“Callista itu kalau udah curiga suka tiba-tiba jadi agen FBI atau CIA ... dan dia nebak apa aku punya gebetan? Aku gugup banget, aku takut kebongkar kebohongan kita jad—“
“Kebohongan kamu! Aku enggak pernah berniat enggak ngakuin kamu … aku selalu ingin ngakuin kamu sebagai istri di depan semua orang.” Kenzo menyanggah tegas.“Iya salah aku … maaf, kamu ‘kan tau alasan aku enggak mau ngakuin hubungan kita.”Jillian mengaku, ia pasrah yang terdengar jelas dari nada suaranya yang begitu rendah dan penuh penyesalan.“Jadi aku bilang aja kalau aku udah punya crush dan dia tanya siapa, aku langsung jawab Kin Dhananjaya.”“Kenapa harus Kin Dhananjaya? Apa istimewanya laki-laki itu sampai tersimpan di benak kamu?”Pertanyaan itu mencerminkan sekali keposesifan Kenzo sampai Jillian merinding mendengarnya.“Enggak ada yang spesial, dia satu-satunya nama laki-laki di kampus yang aku ingat karena ketua BEM danKenzo : Baby, aku ada meeting jadi pulang terlambat. Kenzo : Jangan begadang! Sudah hampir seminggu Kenzo selalu pulang malam, semenjak mendapat Award—nama Kenzo menjadi terkenal, bukan hanya perusahaan dalam Negri bahkan di Luar Negri pun banyak yang ingin menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan yang dipimpin Kenzo dan hal tersebut sangat menyita waktunya. Awalnya Jillian tidak mempermasalahkan karena tugas kuliahnya pun menumpuk, sehingga ia bisa mengerjakan tugas kuliahnya dengan tenang tapi ketika sedang tidak ada tugas kuliah seperti malam ini—Jillian merasa sangat kehilangan Kenzo. Sebuah ide nakal lantas muncul di benak Jillian, ia mengambil foto dirinya lalu mengirimkan kepada Kenzo. Tidak lupa Jillian memberikan caption pada foto itu. Jillian : Do You mind if I steal a kiss? Kenzo : Damn! Jillian tergelak, tapi tidak berhenti sampai di sana, ia berlari ke dalam walk in closet
“Jangan berisik ya.” Kenzo memperingati sambil menempelkan telunjuknya di bibir sebelum membuka MacBook. Jillian mengedipkan satu mata seraya membentuk huruf O dengan ibu jari dan telunjuknya. Dengan patuh Jillian duduk di sofa merah yang bentuknya sensual dan berada di dekat meja kerja Kenzo. Kenzo langsung tersambung dengan ruang meeting di mana setiap pimpinan divisi sudah siap untuk mempertanggung jawabkan laporannya. Baru kali ini Jillian melihat Kenzo memimpin rapat, suaminya memiliki kharisma kuat yang mampu membuat setiap orang tunduk dan setuju dengan setiap apa yang keluar dari mulutnya. Jillian jadi tahu satu hal kalau Kenzo ternyata pemimpin yang tegas, berkali-kali Kenzo menegur bawahannya ketika tidak bisa memberikan alasan yang memuaskannya karena target tidak tercapai. Tapi Kenzo juga mampu memberikan solusi yang bisa dilakukan orang itu memperbaiki kinerjanya. Luar biasa bukan?
“Lo enggak salah?” Izora meneliti penampilan Jillian dari atas hingga bawah. “Apanya yang salah?” Jillian bertanya polos. “Style lo … sejak kapan ganti style jadi cupu gini?” Jillian menunduk menatap pakaiannya lalu mengembuskan napas jengah seraya menjatuhkan bokong di sofa Caffe Callista di mana mereka berada saat ini. Sebentar lagi Izora akan pergi ke London jadi sebelum itu ingin sering bertemu dengan tiga sahabatnya dan Caffe Callista akan selalu menjadi tempat mereka berkumpul karena tidak akan ada yang protes bila mereka berlama-lama di sini. “Gue mikirnya juga gitu, gue pasti aneh banget pake baju-baju kaya gini … tapi si Ayang nyuruh gue ke kampus pakai dress ini, malah hampir setiap pulang kerja dia mampir dulu ke Mall buat beliin gue baju untuk dipake ngampus … kalau enggak dipake ‘kan enggak enak sama si Ayang, kasian si Ayang udah perhatian banget beliin baju buat gue.” Jillian berceloteh di dalam hatinya.
“Ngapain sih pake surprise-surprise segala? Kalau dia niat pasti udah ngajakin kita liburan ke mana gitu buat ngerayain ultahnya kaya tahun kemarin ….” Callista menggerutu karena malam ini bertugas mengemudi ke kediaman Adolf Guzman alias rumah Jillian. “Selagi gue masih di sini gue mau kita seru-seruan apalagi momennya pas sama ultah Jillian … minggu depan gue udah pergi ke London.” Izora menimpali. “Iya, siapa tahu Jillian lupa sama hari ulang tahunnya … jadi surprise kita bakal keren banget kalau dia bener lupa.” Kirana yang kedua tangannya memegang dus kue begitu antusias. “Gue sih bukan apa-apa ya, Jillian itu udah enggak punya bokap … gerak-geriknya aja diawasin tiga walinya, nah pasti duit jajannya juga dikurangin … lo enggak inget waktu di Paris dia malah tidur di hotel dari pada ikut kita shopping … jadi, udah jelas banget ‘kan kalau dia itu enggak bisa kaya dulu lagi … dan kalau kita datang kasih surprise sama dia, bukannya akan menjadi
Sesuai kesepakatan beberapa hari lalu, Jillian dan ketiga temannya kembali berkumpul di Caffe Callista. Jillian menduga akan ada pesta kejutan karena ketiga sahabatnya belum mengucapkan selamat ulang tahun. Bibirnya mengulum senyum saat mendapati mobil ketiga sahabatnya telah terparkir di pelataran parkir Caffe Callista semakin memperkuat dugaan akan adanya kejutan di dalam sana. Jillian menghirup udara dalam kemudian mengembuskannya perlahan saat mendorong pintu Caffe Callista. Langsung menuju meja yang di klaim sebagai meja mereka di bagian outdoor Caffe. Dari jauh Jillian sudah melihat ketiga sahabatnya sedang duduk di meja tersebut tapi ia tidak melihat ada kue atau balon atau pernah-pernik ulang tahun lainnya. Oke, mungkin mereka akan membuat drama mengerjainya dulu. Dengan santai, kaki yang dibalut flatshoes dan dress di bawah lutut dengan motif
“Jadwalkan untuk kunjungan ke proyek dan beritahu mereka tentang perubahan hasil meeting lal—“ Kalimat Kenzo terhenti mendapati Jillian duduk di kursinya. Pria itu sempat terkejut lantas tersenyum kepada Jillian sebentar kemudian kembali melanjutkan instruksi untuk Amira. “Lalu buat laporannya dan kirim ke iPad saya,” sambung Kenzo kemudian. Entah Amira mendengar atau tidak instruksi dari Kenzo karena matanya melirik tajam pada Jillian sedangkan Kenzo tidak sekalipun mempersilahkan Amira masuk, pria itu menghadang di ambang pintu. Dan ketika Amira mengalihkan tatap pada Kenzo, ia mendapati sorot mata pria itu memberi kode kepadanya agar segera pergi. Tidak ada tanggapan ketika Amira memutar badannya lalu pergi, hanya delikan tajam yang ia berikan untuk Kenzo. Kenzo selalu mengabaikan sikap tidak profesional Amira, baginya yang penting Amira mau mengerjakan pekerjaan seba
Jillian : Kenapa harus nginep? Kenzo : Karena tadi di sini hujan dan aku belum selesai ngecek proyek. Jillian : Pokoknya pulang sekarang! Jill enggak mau kamu nginep sama tante Amira. Kenzo : Kita tidur beda kamar, sayang. Jillian : Tadi pagi janjinya pulang! Kenzo : Aku minta maaf. Jillian kessseeeeelllll!!!!! Kenzo : Baby … Kenzo : Sayang? Kenzo : Kalau aku bolak-balik terlalu jauh, aku bisa sampai jam dua pagi lalu aku harus balik lagi jam empat pagi untuk tiba jam delapan di proyek. Kenzo : Baby Begitulah isi room chat Kenzo dan Jillian saat ini. Kemudian ponsel Jillian berdering panjang, Jillian melirik layarnya dan nama beserta foto Kenzo memenuhi layar. Jangan harap Jillian akan menjawab panggilan telepon dari Kenzo, ia sedang kes
“Aku enggak ada perasaan apa-apa sama Amira … kalau aku mencintai dia kenapa dulu aku memutuskan dia dan kenapa aku enggak nikah sama dia aja?” Kenzo menarik tengkuk Jillian untuk menyatukan kening mereka. “Karena aku udah nggak mencintai dia lagi, sekarang aku mencintai kamu … hanya kamu.” Jillian membisu, kehabisan kata-kata. “Kamu boleh enggak ngakuin aku sebagai suami kamu tapi tolong … jangan dekat-dekat sama cowok lain … kamu tahu rasanya cemburu, kan?” Jillian menganggukan kepala. “Aku merasakan seribu kali lipat sakit dari apa yang kamu rasakan karena aku sangat sangat sangat mencintai kamu.” Kenzo menjauhkan wajahnya, mengusap kepala Jillian dengan lembut, menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinganya. “Aku akan memindahkan kamu ke kampus lain kalau cowok itu masih dekat-dekat sama kamu.” Meski Ken