“Mama?” Axel memanggil mamanya yang mulai membuka matanya itu. Dan benar saja Axel melihat kedua mata ibunya terbuka di depannya. Axel langsung memencet bel untuk memanggil para suster.Raut wajah Axel kini bersinar dan cerah dengan senyuman lebar yang terukir di bibirnya itu melihat ibunya sadar. Dokter yang tadi memeriksa Bu Ningsih kini kembali karena bel yang dipencet Axel. Saat dokter sampai bersama suster, dokter memeriksa detak jantungnya dan memeriksa pupil mata Bu Ningsih yang kini sudah sadar itu. “Mama kamu udah baik-baik aja kok kamu gak usah khawatir, dirawat satu atau dua hari lagi mama kamu udah bisa pulang,” jelas dokter tadi dengan lembut. Setelah semua selesai dokter bersama suster itu keluar dari kamar Bu Ningsih meninggalkan mereka berdua lagi. Axel yang sangat bahagia melihat mamanya sadar kini tak dapat melepaskan pandangannya kepada mamanya itu. Stelah tau resepsionis mama Axel bangun, mereka langsung menghantarkan makanan. Tok tok tok!Suara ketukan pintu
“Axel,” panggil Arkan sembari menggoyangkan pundaknya untuk menyadarkan dia dari lamunan. “Jangan-jangan Lo udah tau?” Arkan mencoba mencari tau apa yang terjadi pada temannya. “Akkk ... Gue harus gimana sekarang? Bahkan orang yang gue suka ninggalin gue,” lirih Axel dengan mengacak-acak rambutnya frustrasi. “Nih.” Arkan mengeluarkan handphonenya dan menunjukkan foto yang ambil saat mengantar paket. “Agni?” Axel yang sadar foto yang diberikan adalah foto Agni bersama dengan pria lain membuatnya tak bisa berkata-kata. “Maksud Lo nunjukin ini biar apa?” Axel berdiri Dengan amarah yang meluap. “Lo mau buat gue cemburu, hah?” Axel menaikkan suara geram dengan Arkan. “Lo gak liat, di foto Agni kenapa?” Arkan kembali bertanya dengan tatapan datar dan santai. “Maksud Lo?” Axel kembali memelankan suara mendengar kata-kata Arkan yang tak jelas maksudnya. Dia pun langsung melihat kembali ada apa dengan foto Agni. “Agni nunduk?” Axel memiringkan kepalanya bingung. “Lo bego atau memang
Tian langsung merubah raut wajahnya ke semula agar tak kelihatan bahwa dia sangat tergoda dengan likuk tubuh desy. Tian juga sempat menelan salivanya melihat tonjolan yang ada di dada begitu sempurna di matanya apa lagi dengan belah payudara itu karena kerah baju yang terlalu kendur. Namun, itu semua harus di hilangkan, Tian juga ingat kalau dia mempunyai seorang istri. Lalu dia mempersilahkan kembali duduk. “Duduk Des!” Tian dengan membentang tangannya menyuruh Desy duduk. Desy pun langsung duduk setelah di persilahkan dan diikuti oleh Tian yang duduk di sebelah Desy. “Pak ini beberapa dokumen yang bapak suruh bawa dan ini ada beberapa dokumen yang harus bapak tanda tangani.” Desy dengan gesit dan cekatan memberita tahu satu persatu. Dia juga menunjukkan dokumen-dokumen yang ingin di tandatangani oleh Tian.Dia menunjukkan satu persatu tempat di dokumen itu yang ingin di tanda tangani. Saat menunjukkan tempat itu, Desy memajukan badannya sehingga payudaranya hampir terkena tubuh
Saat menaiki tangga di melihat pintu kamar terbuka dan melihat Agni di dalam yang sedang di meja rias menyisir rambutnya. Tian masuk dan tak bicara, hanya langsung terduduk di spot tempat biasa dia tidur sembari memainkan handphone. Agni lagi-lagi menarik sebelah ujung bibirnya menatap Tian remeh dari balik kaca sembari menyisir rambutnya. Karena ingin mengejek Tian, tiba-tiba dia di panggil Bu Ira dari balik pintu. Tok tok tok!“Non, ada di dalem?” Bu Ira dengan nada bertanya dan lembut. “Iya Bik.” Agni yang mendengar langsung menaruh sisir itu di atas meja rias dan membukakan pintu lalu ke luar dari kamar itu. Setelah ke luar kamar, Agni kembali menutup pintu itu.“Ada apa bik?” Agni dengan nada penasaran. Dia juga melihat raut wajah Bik Ira yang sangat tak bisa di tebak apa yang ingin dia sampaikan. Bik Ira tak menjawab dan hanya memberikan sebuah koran kepada Agni. Dia menerima koran itu dengan raut wajah bingung. “Apa maksudnya Bik?” Agni sebelum membaca koran itu. “Non,
Akhirnya Agni merasakan kelegaan di hatinya setelah lepas dari terkaman binatang buas yang merupakan suaminya itu. Agni membungkukkan badannya dan menangis di depan pintu kamar yang dia kunci. Dia terus menangis tersedu-sedu karena tak menyangka ini terjadi dengannya. Mendengar tangisan itu. Bik Ira langsung naik untuk memeriksa keadaan Agni. “Non, kenapa? Apa yang terjadi apa Non, dan Aden?” ucap Bik Ira dengan nada bicara cemas dan memegang pundak Agni yang sedang menangis sendu. Agni hanya menangis dan menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba suara tendangan kuat mendarat dari dalam pintu yang Agni kunci. Brak!“Buka, Agni!” teriak Tian dengan penuh kemarahan dan menendangi pintu. “Buka, bakal abis Lo sama gue!” Tian masih dengan tentangan dan omelan marahnya itu. Agni yang takut langsung mengambil kunci yang masih tergantung di pintu itu dan bersembunyi di balik punggung Bik Ira. Dengan tangisan yang secara tiba-tiba berhenti karena sentakan dari Tian. “Enggak apa-apa, Non,” ucap
Setelah menyadari yang terjadi karena mendengar perkataan itu, Agni langsung berdiri dan menatap tajam Damar. “Om gak salah nanya? Seharusnya Om tanya apa yang udah Tian lakuin sama Agni!” Agni menaikkan satu oktaf suaranya sembari menunjuk-nunjuk dirinya sendiri sebagai pembelaan. “Apa yang salah kalau Tian mau haknya sebagai suami, gak ada, kan?” Damar juga ikut menaikkan satu oktaf suaranya. Dia tidak mengerti tepatnya tidak mau mengerti keponakannya yang menolak Tian, suaminya.“Om paham gak, sih, kalau Agni gak bahagia sama Tian.” Agni sudah kesal dan lelah dengan semuanya dan membantah semua tuduhan yang ditujukan kepadanya. “Dulu ke mana aja?” singkat Damar tapi dapat menyakiti hati Agni yang mendengar. “Emang kalau Agni nolak, Om bakalan batalin pernikahannya?” Agni dengan nada yang menyindir dan sedikit membesarkan matanya. “Iya, puas?” bentak Damar.Agni yang tercengang ditambah dengan wajah sedihnya. Air mata Agni mengalir begitu deras tapi tak memiliki ekspresi karena
Axel langsung mengantarkan tubuhnya untuk memeluk tubuh Agni. Disertai dengan tangisan, Agni segera membalas pelukan yang di layangkan oleh Axel. Axel memeluknya dengan sangat erat dan sedikit mengangkat tubuh Agni membuatnya tak menapak ke tanah, menandakan Axel sangat merindukannya.Agni masih menangis dan Arkan yang tak dapat membendung kebahagiaannya. Setelah dilepaskan dari pelukannya, Axel tersenyum bahagia bisa melihat Agni dari sekian lamanya. “Gue kangen banget sama Lo tau gak.” Axel seperti memberitahu perasaannya sembari memegang kedua pipi Agni dengan kedua tangan besar Axel. Agni juga merasakan rindu yang sangat mendalam, hampir setiap malam dia memikirkan Axel dan hari ini pertemuan mereka membuatnya sangat bahagia. “Gue juga kangen banget sama Lo, Xel.” Agni dengan senyuman bercampur kesedihannya itu memandang wajah yang sangat dia ingin pandang. Tiba-tiba saja hatinya tersentak mengingat saat ini statusnya dengan Axel sudah berbeda. Agni terlihat gelisah tetapi di
“Keluar, Lo.” Tian menyuruh dengan nada mengusir Anwar. Dia yang mendengar nada kasar ke luar dari anak manja itu langsung menjulurkan lidah dan ke luar dengan wajah julid. “Iya Des?” Tian melihat Desy dengan biasa kali ini. Dia tidak mau terlihat galak di depan Desy “Pak Tian tolong tanda tangani dokumen ini.” Desy memberikan dokumen yang ingin di tanda tangani. “Di mana?” Tian bertanya sembari melihat ke arah dokumen. Desy menunjuk satu-satu tempat Tian tanda tangan. Setelah selesai Desy tak beranjak dari tempat Tian.“Kenapa masih di sini?” Tian bertanya dengan melihat Desy yang menunduk.Desy mengumpulkan semua keberanian dan menarik nafas lalu membuangnya. “Pak saya minta maaf.” Desy dengan membungkukkan badan meminta maaf kepada bosnya itu. “Soal?” Tian dengan masalah yang ada di rumahnya, lupa dengan yang terjadi antara dia dan Desy. “Saya salah duduk.” Desy semakin menundukkan kepalanya malu dengan yang terjadi. “Oh gak papa, kamu keluar aja!” Tian dengan santai menyuruh