Selamat Hari Musik Nasional~ Duh, tidak tahu apa jadinya dunia ini tanpa musik. Pasti sepi dan tidak ada sarana untuk mengekspresikan diri. Jenis musik apa yang teman-teman suka? Aku biasanya tergantung lirik. Kalau suka, mau pop, jaz, rok, klasik, bahkan dangdut, pasti aku nikmati. ♡ Nah, adakah yang tahu kapan Hari Sastra Nasional?
Kami menikmati kudapan sore di kafe hotel. Fasilitas gratis yang tidak akan kami lewatkan. Kami sepakat untuk tidak pergi ke mana pun pada hari pertama dan ketiga. Hanya pada hari Sabtu, kami pergi sejenak ke pasar untuk membeli oleh-oleh. Aku tidak melupakan janjiku kepada dua rekanku. Setelah mengisi cangkir dengan kopi dan meletakkan beberapa kue di atas piring, kami mencari meja yang dekat dengan jendela. Pemandangan laut yang indah bisa kami nikmati dengan leluasa. Pantai tidak ramai dengan pengunjung, karena masih sore. Aku yakin suasananya akan berbeda pada malam hari nanti. Walaupun aku dan Doddy berpacaran selama lima tahun, dia tidak pernah sempat mengajak aku ke hotel milik keluarganya ini. Jika bukan aku yang sedang ada pekerjaan, maka dia yang harus ikut ayahnya melakukan perjalanan bisnis. “Aku akan menambah kopi dan mengambil kue lagi. Kamu mau sesuatu?” tanya Galang. “Kopi dan kue juga. Terima kasih,” kataku sambil memotong kue dengan garpu dan memasukkannya ke mulu
Cukup lama menunggu, akhirnya makanan yang kami pesan itu pun diletakkan di hadapan kami. Piring demi piring mulai memenuhi meja, diikuti dengan gelas dan botol kaca yang terlihat indah mengingat harganya yang tidak murah. Pelayan itu mempersilakan kami untuk menikmatinya setelah semuanya mereka sajikan di depan kami. Tentu saja. Kami akan sangat bahagia menyantap seluruh makanan itu. Perutku yang semula penuh kini terasa kosong karena berada di tepi pantai selama beberapa menit, melawan dinginnya angin yang bertiup. “Selamat makan!” seru kami serentak. Aku mengambil lobster terlebih dahulu. Makanan termahal dari antara yang ada di depanku. Galang juga melakukan hal yang sama. Aku menggumam pelan merasakan lezatnya makanan itu di lidahku. Pantas saja orang rela membayar mahal untuk menyantap udang laut raksasa ini. Setelah lobster, udang besar, kepiting, cumi-cumi, ikan, sayur, dan buah-buahan ludes kami makan, kami duduk dengan santai meminum anggur putih. Satu botol minuman itu t
“Aw, aw, aw!” teriaknya kesakitan.“Aku sudah mengingatkan kamu berulang kali. Boleh cium pipi, dahi, rambut, tangan di depan umum, tetapi tidak boleh mengecup area lebih dari itu, kecuali keadaan memaksa. Keadaan yang memaksa artinya ada keluarga atau orang yang sangat dekat dengan kita yang menguji keseriusan kita,” kataku sambil menjaga jarak darinya.“Yang kamu lakukan di pantai dan restoran tadi pagi di luar kedua syarat itu. Aku bisa mengerti yang kamu lakukan semalam, karena aku yang memulainya. Tidak dengan yang tadi pagi. Kamu sengaja, ya, melupakan kesepakatan kita? Ha?” tanyaku dengan geram.“Telingaku bisa putus, Fay! Lepaskan!” Dia berusaha untuk meraih tubuhku, tetapi aku menjauh.Dia tadi lengah karena berlutut memperbaiki tali sepatunya, jadi aku bisa menjewer telinganya dari belakang. Walau tangannya panjang, dia tidak bisa menjangkau aku yang berdiri di belakangnya. Aku tidak bisa membiarkan dia terus melanggar perjanjian kami.“Mengapa kamu boleh memulai, sedangkan
~Galang~ Aku tidak habis pikir apa yang ada di dalam kepala wanita yang sudah menyakiti sahabatnya sendiri itu. Fay ketinggalan ponselnya di ruang ukur, mengapa harus dia lempar sampai hancur? Apa salah istriku kepadanya sehingga dia memperlakukannya sejahat itu? Benda itu bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga berisi banyak kenangan serta berkas penting yang ada urusannya dengan pekerjaan Fay. Mengapa dia tidak mengembalikannya baik-baik atau biarkan salah satu pelayan yang memberikannya kepada istriku? Aku sudah berusaha menghindari keributan dengan memanggil istriku agar pertengkaran itu tidak memanas. Bukannya mundur dan mengurus urusannya sendiri, dia malah memancing perkelahian lagi. Untung saja dia sudah meminta maaf, atau aku akan menyebarkan perbuatannya di internet. “Mengapa kamu malah kelihatan senang kehilangan ponselmu?” tanyaku tidak mengerti. “Benda itu sudah lama perlu diganti. Aku sudah memindahkan semua berkas penting, tetapi masih sayang untuk melepasnya. Syuk
Aku maju sampai Sonya mundur, lalu menutup pintu apartemen. Dia sengaja melakukan ini. Kapan dia kembali sampai bisa melihat kedua orang tuaku sedang berada di kafe? Benar-benar pengganggu. Kami belum selesai merapikan kamarku. Ayah dan Bunda bisa tahu kami tidur di kamar terpisah.“Bunda, kita kembali ke bawah, yuk. Aku akan menemani Ayah dan Bunda,” ajakku.“Sudah. Tidak apa-apa. Kami sudah memesan makanan, tetapi biar saja pelayan yang memakannya. Kami bantu membereskan apartemen kalian biar cepat selesai. Ayo.” Bunda memegang kenop pintu dan memutarnya. Tentu saja pintu itu tidak terbuka otomatis. “Oh, iya. Lupa. Kuncinya pakai kode.”“Iya. Sebentar, ya, Bunda.” Aku menoleh ke arah Sonya yang masih berdiri di dekat kami. “Apa lagi yang kamu mau. Pergi dari sini!”“Hus. Mengapa kamu bersikap kasar kepada orang yang sudah menolong kami?” tegur Bunda.“Lo? Bunda tidak mengenal wajahnya?” Aku balik bertanya. “Ini mantan teman Fay yang sudah—” Perempuan itu bergegas pergi sebelum aku s
~Fayola~ Aku tidak menyangka orang tuanya akan datang mendadak untuk menginap di apartemen kami. Apa yang terjadi? Rasanya mustahil mereka datang tanpa tujuan tersembunyi. Namun Galang tidak mungkin terlibat. Apalagi dia sama terkejutnya melihat Ayah dan Bunda ada di lobi. Apa yang kurang dari sikap kami sehingga mereka masih curiga? Merepotkan saja. Ekon mabuk cinta dengan istrinya pada awal pernikahan mereka adalah hal yang biasa. Mereka menikah karena baru jatuh cinta. Aku dan Galang berbeda. Kami sudah lama saling mengenal. Seharusnya wajar saja sikap kami berbeda dengan layaknya pasangan suami istri yang lain. Masa mau disamakan dengan harus bermesraan dan bercumbu di depan umum, sih? “Aku tidak habis pikir dengan ulah Sonya. Apa maksudnya mengantar Ayah dan Bunda ke apartemen kita? Mengapa dia tidak sekalian memberi tahu ke seluruh dunia bahwa kita hanya berpura-pura menikah?” ucapku kesal. Aku membaringkan tubuhku di sisi Galang. “Lupakan saja. Yang penting, masalah tadi su
Melihat antrian di belakangku masih panjang, aku mencoba menarik tanganku lagi dan dia kali ini melepaskannya. Wanita yang aneh. Apa dia tidak bisa melihat kami semua tidak menyukai dia? Bagaimana bisa orang yang tidak ikut seleksi menjadi manajer baru kami?Nidya dan Mala mengajak aku bersama mereka kembali ke ruangan kami. Belum waktunya untuk bicara, jadi kami tidak mengatakan apa pun. Aku mengerjakan tugasku dan memeriksa setiap desain yang masuk dari para bawahanku.Namun aku kesulitan untuk konsentrasi bekerja. Aku membuang kopi yang sudah tidak enak itu dan membuat yang baru di dapur. Aku memilih mug yang besar agar puas meminumnya. Lalu dari antara roti yang ada, aku mengambil rasa cokelat dan membawanya ke kantorku.“Aku tidak percaya dengan yang baru terjadi tadi,” kata Nidya. Dia meletakkan baki berisi piring dan gelas di atas meja. “Kita yang susah payah mempersiapkan diri selama berhari-hari, tidak menikmati pergantian tahun sepenuhnya dengan keluarga, eh, orang yang tida
“Sebaiknya kita jangan ikut campur.” Nidya menarik tanganku agar mengikuti dia masuk ke ruang divisi kami. “Aku masih membutuhkan pekerjaanku.” Memahami maksudnya, aku menuruti dia. Kami memasuki ruang kerja masing-masing. Seperti biasa, aku berdandan sebelum jam kerja dimulai. Pesan demi pesan muncul di kotak masuk, aku pun mulai membaginya dengan rekan-rekan satu timku, pekerjaan kami untuk hari ini. Balasan dari mereka sangat mengejutkan aku. Salah satu dari mereka menuduh aku sembarangan atas sikap hati-hatiku. Yang lain menyebut aku tidak setia kawan dan meninggalkan rekan-rekannya yang sedang berjuang demi kami. Apa maksud mereka semua? Untuk meredakan keributan itu, aku memerintahkan mereka untuk berkumpul segera di ruang kerjaku. Mereka menurut dengan satu per satu masuk ke kantorku. Aku tahu siapa saja yang berada di luar, jadi aku menunggu sampai mereka yang duduk di biliknya bergabung. “Teman-teman,” kataku memulai, “aku tahu kalian kecewa dengan keputusan atasan kita. T