Damian mendorong Selena hingga Selena terbaring di sofa. Dengan tangannya mengusap halus bahu Selena. Sentuhan lembutnya yang memberikan rasa nyaman membuat Selena terbuai dalam permainannya untuk ke sekian kalinya. Selena menikmati sentuhan bibir Damian yang cukup lama tidak dia rasakan lagi. Dan Damian melampiaskan rasa rindunya dengan sedikit brutal.
Malam itu dihabiskan keduanya dengan menonton televisi. Selena menolak melakukannya meski Damian terlihat jelas menginginkannya. Meski begitu, entah apa yang merasuki Damian, Damian juga menghormati keputusan Selena untuk tidak melakukan apa pun selain menonton bersama.Selena dan Damian berbaring di sofa, menikmati film yang sedang ditonton Selena sebelumnya. Tangan Damian merangkul bahu Selena, sementara Selena hanya diam di pelukan Damian.Pagi tiba. Keduanya tertidur bersama di depan televisi. Damian memeluk Selena cukup erat, dalam posisi seperti sendok. Tangan Damian melingkari pinggang Selena, danSetelah kejadian pagi itu, Selena akhirnya meminta untuk pulang. Selena meminta kembali ke negaranya secepat mungkin. Dan Jian tentunya harus ikut pulang juga dengan Selena, yang membuatnya sedikit murung karena harus berpisah dengan pria yang dia temui di pesta topeng. Pria itu datang ke bandara untuk berpisah dengan Jian. Dia mengusap kepala Jian dengan halus, dan Jian bersandar padanya seperti gadis umum biasanya, yang manja. Dia tidak terlihat seperti Jian yang biasanya saat bersama pria itu, membuat Selena menatapi mereka sambil menghela nafasnya. “Jika kau memang masih mau di sini, kau tidak perlu memaksakan diri untuk pulang bersamaku. Kau bisa tinggal di sini beberapa hari lagi,” ucap Selena, dia merasa bersalah padanya. “Tidak, tidak bisa. Tujuanku di sini hanya untuk menemanimu sebelumnya. Dan jika kau pulang, maka tentu aku harus pulang. Itu berarti pekerjaanku selesai,” balas Jian. “Kau bisa tinggal bersamaku, jika kau mengkhawatir
Jantung Selena seketika berdebar kencang ketika mendengar perkataan Damian tentang dirinya yang sedang menstruasi atau tidak, dan ada hal baru yang ingin dia coba. Sangat mencurigakan. “Aku tidak mengangka kau akan menghubungiku. Kupikir kau akan mengabaikanku lagi. Ini benar-benar mengejutkan, kau menghubungiku lebih dulu.” “Tidak ada yang aneh untuk itu. Kau yang memberikan nomorku. Kau tidak akan mendapatkan nomorku sama sekali jika aku tidak menghubungimu,” balas Selena sedikit ketus. “Ya, meski begitu, aku tetap tidak menyangkanya. Kau bisa saja langsung menghapus lagi nomorku, kan? Aku penasaran, apa yang membuatmu terdorong untuk menghubungiku sekarang.” Selena meneguk ludahnya. Entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat dan dopamin memenuhi tubuhnya saat ini. Ada perasaan yang menggelitik di perutnya, seperti dia sedang jatuh cinta. “Tidak ada. Seperti yang kubilang, aku hanya iseng.” Selena berusaha menjawabnya dengan tena
“Apa yang sebenarnya aku lakukan?” Selena menyembunyikan wajahnya di balik bantal sambil menatapi kasurnya yang basah. Dia seperti baru saja dihipnotis oleh Damian untuk melakukan hal seperti itu, yang tidak pernah dia lakukan sama sekali sebelumnya. Ini membuatnya meneguk ludah dan merinding. “Dasar pria mesum...” umpatnya seraya memijat pelan ujung keningnya sendiri. Yang benar saja. Orang yang pertama kali menghubungi adalah Selena. Dan Selena dengan sengaja mengangkat telepon Damian. Dia sendiri yang mendatangi pria iru seperti sedang membutuhkannya. Dan bahkan mereka berakhir dalam panggilan telepon yang sangat menggairahkan bagi keduanya. “Bagaimana sekarang? Aku harus mencucinya sendiri. Aku harus mencuci seprainya sekarang. Bagaimana jika ini dilihat pelayan? Tunggu, sebenarnya selama ini, jika aku membasahi seprai, siapa yang merapikannya? Aku rasa ini pertama kalinya bagiku...” “Ah, sial! Selama ini pelayan Damian yang mela
Derek saat itu sedang menikmati camilan di ruang rekreasi kantor. Derek tersenyum saat melihat Selena tiba. Selena memaksakan dirinya untuk tersenyum juga saat bertemu dengan ayahnya lagi. Dia jarang bertemu dengannya walau untuk interaksi cukup sering. Dan dalam interaksi mereka, biasanya Selena yang meminta sesuatu pada ayahnya tersebut. “Bagaimana kabarmu?” Derek memperhatikan saat Selena mendekat dan duduk di depannya. Sekretaris Derek yang mengantarkan Selena sekarang pergi lagi. Dan Selena yang sebenarnya kesal dengan wanita tadi, tidak berniat untuk mengatakan apa pun pada ayahnya. Toh, dia tahu wanita itu tampak terkejut dan syok saat dia menyebut atasannya sebagai ayah. “Aku baik,” jawab Selena, tanpa berniat bertanya balik sama sekali. “Terang kejadian itu... Ayah sudah mendengar semuanya dari Axel. Axel meminta ayah menyampaikan maafnya kepadamu, namun ayah sudah memintanya untuk meminta maaf langsung kepadamu. Kau tahu, berada di p
Selena merenungkan ucapan Derek. Yang mana kadang dia juga derung berpikir berlebihan tentang omongan orang lain terhadapnya. Itu membuatnya sedikit memikirkan ucapannya tadi, yang mungkin terlalu kasar pada ayahnya sendiri yang cenderung menyudutkan ayahnya. Toh, ayahnya sudah memberikannya kehidupan yang jauh lebih baik dari kata layak. “Aku harus bicara dengan Jian.” Selena hendak menghubungi Jian untuk sekedar bicara dan melampiaskan semua yang ada di pikirannya. Namun, begitu memegang handphone dan mencari kontak Jian, dia justru bertemu dengan kontak Damian lebih dulu. Yang membuat jantungnya tiba-tiba berpacu lebih cepat dari biasanya lagi. Nafasnya tiba-tiba memberat saat mengingat bagaimana panggilan mereka sebelumnya. Dan tanpa dia sadari, wajahnya memerah lebih dari biasanya, diikuti dengan jantungnya yang berpacu lebih cepat dan kegelisahan tak berujung. Selena menggelengkan kepalanya, berusaha menyangkal. “Bodoh, jangan memikirkan
Selena menatapi handphonenya saat bangun, telepon di antara dirinya dengan Damian sudah terputus. Namun, dia menyadari jika Damian memutuskan sambungannya setelah dia tertidur. Dia tersenyum, karena pria itu begitu memperhatikannya dan membuatnya sedikit salah tingkah. Seperti gadis remaja yang sedang dimabuk asrama, dia menyembunyikan wajahnya di bantal dan memukul bantal dengan tangannya untuk melampiaskan sesuatu yang tidak bisa diutarakan begitu saja olehnya. Perasaan yang entah bagaimana dia bisa mengekspresikannya. Dia bangun dalam keadaan segar. Hatinya berbunga-bunga dan kupu-kupu memenuhi perutnya. Dia turun dari tangga dengan cepat dan ceria. Itu membuat suara gaduh yang tak bisa. Yang berhasil mencuri perhatian para pelayan yang menyiapkan sarapan hari itu. Selena menghampiri dapur untuk mendapatkan sarapannya, dia duduk dengan suasana hati yang lebih ceria. “Ya ampun, apa yang membuat nona begitu terlihat ceria pagi ini?” Pelayan terkekeh me
Hujan turun saat Selena dan Axel bicara saat itu. Yang membuat Selena celingukan dan permintaan maaf Axel yang tulus tak bisa dia dengarkan dengan baik. Dan hujan yang tiba-tiba itu juga membuat Axel melupakan sesaat obrolan mereka dan memilih untuk menghentikannya dulu. “Hujan. Ayo berteduh!” ujar Axel seraya menutup bagian kepala Selena dengan tangan besarnya. Tanpa pikir panjang dan secara spontan, mereka menuju ke minimarket itu dan berteduh di bagian depan minimarket. Selena menepuk jaketnya sendiri, ada beberapa butir air hujan yang belum meresap ke jaketnya dan untuk meminimalisir jaketnya basah. Begitu pula dengan Axel. “Ah, ini karena kau,” gumam Selena seraya cemberut karena harus kehujanan. “Karena aku?” Axel mengerutkan dahinya, tak mengerti atas apa yang diucapkan Selena. “Kita jadi kehujanan, karena aku banyak bicara. Coba saja kau tidak menghentikanku pergi, mungkin sekarang kau dan aku tidak akan terjebak hujan, dan
Selena sedikit terkejut mengetahui Damian dengan sengaja melacaknya. Dan menemuinya secara langsung seperti memergoki dirinya yang sedang selingkuh. Selena dengan kesadaran penuh menyadari hubungannya dengan Damian. Hari ini, menurutnya hanya sebuah kecelakaan.“Kau hanya akan diam saja, Selena?” Damian menatap Selena dengan tajam, sudah jelas jika dia terlihat tidak senang melihat Selena yang sedang berduaan dengan Axel saat dirinya tidak ada. “Dia punya hak untuk diam. Bahkan tersangka dalam sebuah kasus hukum pun tetap punya hak untuk diam. Kau tidak bisa memaksanya untuk bicara jika dia tidak mau bicara,” balas Axel. Damian menatap ke arah Axel. Ini bukan pertama kalinya, mereka ada di posisi ini. Dan ini juga bukan pertama kalinya, Selena harus menghadapi ini. Ini membuatnya menghela nafasnya dalam-dalam seperti biasa dan menatap kedua pria itu bergantian. “Aku tidak sengaja bertemu dengannya di sini beberapa jam yang lalu. Dan kami menedu