Tidak sampai dua detik, Kenzo berhasil melepas kaitan di punggung Jillian kemudian melempar bra itu ke lantai.
Dan terbebas lah dua gundukan besar di dada Jillian, kepala Kenzo yang jauh lebih tinggi membuat penglihatannya dapat menjangkau ke sana.Kenzo menelan saliva, demi apapun ia merindukan dua bagian favorite-nya itu.Tapi Kenzo tidak berani menyentuhnya, perlu waktu.Setelah semua pengakuan Kenzo, Jillian tidak mungkin mempercayainya dengan mudah.Kenzo melanjutkan menggosok tubuh Jillian menggunakan puff bersabun membuat air yang tadinya jernih mulai keruh.“Sini … bersandar di dada aku … biar kamu enggak pegal.”Kenzo berucap demikian sambil menarik pinggang Jillian membuat dadanya dan punggung Jillian menempel tanpa jarak.Jillian sempat terhenyak tapi tidak melakukan protes meski jantungnya berdetak tidak karuan apalagi ke“Saya sangat kecewa sama kamu, Ken … saya enggak menyangka kalau niat awal kamu memang untuk menguasai perusahaan saya ….” Kalimat Adam Askandar itu terdengar menyudutkan Kenzo, walau pun Kenzo telah menguasai perusahaan beliau seperti sekarang—Adam Askandar sama sekali tidak dirugikan malah perusahaannya berkembang pesat dan para karyawannya sejahtera. “Dan yang paling kejam, kamu mendekati putri saya satu-satunya, memperdayanya dalam keadaan sakit keras hanya untuk ambisi kamu … dan dari cerita kamu barusan, saya justru menyimpulkan kalau kamu adalah alasan Tiara menggugurkan cucu saya … kamu biadab, Ken.” Kenzo mengakui semua yang dilaporkan Amira pada Adam Askandar. Sialnya, Amira juga menceritakan bahwa di awal masa kedekatannya dengan Tiara—Kenzo masih sering meniduri Amira. Kenzo tidak memiliki alasan untuk menyanggah semua kebenaran yang diceritakan Amira. Tap
“Ken … pahaku pegal, aku juga ngantuk … kamu pindah sana.” Jillian menepuk-nepuk pipi Kenzo yang tampak terlelap karena lama tidak bergerak. Pria itu mengerjap kemudian mendudukkan tubuhnya. “Sorry, aku ketiduran … insomnia aku sembuh kalau tidur di samping kamu,” ucap pria itu dengan suara parau dan rambut sedikit berantakan yang membuatnya terlihat tampan menggoda juga berbahaya. Berbahaya bagi jantung Jillian yang kini mulai menaikkan tempo debaran. Jangan bilang kalau Jillian merindukan Kenzo. Jillian tidak menanggapi, menarik selimut untuk menutup tubuhnya. Terpaksa Kenzo turun dari atas ranjang setelah mendapat gesture pengusiran dari Jillian. Kenzo mengusap pipi Jillian kemudian membungkuk untuk mengecup bibir Jillian tapi istrinya malah memalingkan wajah hingga bibir Kenzo mengenai pipinya. Kekehan singkat
“Baby ….” “Apaan ah, Baby … Baby ….” Jillian yang sedang dikejar-kejar oleh Kenzo semenjak keluar dari dalam lift berujar ketus karena Kenzo terus saja merengek ingin menstimulasi puting payudaranya. Yang benar saja, Jillian tahu akan berakhir bagaimana nantinya. “Sayang ….” Kenzo tidak patah arang, bila Jillian tidak suka dipanggil Baby maka ia akan memanggilnya dengan sebutan lain yang mengungkapkan perasaannya. Bibir Jillian mencebik tanpa memelankan atau menghentikan langkah. Kenzo sengaja tetap berjalan di belakang Jillian tidak berniat menyusul atau mendahuluinya. “Jiiil … demi anak kita, demi si cantik.” Oke, Kenzo sudah memiliki nama panggilan untuk calon anaknya. Jillian masuk ke dalam walk in closet hendak membuka sweater Kenzo. Semenjak mengandung ia sering merasa kegerahan, tidak b
Keduanya mengerang tatkala tubuh mereka telah menyatu dan Kenzo cukup dalam memenuhi Jillian. “Sempit banget Jill.” Pria itu menggeram, mulai menggerakan bokong dengan tempo lambat menghentak Jillian. Jillian memejamkan matanya, menikmati sensasi luar biasa yang begitu ia rindukan. Kenzo tidak pernah gagal membawanya melayang hingga Nirwana. “Ah … Ken.” Jillian mendesah dengan kening mengkerut dalam. “Sakit sayang?” Kenzo memelankan hentakannya. “Enggak.” Jillian menjawab kedua tangannya ia lingkarkan di leher Kenzo, meminta lebih. Kenzo merengkuh tubuh Jillian erat hingga dada mereka tanpa jarak, wajahnya menyasar ke leher lalu kembali ke bibir Jillian membuat tubuh di bawahnya melengkung. “Keen.” Jillian menyebut nama Kenzo lagi dan harus Kenzo akui jika ia menyukai suara rintih lemah Jillian ketika ia sedang memberikan hentakan n
“Kamu sudah bangun?” Laura bertanya dengan suara khas bangun tidurnya. Tubuhnya menegak dengan tangan menahan selimut di dada. Augusta Maverick yang sudah berpakaian rapih lantas tersenyum, menghampiri Laura setelah sebelumnya membawa meja kecil yang di atasnya berisi sarapan pagi untuk Laura. Sengaja Augusta Maverick memintan pihak hotel untuk membawakan sarapan ke kamar karena tahu Laura pasti kelelahan usai melakukan malam pertama setelah mereka menjadi suami istri. Ternyata kesan yang didapat akan berbeda jika bercinta dilakukan setelah syah dalam ikatan pernikahan, begitu luar biasa dan perasaan memiliki menjadi sempurna. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, Augusta Maverick layaknya seorang pria muda gagah perkasa yang tidak berhenti hanya sekali membuat tubuh Laura lemas tidak berdaya. “Good morning, Mrs Maverick …,” ucap Augusta Maverick ali
“Jill ….” “Hem?” “Kamu mau ikut menyumbang nama buat anak kita?” Jillian tampak berpikir lalu menggelengkan kepala. “Enggak usah, kamu aja yang kasih nama.” Jillian menjawab enteng, sedang berusaha tidak peduli. Kenzo mengangguk-anggukan kepala, senyum lebarnya berubah getir karena berpikir Jillian tidak peduli dengan anak mereka. Pria itu kemudian menghabiskan satu menu sisa Jillian karena Jillian sudah berpindah ke menu lain. Kenzo tidak lagi membicarakan calon putri mereka untuk menghindari kecewa sampai akhirnya semua menu sarapan pagi yang disediakan pihak resort telah berpindah ke perut mereka. “Ken … aku kenyang sekali.” Jillian mengusap perut setelah menghabiskan setengah dari setiap menu yang disajikan pihak hotel. Kenzo terkekeh, ikut mengusap perut Jillian yang tengah menyandarkan punggung pada sandaran sofa.
“Ken … mungkin nanti Mommy akan tinggal di Jakarta, apa boleh Mommy main ke rumah kamu?” Laura sedang merangkul lengan putranya sambil berjalan menyusuri jalan setapak untuk tiba di depan loby resort di mana mobil yang akan membawa Kenzo dan Jillian ke Bandara sudah menunggu. Dan satu-satunya alasan kenapa Kenzo bisa bersikap manis adalah karena Jillian sedang berjalan di belakangnya bersama Augusta Maverick. Beliau tidak mengadukan baik kepada Laura maupun Jillian mengenai kekasaran Kenzo padanya. “Terserah Mommy.” Kenzo menjawab datar. “Mommy bahagia Ken, mau punya cucu … kata Jill, anak kalian perempuan ya?” Kenzo menganggukan kepalanya masih dengan raut malas. “Mommy juga bahagia melihat kamu dan Jillian bahagia, Mommy selalu berdoa agar kalian rukun dan bisa bersama selamanya.” Kenzo bungkam, netranya menatap kosong ke depan.
“Jiiil.” Kirana memanggil Jillian lagi, kali ini disertai langkah kaki sepatu heels mendekat. “Benarkan, Jillian … ya ampun Jill, gue kangen.” Kirana memeluk Jillian erat tidak peduli dengan ekspresi Jillian yang tampak bingung. “Jill, maafin gue ya … maafin kita … Sorry banget kalau selama ini kita enggak pernah bisa jadi sahabat yang baik.” Pundak Jillian yang tadi tegang kini mengendur, kedua tangannya terangkat perlahan membalas pelukan Kirana. Jillian ingat kata-kata Bima yang mengatakan bahwa Kirana begitu merindukannya. “Maafin gue juga ya, Na ….” Kirana menjauhkan tubuhnya tanpa mengurai rantai tangan di tubuh Jillian. Gadis itu menganggukan kepala, terdapat jejak air di bawah matanya menunjukkan kesungguhan dari ucapannya barusan. Lalu pandangan Kirana jatuh pada perut Jillian yang membuncit.