“Anak kan cocoknya sama ibunya kan?” “Oh, kirain apa ...” Shara melempar senyum ke arah Slavia yang berdiri mematung. “Aku tidur dulu ya, Vi. Kamu sebaiknya juga istirahat karena Nico pasti bangun tengah malam.” “Iya Kak,” angguk Slavia ke arah punggung Shara yang menjauh. “Itu mereka lebih cocok, kita yang bukan siapa-siapa sebaiknya tahu diri sedikit.” Suara Bik Tata mengusik ketenangan Slavia. “Maaf, maksud Bibik apa ya?” “Tidak maksud apa-apa kok, Mbak.” Bik Tata tersenyum aneh. “Menurut bibik, Nico cocoknya sama Bu Shara. Iya kan?” Slavia tidak menjawab, dia tidak tahu apakah wanita paruh baya di hadapannya ini sudah memahami siapa status sebenarnya Shara terhadap Nico. “Mas, Bik Tata itu ... sudah berapa lama kerja di rumah kamu?” tanya Slavia penasaran ketika Rio tiba di rumah lebih awal. “Sejak Shara kerepotan mengasuh Nico, kebetulan bibik yang lama sudah tidak bekerja di sini lagi.” Rio menjelaskan. “Jadi aku cari asisten rumah tangga yang baru, dan ketemu Bik Tata in
Shara menarik napas. “Aku nggak yakin apa di masa depan nanti kamu masih bisa adil atau nggak, Mas. Via memiliki segalanya sebagai seorang istri, dia bisa hamil dan punya anak. Sedangkan aku?”Rio menatap Shara lekat.“Itu tidak akan bikin aku berlaku timpang,” katanya sungguh-sungguh. “Buktinya Via juga tidak menghalangi aku untuk tidur di kamar ini kan? Dia juga tidak menggunakan Nico untuk menahanku di sampingnya, malah dia bilang sesekali Nico boleh tidur sama kita berdua seperti ini ....”“Oh ya? Serius Via bilang begitu, Mas?”Rio memangguk.“Kalau begitu aku mau kita bertiga tidur di sini, Mas!” “Oke, besok aku akan bicara sama Via ....”“Aku maunya sekarang, malam ini. Bisa kan, Mas? Sejak Via datang ke rumah kamu, kita bertiga belum pernah tidur sama-sama kayak dulu ... Aku kangen masa-masa itu, Mas.”Shara memasang wajah sangat memelas hingga membuat Rio merasa tidak tega, dia pun bergegas pergi ke kamar tamu.“Vi, aku boleh bawa Nico ke kamar Shara?” Slavia yang
Slavia mengangguk. “Ya sudah, nggak apa-apa. Asalkan Kak Shara nggak menghalangi aku untuk pegang Nico juga sebentar.” “Aku akan bicara sama Shara juga untuk tidak menghalangi kamu, terima kasih ya!” Rio memeluk Slavia erat. “Aku menyayangi kalian berdua.” Slavia mengangguk dalam dekapan Rio, setelah itu memintanya untuk kembali kepada Shara. Waktu terus berlalu dan Slavia menjalani statusnya sebagai istri kedua dengan perasaan biasa saja. Dia tidak merasa cemburu ataupun resah dengan fakta bahwa dirinya memiliki suami yang juga berstatus sebagai suami wanita lain. Bagi Slavia, yang penting dirinya bisa hidup bersama Nico dan melihat langsung tumbuh kembangnya yang mengagumkan. Namun, situasi tenang itu sedikit terusik ketika Shara sedikit-sedikit mempertontonkan kebersamaannya dengan Rio serta Nico di hadapannya. Slavia tentu tidak mudah terprovokasi pada awalnya, karena dia pikir adalah hal yang wajar ketika Shara menikmati momen kebersamaan dengan suami dan anak bayi di antara
Rio termenung. Dia juga memiliki harapan yang sama dengan yang dimiliki Slavia, tapi kunci utamanya tetap pada Shara sendiri. Mudah-mudahan saja emosi Shara tidak berubah-ubah dan terus stabil, pikir Rio dalam hati. Sebagai seorang suami yang memiliki dua orang istri, tentu dia berharap jika istri-istrinya bisa hidup rukun dalam satu atap. Beberapa waktu kemudian, Rio mengurus persiapan pernikahannya dengan Slavia supaya lebih tenang dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. “Kak, gimana sama Kak Shara?” tanya Slavia takut-takut. “Apanya?” “Apa dia ... setuju kita nikah ulang?’ “Itu urusan aku, kamu tidak perlu memikirkannya apa-apa.” Karena Rico sudah berucap demikian, maka Slavia tidak mengajukan pertanyaan apa pun lagi. Sebab dia yakin jika Rio tidak mungkin mengambil sembarang keputusan tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Shara. “Surat izin poligami?” Ibu Shara terbelalak ketika Shara meneleponnya. “Apa-apaan sih Rio itu! Dia mengambil keputusan tanpa memik
“Selamat atas pernikahannya, Vi. Nanti malam biarkan Nico tidur di kamarku, ya?”“Boleh, Kak.” Slavia mengangguk, dia lega karena Shara sudah mulai berubah.Tamu yang masih tertinggal tiba-tiba riuh, seakan sedang mengomentari sesuatu yang tidak pantas.“Kita turun, Vi?” ajak Rio sambil mengulurkan tangannya.“Oh, jadi mereka yang sudah menikung dari belakang?”“Yang itu pelakornya?”“Amit-amit, nggak nyangka ya ....”“Bukankah mereka kakak beradik?”“Iya, tega sekali sama kakak sendiri.”Slavia sontak melirik Rio dengan alis berkerut.“Mas, mereka kayak ngatain kita deh.”Rio menajamkan telinganya.“Masa sih?”Slavia mengangguk.“Kalian kok masih di sini?” tanya Shara yang muncul sambil menggendong Nico yang mengenakan topi bentuk hewan di kepalanya. “Istirahat sana, biar aku yang urus tamu.”Slavia mengangguk dengan penuh rasa terima kasih.“Itu pasti istri pertamanya!”“Lho, memang iya. Namanya Shara ....”“Luar biasa, dia memiliki sabar yang sangat luas.”Langka
Ketika duduk menunggu itulah, ponsel Rio tiba-tiba berbunyi singkat. Shara lantas mendekat dan memeriksanya dengan saksama. “Link berita apa ini?” gumam Shara sembari membuka kunci layar Rio hanya dengan sekali ucap karena suaminya tidak pernah menerapkan sandi pada layar ponsel. Setelah mengirimkan link itu ke ponselnya sendiri, Shara segera menghapus pesan yang dikirimkan Slavia untuk Rio. “Kamu tidak mandi, Ra?” Shara menoleh ketika Rio muncul dengan wajah yang jauh lebih segar. “Sebentar lagi, Mas. Kamu mau sarapan sekarang?” “Nanti saja, aku mau lihat Nico di kamarnya Via.” Shara mengangguk paham dan membiarkan Rio berlalu pergi meninggalkannya. “Ini berita yang dibaca Via,” gumam Shara. “Kira-kira gimana ya perasaannya?” Pandangan Shara tertuju ke arah layar ponselnya yang menampilkan situs berita online: Adik Tidak Tahu Diri yang Menjadi Istri Kedua Kakak Iparnya Shara menatap judul itu berkali-kali, dia tidak perlu membaca seluruh isinya karena sudah bisa menebak dar
Lagi-lagi sapaan pelakor dilayangkan kepada Slavia yang baru saja meletakkan satu setel piyama bayi di meja kasir.Karena merasa dirinya bukan pelakor, maka Slavia tidak mempedulikan ucapan mereka yang begitu menyakitkan hati.“Beli apa, Vi?” tegur Shara yang muncul dari arah belakang dengan Nico berada di gendongannya.“Piyama, Kak. Sini gantian aku yang gendong Nico, kamu mau belanja kan Kak?”Shara mengangguk dan menyerahkan Nico kepada ibu kandungnya.“Bu, hati-hati nanti anaknya yang gantian diambil!”Slavia dan Shara saling pandang. Saking kerasnya ucapan itu, beberapa orang jadi menoleh ke arah mereka.“Oh, anak ini aman kok sama saya!” ucap Shara buru-buru sambil menunjuk Nico yang kini berada di tangan Slavia.“Belajar dari pengalaman saja, Bu.”“Iya, jangan sampai terulang lagi. Amit-amit saja sih ....”Telinga Slavia mulai memanas, tapi dia juga tidak punya kuasa untuk mengatakan apa pun karena mereka sedang berada di tempat umum.“Sudah, ayo kita belanja lagi. P
Slavia mencoba untuk berpikir positif, meski perasaannya gelisah tidak keruan. “Halo Vi, apa berita itu benar?” tanya Raras ketika dia menghubungi Slavia melalui sambungan telepon. “Berita apa, Ras?”“Berita kalau kamu ... jadi istri kedua, itu betul?” tanya Raras terbata. “Aku Cuma mau memastikan saja, semoga sih nggak betul ....”“Aku memang sudah menikah, Ras. Aku pernah cerita kan sebelumnya?”“Ta—tapi kamu nggak pernah bilang kalau kamu jadi istri kedua, Vi!”Slavia menggigit bibirnya, dia bingung bagaimana harus menjelaskan hal ini kepada Raras. Malah kalau dipikir-pikir lagi, Slavia tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya kepada siapa pun.“Gimana ya, Ras ... Aku Cuma bisa bilang kalau pernikahan kedua ini atas izin istri pertama, jadi ....”“Tapi istri pertama suami kamu adalah kakak kamu sendiri, jujur aku nggak paham sama hal itu.”Slavia semakin dibuat tidak nyaman, karena status istri kedua selalu tampak salah di mata sebagian orang.