"Istri pajangan?"Abian termenung meratapi ucapan Diana. Seonggok rasa malu mengantarkan gerakan cepat pada tangan Abian supaya segera menarik diri dari dada milik gadis itu.Diana pun sedikit mengernyit. Ia menimbang ucapannya kembali. Tapi memang tidak ada yang salah dengan ucapan Diana barusan. Sejak awal gadis itu tidak ada dalam prioritas Abian. Dia cuma orang asing yang muncul begitu saja di hidup Abian dan mengacaukan segalanya.Ah, mengingat semua itu Diana jadi miris sendiri. Ia masih ingat saat pertama kali mereka bertemu dan Abian mengecapnya sebagai wanita pembawa sial.Sial!Ialah kata keramat yang menurut Diana paling menyakitkan untuk didengar. Sepanjang hidup Diana, ia tidak pernah berharap dirinya dilahirkan sebagai manusia pembawa sial. Tapi sekarang bukan saatnya untuk Diana bersikap tidak tahu diri. Diana ingat benar perkataan Kakek Bram bahwa apa pun keadaannya dia tidak bisa bercerai dengan Abian.Dia hanya memiliki dua opsi, mencoba membuat Abian menyukainya,
"Jawab Di! Aku lagi nanya ini loh!"Abian sengaja meremas keras-keras bagian itu. Membuat Diana yang tadinya sedang menikmati jadi tersentak dengan kelakukannya."Maaf! Abis aku gemes sama kamu! Kenapa gak mau jawab si?" Abian pura-pura marah. Tapi Diana benar-benar malu menjawab pertanyaan nyeleneh pria itu. Seperti tidak ada pertanyaan lain saja, pikirnya.Kenapa tidak langsung sat set saja si? Kenapa harus nanya hal-hal yang berbau sensitif model begitu?"Mas, lampunya bisa dimatikan dulu?" izin Diana. Ia merasa tak nyaman saat melihat Abian memandang tubuhnya dalam keadaan terang benderang begini. Juga sekaligus mengalihkan pertanyaan Abian yang aneh itu."Jawab pertanyaan aku dulu Di!" Abian menekankan nada bicara karena sejak tadi diabaikan. Terpaksa tangannya harus ditarik dari benda kesayangan itu karena harus mencari remot lampu di atas nakas. Abian lantas mematikan semua lampu dan menyisakan lampu tidur bercahaya pendar.Karena suasana sudah mendukung. Abian melucuti pakaian
Pagi menyapa, kini Diana dapat melihat sosok Abian baru yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Semalam akhirnya mereka bisa tidur dengan nyaman setelah saling memuaskan.Abian benar-benar teguh dengan janjinya. Ia tidak berani melakukan perbuatan lebih dan memastikan Diana dalam keadaan aman dan tentunya masih perawan."Di kamu sudah bangun?" Abian membuka matanya perlahan saat melihat Diana sedang tersenyum ke arahnya. Sepasang pengantin baru itu jadi saling pandang dalam suasana yang sulit diartikan."Aku sudah bangun dari 1 jam lalu. Tapi pengin liat mas Abian dulu. Jadi belum mandi.""Mandi bareng sama aku mau," tawar Abian. Gelengan kepala langsung melayang sebagai jawaban. Abian hanya dapat mendengkus kecewa. Sudah ia tebak jawaban Diana pasti akan seperti itu."Kenapa nggak mau terus, Diana?""Aku malu Mas!" aku gadis itu."Kan aku udah liat semuanya. Bahkan sekarang kita masih dalam keadaan nggak pakai baju," ujar Abian.Semalam Abian merengek dan meminta Diana tidur dalam kead
Pagi ini Kakek Bram mendapati suasana yang berbeda dari biasanya dari sepasang pengantin yang baru menuruni tangga.Saat mereka duduk di meja makan, aura wajah keduanya sama-sama cerah. Bram menebak sebuah perkembangan baik mungkin telah terjadi di antara mereka berdua."Pagi Kek," sapa Abian dan Diana secara bersamaan."Tumben kompak!" Keduanya hanya menunduk malu tanpa menjawab. Diana mengambil nasi goreng ke piringnya, sementara Abian lebih suka sarapan roti tawar dan segelas susu hangat."Jadi gimana keputusannya? Apa Diana jadi tinggal di sini?" tanya Bram. Sengaja ingin melihat reaksi cucunya seperti apa."Diana tetap akan tinggal bersamaku di apartemen yang diberikan Kakek!" Itu adalah jawaban valid no debat yang sudah menjadi keputusan Abian."Kenapa harus kembali Diana? Nanti kalau kamu diterlantarkan suamimu lagi seperti kemarin bagaimana?" pancing Kakek Bram sengaja mengarahkan tatapan pada Diana seakan mengabaikan perkataan cucunya.Sontak Abian mendelik kesal. Kakeknya in
"Biannnnnnn!" Miranda benar-benar teriak saat masuk ke dalam. Abian sendiri sampai menjingkit, tapi beberapa saat kemudian pria itu tersenyum hangat seolah tidak mendengar percakapan Miranda dan Diana di depan tadi."Pembantu kamu itu bener-bener keterlaluan Bian! Dia berani ngelawan aku!""Memangnya kamu ngomong apa sampai Diana berani ngelawan?" pancing Abian. Sengaja ingin mendengar kejujuran pacarnya sendiri.Miranda lantas duduk di samping Abian sambil bergelayut. "Aku cuma nyuruh Diana jangan deket-deket sama kamu lagi. Memangnya aku salah ngomong gitu?""Engga salah Mir. Tapi sayangnya engga bisa. Gara-gara kamu ngusir Diana, gadis itu jadi pulang ke rumah Kakekku. Sekarang Kakek malah makin ketat, katanya Diana harus sering-sering ikut pergi sama aku.""Oh My God!" Miranda mendelik tak percaya. Hatinya begitu panas dan terbakar saat ini.Sementara Abian langsung mendorong Miranda agar jangan dekat-dekat darinya. Dia takut Diana keluar kamar dan melihat pemandangan ini. Bisa ga
Welcome to Bali.Sebuah vila dengan pemandangan pantai pasir putih yang luas menjadi santapan mata mereka begitu tiba di sana. Doni tampak berteriak puas, diikuti Raka yang tengah membuka beberapa minuman kaleng, dan Abian yang kerepotan karena terus ditempeli oleh Miranda dari sejak mereka berangkat tadi.Wanita itu terlihat ingin seklai memamerkan kemesraannya pada Diana semua orang, tapi sayangnya Diana terkesan tidak peduli karena ia asik mengobrol dengan Doni dan Raka.Satu-satunya manusia yang tidak bahagia dengan liburan kali ini hanyalah Abian seorang. Dia tidak bisa menikmati segalanya karena Miranda begitu posesif.Bahkan saat duduk di samping Diana karena tidak sengaja saja, Miranda langsung memasang muka jutek sambil mendorong tubuh Abian. Dia langsung duduk di tengah seakan memberi garis pada Diana agar jangan mendekati pacarnya.Diana pun berusaha masa bodo meski tak dipungkiri ada setitik rasa tidak nyaman dalam hati. Dia sadar kalau Abian memang milik gadis itu. Bagai
"Maaf Mas? Apa ada yang salah?" Diana memandang Raka takut-takut. Ekspresi Raka terlihat berubah sekali saat Diana mengucapkan kata itu."Nggak ada yang salah. Cuma aku kaget aja sama jawaban kamu! Aku rasa hubungan kita udah sejauh ini, masa cuma dianggap sahabat doang?" Raka menatap Diana dengan perasaan sedih. Jelas lubuk hatinya merasakan kekecewaan yang cukup dalam."Maaf Mas! Menurut aku hubungan kita memang tidak bisa lebih dari sekadar teman. Mas Raka tahu sendiri kalau statusku sekarang adalah suami orang?""Jangan jadikan hal itu sebagai alasan. Bukannya waktu itu aku sudah bilang mau sabar menunggu urusanmu dan suamimu selesai? Aku tidak menuntut lebih Diana. Aku hanya mau kamu bersikap wajar seperti biasa. Setidaknya jangan berubah karena aku tidak suka itu.""Tapi Mas Raka tetep nggak bisa menunggu sesuatu yang nggak pasti. Mas Raka akan kehilangan waktu berharganya Mas Raka kalau menungguku. Belum tentu aku cerai?""Memangnya kamu mau mempertahankan hubungan yang tidak je
"Memangnya kamu nggak mau sama aku?" Pertanyaan penuh serangan jahat yang dilayangkan Abian dengan nada manja itu membuat Diana tertegun.Lelaki itu lantas membuka risleting celana. Tangan nakal Abian menuntun tangan Diana untuk menyentuh benda tegang miliknya lebih dalam lagi.Saat jari-jemari Diana menyentuh benda itu dengan lembut, Abian mendesah. Kepalanya mendongak dengan mata setengah terpejam."Mass ...."Diana masih berusaha menahan untuk tidak terpancing dengan permintaan Abian."Aku takut!"Sejenak Abian kembali menatap gadis itu. "Apa yang kamu takutin? Miranda? Aku kan udah bilang kalau Miranda nggak ada.""Tapi Mas Raka bisa aja ngasih tahu ke Mbak Miranda kalau Mas Abian masuk ke kamarku, kan? Sumpah aku nggak mau kejadian waktu itu terulang kembali. Kalau sekarang aku sampai diusir lagi, aku harus gimana? Aku aja baru pertama kali ini pergi keluar pulau," aku Diana setengah panik.Hal itu membuat Abian tersenyum tipis. "Tenang aja. Nggak akan ada yang berani ngusir kamu