." Aku menjerit sambil menangis, "Ayah!"Semua orang tersentak melihat keadaan ayahku, Harry sampai buru-buru menelepon ambulans.Seisi rumah dipenuhi oleh suara tangisan aku, Adele, dan ibuku.Fanny dan ambulans tiba bersamaan. Begitu naik, Fanny langsung mengerti sesaat melihat ayahku yang tersungkur tak berdaya.Aku menitipkan Adele kepada Fanny, aku dan ibuku masuk ke dalam ambulans dan ikut ke rumah sakit. Di dalam ambulans, dua orang perawat buru-buru memberikan pertolongan pertama kepada ayahku.Aku yang gemetar pun mencari ponselku untuk menghubungi Taufan. Sesaat panggilannya dijawab, aku menangis sambil berkata, "Tolong bantu aku cari dokter. Ayahku ....""Di rumah sakit mana?" tanya Taufan."Rumah Sakit Bangsa.""Oke."Aku merasa agak lega setelah menghubungi Taufan.Sesampainya di rumah sakit, ayahku langsung dibawa ruang UGD. Aku duduk sambil bersandar tak berdaya di tembok. Aku memeluk diriku sendiri, hatiku terasa sangat sakit.Ayah dan ibuku bersusah-payah memb