Ketika duduk menunggu itulah, ponsel Rio tiba-tiba berbunyi singkat. Shara lantas mendekat dan memeriksanya dengan saksama. “Link berita apa ini?” gumam Shara sembari membuka kunci layar Rio hanya dengan sekali ucap karena suaminya tidak pernah menerapkan sandi pada layar ponsel. Setelah mengirimkan link itu ke ponselnya sendiri, Shara segera menghapus pesan yang dikirimkan Slavia untuk Rio. “Kamu tidak mandi, Ra?” Shara menoleh ketika Rio muncul dengan wajah yang jauh lebih segar. “Sebentar lagi, Mas. Kamu mau sarapan sekarang?” “Nanti saja, aku mau lihat Nico di kamarnya Via.” Shara mengangguk paham dan membiarkan Rio berlalu pergi meninggalkannya. “Ini berita yang dibaca Via,” gumam Shara. “Kira-kira gimana ya perasaannya?” Pandangan Shara tertuju ke arah layar ponselnya yang menampilkan situs berita online: Adik Tidak Tahu Diri yang Menjadi Istri Kedua Kakak Iparnya Shara menatap judul itu berkali-kali, dia tidak perlu membaca seluruh isinya karena sudah bisa menebak dar
Lagi-lagi sapaan pelakor dilayangkan kepada Slavia yang baru saja meletakkan satu setel piyama bayi di meja kasir.Karena merasa dirinya bukan pelakor, maka Slavia tidak mempedulikan ucapan mereka yang begitu menyakitkan hati.“Beli apa, Vi?” tegur Shara yang muncul dari arah belakang dengan Nico berada di gendongannya.“Piyama, Kak. Sini gantian aku yang gendong Nico, kamu mau belanja kan Kak?”Shara mengangguk dan menyerahkan Nico kepada ibu kandungnya.“Bu, hati-hati nanti anaknya yang gantian diambil!”Slavia dan Shara saling pandang. Saking kerasnya ucapan itu, beberapa orang jadi menoleh ke arah mereka.“Oh, anak ini aman kok sama saya!” ucap Shara buru-buru sambil menunjuk Nico yang kini berada di tangan Slavia.“Belajar dari pengalaman saja, Bu.”“Iya, jangan sampai terulang lagi. Amit-amit saja sih ....”Telinga Slavia mulai memanas, tapi dia juga tidak punya kuasa untuk mengatakan apa pun karena mereka sedang berada di tempat umum.“Sudah, ayo kita belanja lagi. P
Slavia mencoba untuk berpikir positif, meski perasaannya gelisah tidak keruan. “Halo Vi, apa berita itu benar?” tanya Raras ketika dia menghubungi Slavia melalui sambungan telepon. “Berita apa, Ras?”“Berita kalau kamu ... jadi istri kedua, itu betul?” tanya Raras terbata. “Aku Cuma mau memastikan saja, semoga sih nggak betul ....”“Aku memang sudah menikah, Ras. Aku pernah cerita kan sebelumnya?”“Ta—tapi kamu nggak pernah bilang kalau kamu jadi istri kedua, Vi!”Slavia menggigit bibirnya, dia bingung bagaimana harus menjelaskan hal ini kepada Raras. Malah kalau dipikir-pikir lagi, Slavia tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya kepada siapa pun.“Gimana ya, Ras ... Aku Cuma bisa bilang kalau pernikahan kedua ini atas izin istri pertama, jadi ....”“Tapi istri pertama suami kamu adalah kakak kamu sendiri, jujur aku nggak paham sama hal itu.”Slavia semakin dibuat tidak nyaman, karena status istri kedua selalu tampak salah di mata sebagian orang.
“Tapi tidak ada yang neror kamu kan?” “Nggak ada, tapi ....” Slavia menggantung ucapannya.“Tapi apa?”“Orang-orang jadi hujat aku, Mas.”Rio terpaku mendengar penuturan istri keduanya.“Mereka memang nggak kenal aku secara personal, tapi tetap saja mereka menghujat aku yang dibahas dalam artikel berita yang viral akhir-akhir ini.” Slavia melanjutkan. “Aku harus gimana, Mas?”Rio menggenggam tangan Slavia untuk menyalurkan ketenangan.“Bagaimana kalau kamu tutup media sosial kamu, jangan dulu aktif atau cek apa pun lagi ... Aku bukannya egois satu tidak mau mencarikan jalan keluar, tapi memang inilah situasi yang harus kita jalani. Pernikahan segitiga seperti ini sering sekali dipandang negatif oleh sebagian besar orang, aku atau kamu tidak bisa mengontrol pendapat mereka.”Slavia menarik napas. Rio mana mengerti tentang perasaannya karena bukan dia yang dihujat, bukan pula Shara.Melainkan dirinya yang berstatus sebagai istri kedua dan dianggap perebut suami orang.“Aku su
“Maaf, aku belum bisa cerita apa-apa. Intinya, aku nggak kayak yang mereka bilang di pemberitaan itu. Kamu percaya kan?” “Iya, Vi. Setidaknya kamu harus cerita kenapa bisa kamu mau jadi istri kedua, sedangkan status itu adalah status yang selalu dianggap negatif sama masyarakat?” Slavia menarik napas, pikirannya menerawang ke segala arah. Dia enggan mengumbar masalah rumah tangganya, tapi kelihatan sekali jika ada orang yang sengaja mengobral lika-liku pernikahannya yang dipelintir sedemikian rupa sehingga menjadi viral seperti ini. “Aku akan ceritakan intinya saja, suatu saat nanti mungkin ....” “Ayolah Vi, biar orang-orang nggak memandang negatif terus tentang kamu.” “Aku paham, Ras. Masalahnya nggak segampang itu, ada banyak nama yang harus aku jaga privasi mereka.” “Oke deh, Vi. Kapan pun kamu mau cerita, aku selalu siap mendengarkan.” “Terima kasih ya, Ras. Aku titip toko kita selama aku belum bisa ke sana ....” “Santai, kamu bisa mempercayai aku.” Slavia tersenyum lega,
Shara mau tak mau tersenyum, dia tidak menolak lagi ketika Rio mulai menanggalkan pembatas yang terbentang di antara mereka untuk segera bersatu padu menuju satu tujuan. Selagi mereka dikuasai gelora, Shara tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia ukir beberapa tanda cinta yang teramat indah di dada dan leher Rio supaya momen percintaan mereka tidak serta merta hilang begitu saja dalam waktu singkat. Keesokan paginya, Slavia beraktivitas seperti biasa. Dia memandikan Nico, memakaikannya baju dengan setelan pilot, kemudian turun ke dapur untuk sarapan. “Pagi, Bik! Kak Shara belum turun?” sapa Slavia basa-basi. “Belum, Mbak. Pak Rio juga belum kelihatan dari tadi,” sahut Bik Tata tanpa menoleh ke arah Slavia. “Masakannya sudah matang dari tadi, mungkin mau makan duluan.” “Terima kasih, Bik.” Slavia tetap berusaha bersikap ramah kepada asisten rumah tangga yang dipekerjakan Rio. “Nico biar saya yang gendong,” usul Bik Tata setelah dia selesai mencuci panci, dia mengulurkan tang
Sejak sebelum atau bahkan sesudah Slavia hadir di tengah-tengah mereka. Maafkan aku, Vi. Rio berbisik dalam hati. “Ibu mantap sekali,” puji Bik Tata yang masih menggendong Nico. “Apanya yang mantap, Bik?” “Duh, Ibu jangan pura-pura ... Di sini kan sudah nggak ada siapa-siapa selain bibik.” Shara mengernyit. “Saya nggak tahu bibik ngomong apa, mantap gimana maksudnya?” Bik Tata nyengir lagi, setelah itu dia berbisik di dekat Shara. “Ibu sama bapak mantap, kejar setoran ya? Sampai merah-merah begitu ....” “Eh, masa sih?” Shara menutup mulutnya dengan telapak tangan. “Bibik jangan bercanda, aduh—saya jadi nggak enak sama Via kan?” “Kok nggak enak, Ibu sama bapak kan suami istri!” “Aduh, bibik nggak akan ngerti ... Serius tadi ada bekasnya, Bik? Jangan-jangan Bibik cuma mau goda saya ....” “Sumpah, Bu! Saya lihat sendiri kok, jadi seharusnya Mbak Via juga lihat.” Shara sontak lemas mendengar pengakuan Bik Tata. “Kasian Via ....” “Kok kasihan sih, suami istri kan wajar kalau s
Slavia diam sejenak. Kata-kata bijak Shara belum mampu membuat tenang sejak dia tahu bahwa selama ini dirinya dihujat oleh sebagian orang yang membenci pernikahan segitiga ini. “Apa aku ... mundur saja ya, Kak?” “Hah, maksud kamu?” Slavia menarik napas panjang, terlihat sedang tertekan. “Kenapa tiba-tiba kamu berpikir begitu, Vi? Apa selama ini Mas Rio kurang adil sama kamu?” Slavia tidak menjawab. “Kamu nggak perlu khawatir, nanti aku akan bicara sama Mas Rio supaya membagi segalanya dengan lebih adil ....” “Nggak usah, Kak.” Slavia menggeleng. “Kalau tiba saatnya nanti ... mungkin aku akan mundur kalau sudah nggak sanggup lagi.” Shara tertegun, dia membelai puncak kepala Slavia sembari menghela napas. “Apa maksudnya sudah tidak sanggup lagi?” Suara di belakang mereka membuat keduanya menoleh. “Mas ... kamu sudah pulang?” tanya Shara buru-buru. Slavia mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa saja, dia mengalihkan perhatiannya kepada Nico yang berbaring di atas karpet. “Ap