***
Celine tidak berusaha membuka percakapan diantara mereka. Belajar dari pengalaman semalam, ini merupakan kesempatan terakhir membuktikan diri pada Barra bahwa ia tidak seburuk yang disangkanya.
Setelah perjalanan hampir empat puluh menit akhirnya mereka sampai pada lokasi yang ingin diperlihatkannya pada Barra. Mereka memasuki kawasan pinggir kota. Beberapa rumah besar peternakan dengan halaman luas beberapa kali di lewatinya.
Celine berbelok dan menuju sebuah rumah peternakan luas bertuliskan “Hope Foundation- Rumah Singgah Remaja KDRT dan Calon Ibu Dibawah Umur”. Barra memperhatikan ada sebuah rumah yang cukup besar dengan beberapa paviliun yang mengitarinya. Lelaki itu mencoba meredam penasaran.
“Ayo, turun Barra.&rdq
***Setelah Celine mengantarnya pulang. Barra kembali bersiap menjenguk ibunya yang masih di rumah sakit. Celine sempat menawarkan diri untuk menemaninya menjenguk Lenna tapi ia menawarkan agar Celine menjenguk ibunya jika sudah sampai di rumah saja.Kondisi ibunya sudah stabil. Ayahnya sedang berdiskusi dengan tim dokter menyiapkan beberapa hal yang dibutuhkan untuk keberangkatan rencana berobat ke luar negeri.“Bagaimana kabar cucuku, Barra?”“Baik-baik, Maa. Kalian sempat video call kan siang tadi?”Lenna mengangguk.“Boleh Mama minta sesuatu, Barra?” Lenna menegakkan tubuh dan Barra membantu dengan mengumpulkan bantal di belakang pungg
***Celine bingung bagaimana menjelaskan perasaannya. Saat Barra akhirnya menyetujui niatnya untuk melaksanakan pernikahan kontrak mereka. Setidaknya ada dua pihak yang akan diuntungkan dari pernikahan kontrak mereka.Pertama, Lola akan menerima setengah warisan yang memang sudah diamanatkan Alaric untuk gadis kecil itu. Sedangkan, sisa setengah warisan untuk Celine akan diserahkan pada Hope Foundation dan beberapa lembaga nirlaba lain yang bergerak di bidang sosial.Celine bukan sok suci dengan keputusannya menyerahkan warisan yang diberikan untuknya. Hanya saja, ia sudah merasa cukup dengan keuntungan perusahaan keluarga Alaric dimana namanya masih tercatat sebagai komisaris dan memegang persentase saham yang cukup tinggi.Prinsip hidup yan
***Barra tidak lagi meragukan kemampuan Ella, pengacara dan sahabat kesayangan Celine. Celine kini resmi menyandang status sebagai Nyonya Hutama atau istri sahnya. Istri kedua. Istri yang tidak pernah diusahakan olehnya tapi kemudian mendadak hadir dalam hidupnya.Seminggu terakhir kehidupan pribadinya cukup menguras waktu. Ella hanya membutuhkan tiga hari untuk mengajukan berkas pernikahan untuk Barra dan Celine. Setelah proses pemotretan foto pernikahan yang sama-sama melelahkannya, Barra hanya bisa memasang senyum palsu terbaik yang dimilikinya.Barra hanya ingin semua tahapan formalitas ini segera selesai. Celine juga sudah resmi pindah ke rumahnya dan menempati kamar di sebelah kamarnya yang terhubung dengan connecting door
***[Kamp Musim Panas Ketiga, 12 tahun lalu, Barra dan Celine berakhir tanpa pernah dimulai.]Celine menunggu sepanjang tahun untuk menyambut kamp musim panas terakhirnya tahun ini. Ia sudah menerima surat penerimaan beasiswa kuliahnya dari Universitas di Paris. Darimana Celine harus memulai menceritakan kisahnya ya? Ia dan Barra Hutama. Bukan, bukan. Belum. Kisah mereka belum dimulai.Setidaknya ia harus berterima kasih pada Ayah tirinya yang memasukkannya dalam kegiatan Kamp Musim Panas sejak tahun pertama kelas 10. Pada awalnya, Celine memang tidak terlalu menyukai kegiatan alam seperti yang ditawarkan dalam agenda kamp. Ia bahkan kehilangan novel langka kesayangannya yang berjudul Martin Eden hampir terjatuh ke jurang jika Barra tidak menyelamatkan Celine (Bab 24) saat hari mulai gelap.
***Barra menghalau gapaian tangan Celine pada lengannya. Ia tidak memiliki banyak waktu untuk menanggapi drama atau pembelaan Celine terhadap masa lalunya. Wanita itu tidak perlu mengemis maaf atau penjelasan lebih banyak tentang masa lalu mereka.“Jangan sekarang, Celine. Aku harus mengantar kedua orang tuaku.”Celine mengiyakan perintah Barra. Ia dengan patuh mengekor di balik bayangannya.Barra memeluk ibu dan ayahnya. Saat Lenna Hutama melihat Celine yang sedang berdiri di ambang pintu, ibunya terlihat sangat bahagia.“Menantu kesayangan aku,” Lenna merentangkan kedua tangannya dan berharap agar suami dan anaknya memberi jalan agar ia dan Celine bisa berpelukan.
***“Mama, aku siap berangkat sekolah.” Lola sudah mengenakan ransel bercorak karakter Ariel si Putri Duyung. Wajah kecilnya terlihat sumringah. Gadis kecilnya memutari Celine yang masih minum jus paginya di meja makan.“Kita tunggu Ayah dulu ya. Lola kan belum pamit.”“Ayah lamaaaa,” gerutu Lola. Tidak disangka, Barra hadir di ruang makan masih mengenakan celana training dengan kaos tidurnya. Berkebalikan dengan raut wajah sang putri, Barra terlihat lesu.“Ayah tidak ke kantor?”Barra menggeleng. Ia menepuk kepala Lola pelan seraya mengambil air mineral di atas meja dan meminumnya.“Apa kau sakit, Barra?” Celine be
***“Barra.” Celine mendorong dada lelaki itu. Meski ia melakukannya dengan kekuatan penuh, Barra hanya beringsut sedikit.Sosok yang ditanya hanya diam. Barra menegakkan tubuh dan berdiri di ujung ranjang. Ia membungkuk seraya mengambil kaosnya di lantai kemudian mengenakannya.Celine terduduk tegang sambil menarik selimut. Menempelkan punggungnya pada sandaran ranjang. “Sedang apa kau disini?” Suara Celine terdengar sedikit panik tapi tidak histeris.Barra tidak menjawab pertanyaan Celine. Ia mengusap kasar wajah dan mengacak rambut hitamnya.Celine bergerak mendekati Barra. Kamisol setali berwarna broken white yang dikenakan memang membuat kulit Celine tampak lebih menarik. Bertumpu pada kedua lutut
***Setelah menjawab pertanyaan Barra dalam perjalanan pulang beberapa hari lalu, Celine berakhir pada lubang penyesalan. Bagaimana bisa ia berkata sejujur itu pada Barra? Bahwa ia, Celine Artha, memang menikmati apa yang telah dilakukan Barra di ranjangnya sendiri.Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Celine pun malas menarik perkataannya sendiri.Ann mengetuk pintu ruangan sambil membawa dua kotak berwarna hitam berbeda ukuran pada kedua tangannya. “Ibu Celine, ini ada kiriman kurir.”Celine mengernyit. “Siapa pengirimnya, Ann?”“Saya tidak tahu, Ibu. Ini kartu ucapan dari pengirimnya terlampir di kotak paling atas,” Ann sudah melet