Papa mengajak kami semua ke ruang makan untuk makan malam. Kami dipersilakan untuk duduk di mana saja yang kami mau. Papa duduk di salah satu kursi di kepala meja, aku duduk di samping kanannya, sedangkan Kak Nevan di samping kirinya. Tentu saja Jonah memilih untuk duduk di sisiku. Di sebelahnya ada Tante Inggrid diikuti oleh Om Jarvis. Jason duduk di samping Kak Nevan, tunangannya di sebelahnya. Ibu Jovita duduk di sisi putrinya, kemudian Om Gunawan yang duduk di kepala meja di seberang Papa. Setelah Papa memimpin doa makan bersama, bunyi sendok beradu dengan piring pun terdengar. Kami tidak perlu saling mengoper makanan karena setiap menu makanan disajikan di atas meja tidak jauh dari hadapan kami masing-masing. “Karena Jovita sedang hamil, kita tidak perlu menunda pernikahan mereka. Bagaimana menurutmu, Gunawan?” tanya Om Jarvis. “Aku setuju, kapan paling cepat kita bisa melangsungkan pernikahan mereka?” tanya Om Gunawan. “Apakah kalian keberatan jika pernikahan kalian diadakan
Rasanya sangat aneh. Aku yang semula datang sebagai seorang pria yang bebas, yang akan menghadiri pertunangan antara kakakku dan wanita muda yang sudah dipilihkan untuknya, malah pulang dalam keadaan sudah terikat dengan janji akan menikahi wanita muda tersebut. Aku kini adalah tunangan Celeste Renjana.Entah apa yang mendorongku untuk melakukan hal itu tetapi aku tidak tega melihatnya dan keluarganya dipermalukan. Jovita telah melakukan hal yang sangat keterlaluan, namun itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Jason. Wanita itu sudah mengatakan kepadanya bahwa dia hamil. Jason malah tidak percaya dan tetap melanjutkan niatnya untuk menikahi Celeste?Untung saja wanita itu datang sebelum Jason dan Celeste resmi bertunangan. Aku tidak bisa membayangkan andai saja perempuan itu terus bungkam hingga mereka berdua resmi menjadi suami istri, lalu dia datang merusak acara sakral tersebut.Iya. Bagiku pernikahan adalah acara yang sakral. Ikatan antara suami dan is
~Celeste~ Dengan malas-malasan, aku merias wajah dan menata rambutku. Aku membiarkan rambutku tergerai, tanpa memberi jepitan atau memakai bando. Karena semalam dia menyarankan agar aku memakai baju yang nyaman, aku memakai blus putih dan celana jins panjang. Supaya tinggi badan kami tidak terlalu kontras, aku mengenakan sandal berhak tinggi. Mendengar deru halus mesin mobil di depan rumah, aku mendesah keras. Papa dan Kak Nevan hanya tersenyum penuh arti. Setelah pamit kepada mereka berdua, aku keluar dari ruang keluarga. Papa memanggil dan mengingatkan aku sekali lagi agar bersikap baik. Huff. Bu Liana sudah membukakan pintu depan. Aku berjalan menuju pintu bersamaan dengan Jonah berjalan mendekati aku. Dia terlihat berbeda tanpa setelan kerja dan tuksedonya. Dia memakai kaus berlengan panjang berleher huruf V dan celana panjang santai. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Dia seperti tidak senang akan kencan denganku siang ini. Terlalu fokus melihat penampilan dan wajah tampannya, aku
“Hal yang paling penting yang perlu kamu ketahui adalah kamu tidak perlu khawatir bahwa aku akan mengubahmu. Bersamaku, kamu bisa menjadi dirimu sendiri. Aku tidak akan menentukan pekerjaan atau kegiatan yang ingin kamu lakukan. Selama kamu menjaga nama baikmu. Jadi, kamu tidak perlu takut aku akan memintamu tinggal di rumah saja dan menghalangimu bekerja,” katanya yang cukup menenangkanku.“Kamu serius dengan itu? Aku boleh bekerja dan meniti karir?” tanyaku penuh harap.“Tentu saja. Aku juga akan tetap bekerja setelah kita menikah. Lalu untuk apa kamu hanya diam saja di rumah? Ada kepala pelayan yang mengurus segalanya. Bunda juga masih menjadi nyonya rumah di rumah kita,” ucapnya menjelaskan. Rumah kita, bukan rumah kami. Dia sedang membiasakan aku untuk menyebut miliknya sebagai milikku juga. Dia benar-benar serius dengan hubungan kami.“Tetapi saat kita punya anak nanti, kamu harus bisa mengatur wa
Tidak suka menonton film, tetapi dia tertawa dari awal film dimulai karena kekonyolan para pemainnya. Aku tidak tertarik menonton film romantis karena ceritanya membosankan dan aku tidak mau berpikir yang tidak-tidak saat berada di sisi wanita ini. Film romantis umumnya menampilkan adegan ranjang yang berlebihan.Film komedi adalah pilihan yang terbaik. Membuat wanita muda ini bahagia ternyata tidak sulit. Membuatnya kesal justru lebih mudah lagi. Aku suka melihatnya tidak ragu sedikit pun untuk menyampaikan pendapatnya. Bunda benar. Wanita muda ini pandai membawa dirinya. Dia tahu kapan saat yang tepat untuk marah dan kapan saat yang tepat untuk menahan dirinya.“Apakah ada yang ingin kamu beli di mal ini?” tanyaku saat kami berjalan keluar dari ruang bioskop. Dia menggelengkan kepalanya. “Kamu sudah lapar?”“Sedikit. Tetapi aku tidak mau makan di sini.” Dia melihat keramaian di sekeliling kami. Hari ini hari Minggu, wajar sa
Tidak jauh berbeda dengan keadaan rumah Celeste, rumahku juga sudah sepi saat aku tiba. Pak Raihan membukakan pintu samping untukku setelah aku memarkirkan mobil di garasi. Aku bertanya di mana keluargaku, jawabannya sesuai dugaanku. Mereka semua sudah berada di kamar mereka masing-masing. Aku mempersilakannya untuk beristirahat karena aku sudah tidak membutuhkan apa pun lagi malam ini.Aku harus melakukan sesuatu mengenai rasa tidak aman yang sering dialami Celeste. Aku tidak mau tunanganku diganggu terus oleh orang yang tidak dia kenal. Tetapi jika aku menawarkan kepadanya seorang teman yang akan selalu mendampinginya ke mana pun dia pergi, dia pasti akan menolak. Meskipun dia dimanjakan di rumah, sepertinya dia tidak suka diperlakukan istimewa. Dia ingin membuktikan kepada semua orang bahwa dia bisa hidup mandiri.Baik. Aku bisa melindunginya dengan cara lain.Setelah membersihkan diri dan mengenakan kaus putih serta celana pendek, aku duduk di tempat tidur.
Sudah dua malam ini tidurku tidak tenang karena laki-laki sombong itu. Penghancur masa depanku, perusak mimpi, dan pengekang kebebasanku. Aku bisa melakukan apa saja yang aku mau tetapi aku harus mempertimbangkan reputasinya. Itu sama saja dengan aku tidak bisa melakukan apa pun sesukaku. Kalimatnya semalam hanya membuatku tambah pusing. Belum lagi ciumannya membuatku kesal. Aku terbayang-bayang pada rasa yang ditinggalkannya pada bibirku. Apakah karena ini pertama kalinya aku dicium oleh laki-laki atau ada alasan lain? Ukh! Aku benar-benar ingin menarik-narik kedua pipinya, menarik-narik kedua telinganya sampai rasa kesalku hilang. Dan senyumnya. Senyum licik penuh kemenangannya setiap kali berhasil menciumku, aku tidak suka melihat senyum itu muncul berulang kali di kepalaku. Ah, sudahlah. Untuk apa aku membuang-buang waktu berhargaku untuk memikirkan laki-laki yang tidak tahu diri itu. Di satu sisi dia begitu sopan, perhatian, tetapi di sisi lain dia berlaku seena
Kembali ke mobil, Jonah menggandeng tanganku lagi. Aku bersyukur bahwa kami datang pada saat jam kuliah sedang berlangsung. Jadi hanya ada beberapa mahasiswa saja yang terlihat duduk di bangku yang disediakan di koridor atau berjalan dari satu gedung ke gedung lain yang ada di fakultas kami. Tidak banyak yang mengarahkan pandangan matanya kepada kami.“Ini untukmu,” ucap Jonah saat dia menghentikan mobilnya tepat di depan rumah kami. Dia memberikan sebuah kotak beludru kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Bukalah.”Aku membukanya dan menemukan sebuah batu permata berwarna biru langit berbentuk tetesan air mata. Ini adalah nilam, batu permata kelahiranku. Aku mengeluarkannya dan ternyata itu adalah liontin yang dihubungkan dengan rantai kalung yang berwarna putih. Aku tidak yakin Jonah akan memberiku kalung emas putih. Rantai ini pasti terbuat dari bahan metal yang mahal.“Hari ini bukan hari ulang tahunku,” ucapku bingung.