Aku makin kesulitan bernapas, kurangnya oksigen membuat kepalaku pusing. Aku memelotot tak berdaya, aku mencengkeram tangan Harry yang mencekikku.Di mataku, Harry tak lebih dari seorang iblis. Apa yang membuatku mencintai bajingan ini?Pandanganku semakin kabur. Sebelum kehilangan kesadaran, Harry melempar tubuhku hingga menabrak tembok. Rasa sesak dan lemas bercampur jadi satu.Aku meringkuk sambil memegang leherku dan batuk-batuk. Giana dan Jasmine berdiri di depan pintu, mereka diam saja melihat Harry menyiksaku.Jasmine tersenyum puas. "Maya, akhirnya kamu mendapatkan karma yang setimpal, haha. Kak, seharusnya kamu memukulinya sejak lama. Orang kayak dia nggak pantas dikasihani."Pujian Jasmine membuat Harry merasa di atas angin. Sepertinya Harry lupa bagaimana kondisinya saat dihajar Taufan di rumah sakit."Mau serahkan atau tidak?" Harry berteriak seperti seekor binatang buas. "Tadinya aku mengira kamu masih berguna, aku bisa memanfaatkanmu untuk mendapatkan proyek dari Taufan.
Fanny mengangguk, dia buru-buru mengeluarkan ponsel untuk menghubungi asistennya dan memintanya untuk mengirimkan wartawan ke rumah ini.Setelah Fanny menyimpan ponselnya, aku memintanya untuk membantuku berbaring di lantai. "Lepaskan aku, taruh saja di lantai. Cepat, foto! Foto!"Fanny memapahku sampai ke lantai satu, lalu terpaksa meletakkanku di atas lantai dan mengeluarkan ponsel untuk memotret kondisiku yang baru disiksa. Fanny mengambil fotoku dari segala arah, dia juga memotret semua memar yang ada di tubuhku.Fanny juga menghubungi Haikal dan Komisi Perlindungan Wanita untuk datang ke rumah.Ternyata Harry, Jasmine, dan Giana belum pergi. Mereka bersembunyi di lantai satu. Harry pun panik menyaksikan tindakan Fanny. Dia berteriak dari kejauhan, "Maya, kamu yang cari mati! Nggak ada gunanya lapor polisi, ini adalah rumahku. Suami istri bertengkar adalah hal yang wajar.""Bajingan, kamu belum pergi?" Fanny mengeluarkan pisau dan mengejar Harry.Harry berlari ke dalam kamar utama
Mataku terasa panas saat mendengar omelan Taufan. Sebuah gelombang hangat bergejolak di dalam hatiku.Di saat mobil melaju dan membawaku pergi, aku bertanya mau ke mana, tetapi dia tidak menjawab.Taufan malah menarik daguku, lalu mengamati wajahku. Aku tersipu malu menghadapi tatapan Taufan. Kemudian aku menepis tangannya dan bertanya kepada sopir yang mengemudikan mobil, "Kamu mau membawaku ke mana?"Namun sopir tersebut malah menekan sebuah tombol, papan penyekat pun muncul untuk memisahkan tempat duduk di depan dan belakang.Harus kuakui, Bright Celestial menyediakan fasilitas yang memadai untuk karyawan. Meskipun Taufan hanyalah seorang asisten CEO, dia mendapatkan kompensasi yang memadai dari perusahaan."Di mana lukamu?" tanya Taufan."Ah? Aku nggak luka. Kamu lihat sendiri." Aku menghindari tatapan Taufan."Jadi semua foto yang beredar adalah foto palsu?" Taufan mendesakku. "Kamu mau tunjukkan sendiri atau aku yang gerak?"Jantungku berdebar kencang, suasana ini membuatku salah
Entah berapa lama, sebuah suara yang lembut membangunkanku dari tidur. Aku merasa seperti ditarik kembali ke dunia nyata.Aku membuka mataku secara perlahan-lahan, tampak sebuah sosok tampan yang muncul di hadapanku. Aku terkejut dan bangun. Gerakanku yang terlalu cepat membuat memar di perutku terasa sakit."Hati-hati." Taufan berdecak kesal.Kami masih berada di dalam mobil, aku melihat hari mulai gelap. Matahari berwarna keemasan menutupi sebagian langit dan perlahan terbenam di ufuk barat."Astaga, sudah jam berapa? Aku harus menjemput Adele." Aku panik sambil buru-buru mencari ponsel."Aku menghubungi temanmu menggunakan ponselmu, aku memintanya untuk menjemput putrimu," Taufan menjawab dengan santai. "Bangun! Kakiku keram."Aku baru sadar bahwa diriku tertidur di dalam pelukannya. Wajahku memerah dan tersipu malu, kenapa Taufan tidak segera membangunkan aku?"Aku ... tidur berapa lama?" Aku tidak enak hati. Aku bergegas melepaskan pelukannya dan menjaga jarak."Dua jam lebih." Ta
Pikiran ingin melarikan diri bahkan terbesit di kepalaku. Kata orang lebih baik mencegah daripada mengobati. Mungkin selama ini aku terlalu membuka diri, makanya Taufan sama sekali tidak sungkan kepadaku.Taufan menghentikan gerakan tangannya saat melihat aku melamun. Dia menatapku dingin sambil bertanya dengan nada bicara yang mengejek, "Kenapa? Takut? Kamu berpikir untuk menjaga jarak? Apakah aku begitu menakutkan?"Wajahku sontak terasa panas, aku memelototinya sambil menjawab, "Siapa yang takut sama kamu?"Mulutku tidak mau mengaku, tetapi jantungku berdegup kencang."Kalau kamu menjaga jarak sama bajingan itu, kamu tidak akan terluka seperti sekarang." Taufan kembali mengoleskan obat. "Tenang, aku hanya akan melakukannya kalau kamu bersedia. Kalau kamu menolak, aku pun tidak akan memaksa."Aku menatapnya dengan memelas, tetapi dia tidak menghiraukan aku."Dengarkan aku, baring yang benar." Tiba-tiba nada bicaranya berubah jadi lembut. "Mau aku pakai cara kekerasan?"Sepertinya har
Aku membalas kecupannya. Perasaan dicintai, dibutuhkan, dan sensasi dibelai membuatku kehilangan akal sehat. Tampaknya aku memendam hasrat ini terlalu lama.Ucapannya terus berputar di dalam kepalaku. "Kalau kamu masih memberontak, aku tidak akan sungkan-sungkan. Biar ke depan kamu tidak ada alasan lagi menolakku."Sekarang aku hanya ingin melepaskan ikatan yang membelenggu hatiku. Aku ingin sesekali memanjakan diriku, melakukan hal-hal yang aku dambakan tanpa terkekang oleh apa pun. Aku tidak mau melarikan diri lagi.Bayangan perselingkuhan Harry dan Jasmine seolah merangsang tubuhku. Aku sangat bersemangat, aku juga menginginkannya. Aku ingin membalas mereka, aku juga bisa bersenang-senang.Aku tenggelam di dalam embusan napas Taufan yang menggebu-gebu. Tangannya yang hangat memegang lembut punggungku. Dia menyentuhku dengan hati-hati agar tidak mengenai lukaku.Perasaan ini terasa nyata, aku tidak sanggup menolak ciumannya yang bergairah.Sepertinya Taufan merasakan gairahku yang me
Tenggorokanku seperti dicekik, aku tidak berani mengungkapkan isi hatiku. Kami baru bersenang-senang, aku tidak mau merusak suasana.Aku pun mengubah topik pembicaraan. "Fasilitas yang perusahaanmu berikan sangat bagus. Seandainya aku nggak punya perusahaan, aku pasti bakal melamar kerja di kantormu.""Kenapa?" tanyanya."Melihatmu yang santai banget, aku yakin perusahaanmu pasti sangat memanusiakan karyawan." Aku berusaha mencari alasan yang terdengar masuk akal.Taufan tersenyum mendengar jawabanku, kami tidak melanjutkan topik yang canggung ini.Taufan sangat elegan meski saat makan. Aku menghabiskan makananku dalam hitungan menit, mungkin karena kau kelaparan. Hari ini aku belum makan, aku tidak perlu berpura-pura di hadapannya.Setelah makan aku memaksa ingin pulang. Dia bangkit berdiri sambil berkata, "Aku antar."Di dalam mobil, Taufan sedang memikirkan sesuatu, sedangkan aku menatap keluar jendela. Angin sejuk yang bertiup membuatku sadar, semua yang terjadi tadi bagaikan mimpi
Aku merasa lega dan bebas saat melangkah meninggalkan ruang persidangan.Ketika aku mengantar Haikal pergi, tiba-tiba Harry muncul dan berlari ke arahku. Orang-orang yang berada di sekitar langsung mengadang untuk melindungiku.Beberapa orang menahan Harry agar tidak bertindak gegabah. Penampilan Harry pasrah dan acak-acakan. Dia menatap seolah sedang menyalahkanku. "Sayang ...."Aku jijik mendengar panggilan tersebut."Maya, jangan pergi! Lepaskan aku, jangan tahan aku! Maya, tolong berikan aku kesempatan bicara." Harry berusaha menepis tangan-tangan yang menahannya. Dia menatapku dengan memelas. "Maya, berikan aku kesempatan bicara. Walaupun sudah cerai, masih ada banyak hal yang perlu kita bicarakan. Sayang, aku mohon.""Berhenti memanggilku sayang, kamu nggak punya hak! Aku nggak merasa ada yang perlu dibicarakan lagi, pengadilan telah memutuskan semuanya." Aku melemparkan tatapan sinis."Nggak, Maya! Aku mohon! Kalian jangan menahanku! Lepaskan aku ...." Harry menatapku dengan cem