Badai mengalami kecelakaan yang menyebabkan kakinya lumpuh, sepuluh hari sebelum pernikahan. Di saat ia butuh dukungan, Stevia, sang calon istri, justru membatalkan rencana pernikahan mereka. Padahal undangan telah sebagian disebar. Sang ibu yang merasa dihina tak terima, meminta Badai untuk mencari pengantin pengganti. Saat itulah Alena muncul. “Siapa nama kamu tadi?” “Alena, Tante,” “Tante langsung saja. Apa kamu mau menikah dengan Badai?” “Saya bersedia, tapi..bolehkah saya mengajukan permintaan?” Kehidupan pelik yang dialami Alena, memaksanya untuk mengajukan diri menjadi pengantin Badai. Pernikahan atas dasar simbiosis mutualisme, akankah menumbuhkan cinta di hati keduanya? Meski Badai selalu bersikap dingin pada Alena.
View MoreTiada angin tiada hujan. Tiba-tiba bertanya nama pada orang asing di pertemuan pertama, sungguh terdengar kurang sopan. Mama Sarah menyadari itu.“Maaf. Kalau pertanyaan ibu kurang sopan.”Wanita itu merasa tidak enak.Berbeda dengan Bayu yang merasa tidak menyangka tiba-tiba ditanya seperti itu. Ia merasa bingung.“Tidak apa-apa,” ujarnya dengan raut dingin seperti biasanya.Mama Sarah membuang pandangan. Seperti tak ingin pemuda di depannya itu melihat rona di wajahnya.“Ibu hanya teringat pada putra ibu. Dia seusia denganmu.”Kaca-kaca samar menggenang di pelupuk mata Mama Sarah. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Ia sedikit mendongakkan kepala, agar kristal bening itu tak jatuh ke wajahnya. Buru-buru ia merogoh kantong plastik putih.“Ini. Ambillah!” Ia menyodorkan sekotak susu ukuran sedang.Bayu tergeming menatap sekotak susu di tangan wanita itu. Lalu beralih menatap wajah Mama Sarah seolah bertanya, ‘Kenapa?’.“Anak ibu suka susu cokelat,” ujarnya. Bibirnya memaksa senyum meski w
Bayu bergegas pulang setelah mendapat telepon dari Arya, salah satu remaja yang tinggal di panti asuhan tempatnya dulu. Ibu panti terjatuh karena darah tingginya tiba-tiba kambuh. Bayu bergegas menyusul ke rumah sakit. Arya bilang mereka sudah membawa ibu panti agar segera mendapat penanganan.Bayu menekan tombol interkom dan meminta Reka segera ke ruangannya.“Apa schedule ku setelah ini?” tanya Bayu langsung ketika Reka baru saja menghadapnya.Reka lekas memeriksa tabletnya. “Bapak ada agenda makan malam bersama Presdir Indo Sarana Corporation. Apa ada masalah?” Reka balik tanya demi melihat raut wajah sang bos. Bau-baunya, nih, si Bos bakalan minta batalkan.“Batalkan!” ujar Bayu tegas.Tuh, bener kan. Reka mencoba melapangkan dadanya. Resiko jadi asisten ya begitu.Bayu lekas bangkit dari kursi kebesarannya. Laki-laki itu meraih jas yang ia gantungkan di standing hanger. Lalu memakainya sembari melangkah ke arah Reka dan menadahkan tangan.Reka yang paham, lekas merogoh saku dan me
“Ma-Mama?” panggil Stevia tak percaya melihat wanita paruh baya diam bergeming di hadapannya. Yang juga menatapnya tak percaya.Mama Sarah. Wanita yang tetap terlihat cantik meski sudah berumur itu adalah wanita yang memberinya kasih sayang layaknya seorang ibu. Ia merasa memiliki seorang ibu lewat wanita itu.Ujung bibir Stevia tertarik samar melihat wanita di hadapannya. Ia bergerak maju hendak memeluk wanita itu.Namun, kalimat yang terlontar dari bibir wanita itu berhasil menahan gerakannya.“Kamu? Siapa yang kamu panggil, Mama? Saya bukan Mama kamu!” ujar wanita itu ketus.Stevia terkesiap. Kejut itu berhasil membuat hatinya tercubit. Memantik rasa nyeri hingga bola matanya berdenyar.Penolakan. Ah, ia sadar dengan reaksi penolakan wanita itu. Kenapa ia bisa lupa penyebab sikap dingin wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya. Wanita yang pernah akan menjadi ibu mertuanya.Mendadak Stevia merasakan sesal telah membatalkan pernikahan dengan Badai.“Ma, ehm, maksud Via, Tan–Tante.”
“Huwek!”Stevia membekap mulutnya sembari lompat dari tempat tidur. Buru-buru berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan cairan bening ke dalam closet.Pagi-pagi buta ia harus terbangun karena perutnya terasa tidak nyaman sama sekali. Kehamilan ini benar-benar menyiksanya. Kepala terasa pusing dan tubuhnya lemas. Hampir tidak ada makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.Setelah beberapa saat, Stevia membasuh wajah juga mulutnya. Ia tatap pantulan diri di cermin. Wajahya terlihat sedikit pucat.Pelan ia berjalan keluar kamar mandi. Kembali menuju ranjang. Ia ingin rebah lagi. Setidaknya untuk mengurangi rasa mual. Harapnya sih begitu. Benar-benar tidak semangat untuk mengerjakan apapun.“Kamu ini bikin susah aja. Masih dalam perut aja bikin susah, gimana nanti pas lahir,” gerutu Stevia memukul perutnya kesal.Tiba-tiba ia sangat ingin makan cumi asam manis. Entah kenapa, membayangkannya saja membuat air liurnya seperti mengucur.Dengan langkah malas, ia pun turun dari pembaringan. Menuju
Selesai sarapan, Alena membereskan bekas peralatan makan serta menyimpan makanan yang tak habis. Hanya meringkasi saja. Mencucinya akan dikerjakan ART mertuanya.Alena kembali ke kamar mengambil tas serta ponsel dan dompet. Saat akan keluar lewat pintu depan, ia melihat Badai tengah duduk di sofa ruang keluarga sembari memeriksa sesuatu di tabletnya. Ia menghampiri dan berdiri tepat di samping Badai.Menyadari ada orang di sebelahnya membuat Badai spontan mendongak. Ia melihat Alena terlihat sedikit salah tingkah.“Ehmm, Mas–” ucap gadis itu sedikit ragu. Semburat merah menghiasi dua belah pipi gadis itu.Badai tentu merasa sedikit kaget mendengar panggilan istrinya. Ada perasaan yang berbeda saat mendengar panggilan baru itu. Namun, ia dapat dengan cepat menguasai ekspresinya.“Ya?”“Aku berangkat dulu.” Alena mengulurkan tangan pada suaminya.Badai yang paham pun lantas menyodorkan tangan kanannya. Alena membawa punggung tangan sang suami untuk ia cium. Berharap keberkahan langkahny
Mendengar keributan berasal dari ruangan bosnya, Reka bergegas ke sana. Ia disambut tatapan penuh tanya oleh staff sekretaris di lantai itu. Namun, ia tak peduli.Reka mengetuk pintu dan mendorongnya perlahan. Ia terkejut melihat papan nama bosnya tergeletak tak jauh dari pintu. Ia langsung memungutnya. Dan mengusap dengan penuh hati-hati, seolah benda itu adalah benda keramat yang rapuh. Tak salah sih sebenarnya.“Apa yang terjadi?” tanya Reka yang masih memeluk papan nama atasannya.Bayu menoleh. Wajahnya jelas masih diselimuti emosi.“Kau, berikan gadis itu uang dalam jumlah besar!” titahnya.“Ya?” Reka terkejut.“Aku tidak suka menikmati sesuatu secara gratis,” jelasnya.‘Berapa harga diri gadis itu?’ Ia akan membayarnya. Bayu akan tersinggung jika orang lain meremehkannya. Ia tidak suka.“Baik. Berapa yang harus saya berikan?” tanya Reka agar tak salah langkah.“Satu Milyar.”“Ya?”Lagi-lagi Rela berseru terkejut. Satu milyar bukan uang yang sedikit. Tapi bosnya itu seolah enteng
Pria itu keluar dari pintu kedatangan internasional bandara. Ia menggeret koper dengan sebelah tangan dan sebelah tangan lagi dibenamkan dalam saku celana. Setelan jas formal yang dikenakannya cukup menunjukkan strata sosial yang ia punya.Wajah tampan dibingkai rahang tegas yang dihiasi jambang tipis. Kacamata hitam bertengger di hidungnya yang mancung. Menambah kesan maskulin. Auranya dingin tak tersentuh tanpa senyuman di bibir.Dia adalah Bayu. Bayu Segara Putra.Salah satu pebisnis muda yang sukses menduduki dua puluh besar pengusaha paling berpengaruh.“Selamat datang kembali, Bos!” sambut seorang lelaki muda yang tak berbeda jauh umur dengannya.Ia adalah Reka, sang asisten. Lelaki itu mengambil alih koper sang bos.“Hmm!”Bayu hanya menjawab dengan dehaman. Kembali melangkah diikuti sang asisten.“Bagaimana anak itu?” tanya pria itu tanpa menghentikan langkah.Jeda beberapa saat hingga ia menoleh pada asistennya.“Dia tetap menikah seperti rencana awal.”Bayu menghentikan lang
Stevia terpekur di depan meja rias. Ponselnya tergeletak begitu saja tak jauh dari tempatnya. Ia baru saja menghubungi nomor laki-laki itu, ayah dari janinnya. Berulang kali Stevia menghubungi, tetapi tidak pernah tersambung. Lelaki itu menghilang entah kemana. Seolah sengaja menghindarinya.Perempuan itu menyangga sisi kepala dengan siku bertumpu di meja rias. Matanya memejam, menggulung pikirannya yang semerawut.Saat ia memutuskan untuk membatalkan rencana pernikahannya dengan Badai, ia mendapat amukan dari sang ayah. Lalu, bagaimana jika pria itu tahu jika dirinya kini tengah hamil tanpa suami.“Dasar anak tidak tau diuntung. Sudah bagus ada laki-laki yang mau menikahimu. Ini pakai acara kabur segala! Sudah merasa hebat? Hah!” amuk sang ayah.Bukan cuma amukan dan cercaan, tetapi juga disertai kekerasan fisik. Stevia memegang pipi kanannya yang terasa panas. Seringan itu sang ayah melayangkan tangan. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali mendapat perhatian dan kasih sayang san
Badai duduk termenung di sisi jendela lebar kamarnya. Lebih tepatnya, kamar sementara di lantai bawah, selama proses pemasangan lift. Memang sebelumnya kamar laki-laki itu berada di lantai atas. Namun, sejak dirinya harus terperangkap di kursi roda, tak akan bisa ia berpindah ke lantai berbeda menggunakan tangga.Laki-laki itu termenung, memikirkan banyak hal. Semuanya terjadi begitu cepat. Seolah hanya mimpi. Kecelakaan yang membuat kedua kakinya lumpuh. Ditinggalkan kekasih saat pernikahan di depan mata.Namun, seharusnya ia masih bersyukur. Hanya kakinya yang lumpuh. Bukan nyawanya yang melayang. Meski Stevia meninggalkannya, ada Alena yang menggantikan. Bukankah itu sebuah keberuntungan?Pikirannya mengawang, merentang waktu. Ingatannya mendarat di saat Stevia mendatanginya, dua hari sebelum pernikahannya dengan Alena.“Badai, aku minta maaf. Bisakah kita lanjutkan rencana pernikahan kita? Aku kembali untuk itu.”Badai menatap dingin, tetapi sorot matanya tajam.“Tidak.”Hanya sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.