Agni ke luar dari kamar mandi dengan mata sembap.‘Ini adalah tangisan terakhirku. Aku harus bisa mengambil keputusan jalan mana yang akan aku pilih untuk kehidupanku. Axel sangat baik, tapi Tian juga nggak jahat. Tian begitu karena aku selalu membantahnya. Aku mencinta Axel, tapi Tian juga layak dicintai.’Tangan Agni dia letakkan di dada. Biarlah, waktu yang akan membawanya pada jalan takdir.*“Desi, segera datang ke ruanganku,” titah Tian pada Desi saat dia baru tiba di kantor dan lewat di depan meja sekretarisnya itu menuju ruangan kerjanya.“Baik, Pak.”Setelah Tian masuk ke ruangannya, lima menit kemudian Desi juga ikut masuk seperti yang sudah diperintahkan padanya tadi.“Ada apa, Pak Tian? Apa ada sesuatu yang harus saya kerjakan?” tanya Desi dengan menyungging senyum ramah. Tian menatap tubuh Desi yang kini berdiri tegak di hadapan. Entah kenapa bayangan Agni saat berdekatan dengan Axel tiba-tiba muncul begitu saja. Ada rasa kesal karena dia sempat menduga telah terjadi ses
“Kalau begitu ... terima kasih banyak Pak.”Tian mengangguk dan kembali duduk di kursinya. Sesaat kemudian dia sudah kembali sibuk dengan beberapa berkas yang sudah menumpuk di meja kerja. Desi masih diizinkan untuk di ruangan itu sampai kondisi kakinya lebih baik.Tanpa sadar Desi terus menyungging senyum bahagia. Sepatu itu sangat berarti baginya. Tapi kemudian raut wajahnya berubah datar saat dia mengingat sesuatu.‘Enak banget pasti jadi istrinya pak Tian. Saya yang cuma sekretaris aja dikasih sepatu sebagus dan semahal ini. Apalagi istrinya? Aku harus bisa dapetin hati pak Tian gimana pun caranya.’“Emh ... Pak, saya izin kembali ke meja kerja.” Desi pamit pada Tian karena dia tidak mau terlalu memikirkan kemewahan yang diterima Agni sebagai istri Tian.“Memangnya kaki kamu sudah baikan?” tanya Tian dengan raut wajah yang masih khawatir.“Sudah lebih baik, Pak. Dan saat akan lebih berhati-hati lagi.”“Baiklah kalau begitu.” Tian merentangkan sebelah tangan mempersilakan Desi ke
Agni memejamkan mata sambil menutup telinga. Tapi dia tidak menyalahkan Tian sama sekali. Dia juga tidak menyalahkan Axel karena ini di luar kendali semua orang.Agni gemetar lalu mendekati Tian dan bersimpuh di kaki Tian. “Maafkan aku Tian. Aku benar-benar nggak tau kalau Axel datang. Dan itu tadi karena dia mau ngajak aku pergi dari sini,” ucap Agni berusaha jujur agar Tian memaafkannya.Sayang sekali karena Tian sudah terlanjur salah paham. Pria itu melenggang pergi naik ke lantai atas tempat kamar mereka berada.Agni menyesali semua yang terjadi. Dia tidak tahu takdir apa yang sedang dia jalani kenapa begitu sulit untuk sejalan dengan apa yang ada di dalam pikirannya.“Non Agni kenapa?” Bi Ira berlari dari arah belakang karena mendengar suara benda jatuh tadi. Dia membawa Agni bangkit dan kembali duduk di sofa. “Kenapa lagi Non? Den Tian marah pasti ada sebabnya.” Bibi sudah menebak pasti kedua majikannya itu kembali bertengkar. Dia melihat pecahan guci yang berserakan di lantai.
*Agni memeluk lutut sambil duduk bersandar di ranjang. Dia menunggu Tian yang tak kunjung pulang padahal sudah jam sembilan malam. Tian pergi sejak sore dan tidak tahu ke mana. Agni juga baru tahu kalau ponselnya diambil oleh Tian, jadi dia tidak bisa menghubungi siapa pun termasuk suaminya itu. Akhirnya dia hanya bisa menunggu sampai Tian pulang dan akan kembali meminta maaf.Hatinya masih begitu rapuh. Rasa cinta pada Axel masih begitu menggebu. Tapi dia juga bertekad untuk memperbaiki hubungannya dengan Tian. Tok! Tok! Tok!“Non Agni. Non belum makan malam. Ayo turun kita makan sama-sama,” panggil bibi mengajak Agni makan malam. Agni memang belum makan karena kepergian Tian tadi membuatnya begitu merasa bersalah.“Nanti bi. Agni tunggu Tian pulang,” sahut Agni tanpa beranjak.“Tapi ini udah jam sembilan non. Den Tian juga belum tahu pulang jam berapa. Nanti non Agni sakit, loh,” bujuk bibi lagi.“Nggak bi. Agni masih belum lapar. Nanti kalau mau makan Agni turun sendiri.”Akhirny
Axel uring-uringan karena tidak bisa menelepon Agni. Dia jadi tidak bisa tahu bagaimana kabar sahabat yang dicintainya itu setelah diusir Agni. Axel mengerti itu Agni lakukan demi mempertahankan rumah tangganya. "Rumah tangga. Apa Lo harus bersikap sekasar itu ke gue buat mempertahankan hubungan yang sejak awal palsu itu?!" Tapi Axel tidak bisa melakukan banyak hal. Ia masih khawatir kalau Agni akan mendapat perlakuan buruk dari Tian. Untuk saat ini Axel tidak punya cara yang tepat untuk membawa Agni pergi dari rumah suaminya karena jelas-jelas Agni masih sah berstatus istri pria itu.“Xel. Kamu itu kenapa, sih? Dari semalam mama perhatikan seperti orang gila. Jalan ke sana ke mari. Lupa makan lupa mandi. Bahkan kamu nggak latihan lagi sama temen-temen kamu itu. Jangan bilang gara-gara Agni, ya?” Bu Ningsih sebenarnya tahu Axel seperti itu pasti ada hubungannya dengan Agni.Itulah yang tidak Bu Ningsih sukai dari hubungan Axel dan Agni. Mereka tidak akan pernah bersatu karena Agni s
Tian terus memperhatikan tanpa bergeming. Satu per satu kancing baju itu Agni terbuka. Dimulai menyimpirkan dari pongkol bahunya yang seksi hingga memperlihatkan dada yang masih tertutup bra. Perlahan Agni menurunkan piyama itu, dan masih terus menatap lurus ke depan. Agni tidak berusaha menatap Tian. Dia sendiri bingung apa ini yang sebaiknya dia lakukan. Tapi, kembali pada Axel juga tidak mungkin.Mamanya Axel tidak menyetujui hubungan mereka. Agni pahami karena memang dia yang lebih dulu menghianati cinta suci ini yaitu menikah dengan pria lain meski perasaan Agni masih milik Axel.Tapi dia gak mungkin terus menerus melawan arus. Di mata semua orang, dia istri sah Bastian. Dan sudah selayaknya dia melayani Tian di kamar tidur.Agni membuka celananya. Kini Agni hanya memakai dalaman saja. Tian tahu kalau Agni tidak nyaman berlaku seperti itu di depannya. Tapi dia ingin melihat sejauh mana istrinya tersebut. Tian mengakui tubuh Agni sangat indah. Semua nampak berisi tepat pada tempa
Sementara Tian yang ada di kamar lain menggusar rambut dengan kasar. ‘Kalau tidak siap kenapa coba-coba? Apa Agni itu mau mempermainkan perasaanku? Atau ... dia memang ingin membalas dendam padaku karena aku memukuli teman lelaki selingkuhannya itu? Atau jangan-jangan mereka malah sudah pernah melakukannya?’ batin Tian.Berbagai pertanyaan dan kesimpulan sepihak muncul di kepalanya. Tian banyak menduga-duga tentang Agni yang ternyata tidak dia ketahui sama sekali. Karena lelah memikirkan nasib rumah tangganya yang entah bagaimana, akhirnya Tian memilih tidur karena besok pagi dia harus bangun cepat untuk bekerja. *Axel sedang kesal karena Bu Ningsih memaksanya untuk mengantarkan Karina pemotretan. Sudah berulang kali dia menolak tapi Bu Ningsih mengancam akan menarik semua fasilitas yang dia punya termasuk motor yang selalu dia pakai kemanapun. “Oke Axel akan antarkan Karina. Tapi cuma mengantarkan saja. Axel hari ini ada janji ketamu sama Arkan, jadi Axel nggak mau menunggu Kari
Tian sangat suka dengan semangat yang selalu ada pada diri Desi. Bahan saat kakinya masih sakit pun dia tetap tidak mengeluh.Seperti yang ada di jadwal agenda. Tian ditemani Desi mengadakan meeting dengan utusan perusahaan lain. Untung saja tidak banyak yang dibahas jadi meeting cepat selesai dan mereka kembali ke kantor. Tian dan Desi kembali fokus pada pekerjaan lain yang sudah menunggu untuk dikerjakan. Ada banyak berkas hasil penjualan selama sebulan yang harus dicek satu per satu sebelum dirangkap menjadi lembar Laporan Pertanggung Jawaban yang nantinya akan diserahkan pada CEO perusahaan tersebut. Kinerja Tian yang selalu bagus dan teliti selalu mendapat pujian. Sana dia tidak ingin mudah terlena dengan itu. Tian tetap mengedepankan ketelitian agar tidak ada kesalahan apa pun dalam pekerjaannya. Untung dia mendapat sekretaris yang sigap dan cekatan seperti Desi. Membuat pekerjaannya menjadi lebih mudah dan selalu selesai tepat waktu.Entah kenapa tiba-tiba Tian melirik ke arah