Kehadiran Ibu Ida benar-benar membuat Nayra bahagia. Wanita itu dapat merasakan seutuhnya memiliki Saga.
Setiap malam sang suami menemaninya bergadang. Saga bahkan tidak sungkan untuk memijat jika Nayra mengeluh pegal-pegal. Lelaki itu juga royal menghujani sang istri dengan berbagai hadiah yang lumayan mahal.
Kebahagiaan Nayra kian berlipat karena pada siang hari, sang mertua akan memperlakukannya seperti seorang ratu.
"Kamu tidak perlu repot-repot di dapur, asuh saja Abrina," larang Ibu Ida ketika mendapati Nayra tengah berkutat membuat makanan.
"Bina sedang tidur, Bu." Nayra yang ngeyel tetap mengiris bumbu.
"Ya, sudah kamu istirahat siang." Ibu Ida tidak kalah ngotot saat mengusir.
"Saya sudah tidur siang selama dua jam tadi. Makanya ini mau buat makan malam."
"Gak usah! Ibu gak mau kamu kecapekan." Ibu Ida menegaskan, "kalo kamu lelah, ASI yang keluar
Nayra menunggu kepulangan Abrina di dapur. Untuk memangkas waktu dia sengaja menyibukkan diri dengan memasak makanan. Ditemani Bik Ati, dirinya berhasil menghidangkan empat menu makanan sekaligus. Tepat tiga jam dalam penantian, akhirnya orang yang ditunggu pun pulang.Dela tampak menggendong Abrina yang sedang terlelap. Sementara di belakang, Saga mengikuti sembari menyangklong tas berisi perlengkapan Abrina."Siapkan makan siang, Nay. Laper nih kita!" titah Dela begitu Nayra menyongsong kedatangannya."Bina bagaimana, Mbak?" tanya Nayra mendekat."Dia baik-baik saja. Ini lagi tidur." Dela menjawab ketus dengan tangan yang defensif. Dia berusaha menghalangi Nayra yang hendak menyentuh putrinya sendiri."Biasanya Bina nangis dan rewel kalo habis disuntik.""Nih buktinya enggak." Dela menyahut dengan terus mela
Dela dan Saga langsung pergi ke dokter kandungan untuk melakukan pemeriksaan. Dokter menyatakan jika usia kandungan Dela sudah menginjak minggu ke enam. Namun, ada kabar yang sedikit tidak mengenakan.Dokter menyatakan jika kandungan Dela sedikit lemah. Serviks Dela berbentuk tidak semestinya karena bawaan dari lahir. Oleh karena itu dokter menganjurkan agar Dela bed rest. Apa lagi tekanan darah Dela juga di atas normal."Usahakan istrinya untuk tidak kelelahan dan stress ya, Pak!" Dokter kandungan menganjurkan dengan ramah."Baik, Dok." Saga mengangguk paham.Sekarang dokter ganteng muda itu menghadap Dela. "Jauhi asap rokok dan alkohol ya, Bu.""Siap." Dela menyahut cepat."Perhatikan juga asupan nutrisi ya." Dokter kembali menambahkan pesan.Dela dan Saga mengangguk patuh.
Saga kembali menggeleng. Kali ini permintaan Adela sudah keterlaluan. Dia memang sangat mencintai teman masa kecilnya itu. Namun, kehangatan serta budi bakti Nayra telah menawan hatinya. Apalagi semenjak Abrina lahir, kini bagi Saga Nayra dan Abrina adalah separuh napasnya. Dia tidak bisa hidup tanpa mereka."Kamu boleh minta apa pun sama aku, Del. Tapi untuk yang satu ini, aku gak bisa," tutur Saga bersungguh-sungguh. Kepalanya terus menggeleng dengan tegas. "Aku sudah berjanji pada Ibu untuk menjaga mereka dengan baik. Maaf." Ucapan Saga penuh dengan permohonan."Jadi kamu lebih memilih mereka dari pada aku?" Dela menatap dingin."Kalian bertiga bukan pilihan.""Tapi aku gak mau hidup dengan mereka, Sagaaa!" Dela menambah satu oktaf nada bicaranya. Membuat Saga membeku dibentak seperti itu.Nayra yang masih duduk meringkuk di ranjang ik
"Akan kujadikan kamu istri yang sesungguhnya. Istri sah di mata hukum dan negara. Bukan wanita simpanan seperti ini.""Cukuuup!" Suara Saga menggelegar. Dia bergerak mendekat dan langsung mencengkeram baju Azriel. "Bisa-bisanya kamu melamar istriku di hadapanku? Hah!" gertaknya naik pitam. Matanya mendelik marah pada Azriel.Azriel balas menatap Saga dengan tenang. "Lepaskan!" suruhnya dengan sedikit mendepak dada Saga."Gak akan aku lepasin sebelum kamu meminta maaf," tantang Saga masih dikuasai emosi."Minta maaf untuk apa?" Azriel tersenyum. Lebih tepatnya mengejek. "Tunjukkan di mana letak kesalahanku?" Anak itu benar-benar mendepak tubuh Saga. Sehingga cengkeraman pria itu terlepas dari bajunya.Mata Saga kian menghunjam. "Ada banyak gadis di luar sana, tapi kenapa kamu selalu mendekati istriku? Apa memang kamu sudah gak laku lagi? Sehingga mesti merendahkan diri dengan merayu istri o
"Dela.""Nayra.""Dela.""Nayra.""Ada Bina yang sangat membutuhkan kehadiranku. Sementara Dela, ada banyak orang yang mengelilinginya." Saga terus saja berpikir. Dia menimbang semuanya dengan masak-masak, "kali ini aku harus memprioritaskan Abrina dulu," tekadnya bulat.Saga mengangguk yakin. Ponselnya terus menjerit. Keraguan di hati Saga sudah lenyap. Dengan pasti dia mematikan gadget. Tangannya memasukan benda tipis tersebut ke dasbor mobil."Dengan begini, Dela gak bisa ngerecokin aku lagi." Saga bicara sendiri.Pria itu mulai menjalankan mobilnya menuju rumah Nayra. Berkejaran dengan waktu, dia sengaja tancap gas hingga melewati batas kecepatan maksimal. Ketika ia tiba di tujuan, Nayra tengah menggendong Abrina. Bayi itu tampak lemas."Alhamdulillah ... kamu datang beneran, Mas," sambut Nayra
"Sagaaa!"Saga dan Nayra berpaling ke arah pintu. Tampak Adela berdiri dengan tatapan nanar. Bahu perempuan dengan perut buncit itu tampak turun naik menahan amarah.Saga memperhatikan istri tuanya.Dela masih mengenakan baju hamil untuk pesta. Sisa-sisa make-up masih menempel pada paras yang kini sudah tidak tirus lagi.Saga bangkit. Perlahan ia mengayun langkah untuk menyambut istri pertamanya. Namun, Adela menepis ketika ia meraih tangannya."Jangan sentuh aku!" titah Dela lirih, tetapi cukup dingin berbalut dendam."Aku tahu kamu marah, tapi jangan berdiri di depan pintu seperti ini," ujar Saga mencoba tenang. "Kita bicara di dalam!" Saga kembali meraih tangan Dela. Kembali pula sang istri menolak."Mau kamu apa?" tanya Saga pasrah.Dela tidak membalas. Dia lekas menutup pintu kamar tersebut. Dalam keadaan marah seperti ini, dirinya masih menjaga
Saga tidak pernah menyangka akan mengalami hal semengerikan ini. Dia yang sibuk menangkis serangan Dela. Semua terjadi dengan begitu cepat dan di bawah kendalinya. Perlahan Saga membuka mata. Pria itu merasakan pusing. Sakit kepala yang menghebat di kepala membuatnya mengerang tertahan. Hidungnya mulai mencium bau anyir. Cukup menyengat. Dia merasa darah mengalir membasahi mata dan bibirnya. Darah tadi mengaburkan pandangan Saga. Lelaki itu merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Dia ingin bergerak, tetapi semua tubuhnya tidak bisa digerakkan. Suami Dela itu merasakan sakit yang teramat. Lamat-lamat telinga Saga menangkap suara riuh di sampingnya. Menyampingkan rasa sakit, pria itu mencoba kembali untuk membuka mata.
"Dokter, bagaimana kondisi anak saya?" cecar Mama Dela panik.Sang dokter menghela napas panjang. "Kami sudah semaksimal mungkin. Namun, mohon maaf, kami tidak bisa menyelamatkan calon cucu kalian," ucapnya sedih."Ohhh ... tidak!" Mama Dela berseru sedih. "Cucuku ... kenapa semalang itu? Dia bahkan belum melihat indahnya dunia. Kenapa sudah diambil duluan?" ratap Mama Dela tersedu-sedu. Air matanya berlinang tanpa bisa dicegah."Tabahkan hatimu, Ma." Samg suami merangkul lembut. Lelaki itu mengelus pelan bahu istrinya."Tapi itu calon pewaris kerajaan bisnis kita, Pa," tukas Mama Dela masih tidak terima, "karena tidak mungkin Dela yang akan meneruskan usaha kita. Tidak mungkin Saga juga," tuturnya dengan sesenggukan."Kalo sudah takdir kita bisa apa, Ma?" Sang suami tampak berusaha bijak. "Yang penting Dela selamat, dia bisa kapan saja kasih cucu buat kita," lanjutnya menenangkan."Dokterrr!" Seorang perawat keluar dari ruangan dengan