“Darimana kamu mendapat kertas ini?” tanya Khaysan dengan nada tak sabaran. Ancaman yang tertera pada kertas tersebut kontan menyulut emosinya. Tanpa sadar Khaysan pun meremas selembar kertas yang baru saja diberikan oleh Melody. “Kertas itu membungkus batu yang dilempar ke kamar kita. Aku yakin penyerangan ini ada hubungannya denganku.” Tadinya Melody tak ingin langsung memberitahu suaminya. Tetapi, setelah dipikirkan lagi, lebih baik lelaki itu tahu secepatnya. Melody khawatir teror itu semakin berkelanjutan. Apalagi jika seperti tadi, siapa saja bisa menjadi korban walaupun sebenarnya yang mereka incar adalah dirinya. Melody tak mau membuat banyak orang dalam bahaya karena dirinya. Melody yakin orang yang menerornya tidak akan berhenti sampai di sini saja. Pasti ada rencana-rencana busuk lainnya yang akan orang itu lakukan. Entah hanya menyerang dirinya saja atau menyerang semua orang seperti ini. “Kenapa kamu mengambilnya? Bagaimana ada serangan lagi setelah itu?! Kamu bisa cel
Setelah menerima kabar mengejutkan itu, Melody dan Khaysan langsung bertolak ke rumah sakit. Sebenarnya Khaysan tak mengizinkan Melody ikut, namun Melody memaksa ingin ikut dan akhirnya lelaki itu menurutinya. Ketika mereka tiba di rumah sakit, sang tersangka sudah dipindahkan ke ruangan lain. Orang itu benar-benar sudah tidak bernyawa. Meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terjawab sama sekali. Sebab, sejak awal tak ada yang sempat bertanya apa pun. Orang-orang Khaysan tak sempat mencari tahu siapa yang menggerakkan orang itu karena tempat tinggal bahkan isi ponselnya bersih dari bukti yang diperlukan. Entah karena sang tersangka memang serapih itu atau karena ada orang lain yang membereskan semuanya. “Kenapa semuanya malah semakin rumit? Kalau begini, bagaimana caranya kita tahu dalang dari kekacauan ini?” gumam Melody dengan helaan napas kasar. Ia memijat kepalanya yang pening. Teka-teki ini benar-benar sulit terpecahkan. “Dia tidak mungkin tiba-tiba terkena serangan jantung
Melody nyaris menjatuhkan piring yang ada di tangannya karena pertanyaan tak terduga sang putra. Ia langsung menyimpan piring tersebut di atas nakas dan menarik kursinya mendekati putranya. “Kenapa Nathan bertanya seperti itu?” “Apa ada orang yang berbicara aneh-aneh pada Nathan?” tanya Melody sembari menggenggam kedua tangan sang putra dan menatap bocah itu lekat. Nathan pasti mengerti jika dirinya sedang sakit. Namun, tak pernah sekalipun Melody atau Khaysan membahas penyakit sang putra di depan putranya. Mereka sengaja menjaga perasaan Nathan agar tidak sedih dan berakhir drop. “Tidak ada yang bicara aneh-aneh sama Nathan,” jawab Nathan sembari menggeleng pelan. Namun, ekspresi wajahnya masih tampak sedih. “Kalau tidak ada yang bicara aneh-aneh, kenapa Nathan tiba-tiba bertanya seperti ini? Coba jujur pada Mommy, Mommy tidak akan marah kok.” Melody takut ada yang bicara macam-macam pada sang putra tanpa sepengetahuannya. Sebab, itu bisa mempengaruhi psikis putranya. “Kemo itu u
Melody mengerjapkan mata. Seakan tak menyangka melihat pemandangan yang menurutnya hanya berada dalam khayalannya saja. Wanita itu mengucek matanya, untuk memastikan jika tidak ada yang salah dengan indra penglihatannya. Melody mendadak terpaku. Melihat Nathan, putranya yang sulit akrab dengan orang baru sedang bermain bersama ayahnya. Pemandangan itu memang tampak menyenangkan, namun kedatangan sang ayah sangat mengejutkannya. Rupanya inilah kejutan yang Khaysan maksud. “Kenapa kamu melihat Ayah seperti melihat hantu? Ada yang aneh?” Argani yang hendak mengambil mainan Nathan di pinggir taman dengan santainya melangkah melewati Melody. Suara sang ayah berhasil membuyarkan lamunan Melody. “Emm … sejak kapan Ayah datang? Kenapa tidak mengabari dulu? Aku bisa menyiapkan makanan kesukaan Ayah supaya kita bisa makan bersama.” Bertahun-tahun lalu Melody diusir tanpa belas kasihan. Bahkan, Argani sendiri yang mengatakan telah memutus hubungan mereka. Sebab, dirinya telah mencoreng nama b
“Apa ini?” tanya Melody ketika Khaysan menyodorkan sebuah map padanya. Ia spontan membuka map tersebut karena penasaran dan mengernyit heran saat mengetahui isinya adalah formulir pendaftaran sekolah. “Kamu isi untuk pendaftaran sekolah Nathan. Itu untuk tahun ajaran baru beberapa bulan lagi. Tapi. Nathan sudah diperbolehkan masuk mulai besok. Semua berkasnya sudah aku urus. Tinggal formulir itu saja,” jawab Khaysan sembari membuka dasi yang melingkar di lehernya. Manik mata Melody melebar sempurna mendengar jawaban suaminya. Tak menyangka akhirnya Khaysan menyetujui rencananya dan sang mama mertua. Dengan begini artinya Lidya tidak akan menjadi guru les Nathan lagi. Jika biasanya Melody paling tidak enak hati jika ada orang yang kehilangan pekerjaan karena dirinya, namun sekarang berbeda. Entah kenapa ia malah merasa lega. Lagipula Lidya memiliki profesi lain dan ada yayasan yang menaunginya. Nanti juga akan ada yang menyewa jasanya lagi. Senyum lebar kontan menghiasi wajah Melody
“Emily?” Melody menatap penampilan Emily dari atas sampai bawah. Tak menyangka wanita dengan penampilan agak lusuh ini adalah sang sepupu yang pernah menjadi dalang dari kehancuran kehidupannya. Emily tampak berbeda jauh dari terakhir kali mereka bertemu bertahun-tahun silam. Kini, wanita itu hanya menggunakan pakaian sederhana tanpa riasan di wajahnya sama sekali. Melody sampai nyaris tak mengenali sepupunya itu. Suara Melody juga berhasil mengejutkan Emily. Wanita itu baru menyadari siapa yang berada di hadapannya. Emily langsung merebut kertas-kertas miliknya yang ada di tangan Melody dan bersiap melarikan diri. Namun, Melody lebih dulu mencegah sepupunya itu. “Tunggu! Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Ke mana saja kamu setelah menghancurkan hi—aw!” Pekikan nyaring lolos dari bibir Melody karena Emily menyentak dan mendorong tubuhnya sekuat tenaga. Tanpa memedulikan Melody yang meringis kesakitan, Emily langsung berlari kencang menjauh dari sana. Sembari menahan nyeri, Melody
“Aku sudah memastikan dia terusir dan tidak mendapat warisan sama sekali setelah tahu dia menipuku,” tutur Khaysan yang sengaja menarik kursi di depan meja rias Melody ke samping ranjang agar bisa leluasa mengobrol dengan istrinya. Melody yang sedari tadi berpura-pura tidur kontan membuka matanya. Padahal sejak kemarin ia menghindari suaminya. Bukan tanpa alasan, Melody tak ingin mulutnya kembali membahas masa lalu kelam yang berkaitan dengan Emily dan membuatnya kesal sendiri. Seperti saat di café kemarin sampai dirinya tidak jadi makan. Melody sendiri yang memancing pembicaraan tersebut, namun akhirnya malah membuat suasana hatinya berantakan. Ia pun memilih mengurungkan niatnya yang ingin menanyakan mengapa Emily tampak berbeda sekarang. “Dia siapa?” tanya Melody tanpa sadar. Tadinya ia hanya ingin mendengarkan apa yang akan Khaysan bicarakan, tetapi mulutnya sudah gatal ingin bertanya. “Emily. Siapa lagi?” sahut Khaysan dengan helaan napas lega. Seharian ini Melody selalu meng
“Sebelumnya saya minta maaf karena mengganggu Dokter malam-malam begini. Dok, apa pengobatan Nathan bisa dipindahkan minggu ini juga? Saya ingin Nathan mendapat penanganan yang lebih baik secepatnya,” tutur Melody begitu sang dokter menerima telepon darinya. Melody sudah memikirkan ini matang-matang. Kalau Khaysan tak kunjung memberikan keputusan, maka dirinya yang akan bertindak. Mereka tidak bisa terus menerus mengulur waktu dan membuat Nathan semakin menderita. Kesehatannya tidak bisa menjadi alasan untuk menunda pengobatan Nathan. Melody tidak ingin terlambat bertindak dan akhirnya menyesal. Ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu pada putranya karena karena dirinya. Kebetulan malam ini Khaysan lembur. Melody tidak mau membuang kesempatan untuk menghubungi dokter putranya. Untung saja sang dokter bersedia mengangkat teleponnya. Ia pun langsung mengutarakan keinginannya tanpa membuang waktu. [“Tentu saja bisa, Nyonya. Tetapi mohon maaf sebelumnya, bukan