“Setahuku Axel tidak tergantung pada siapa pun. Axel mendirikan perusahaannya atas namanya sendiri di usia 19 tahun. Aku tidak bisa menemukan latar belakang keluarganya. Tapi itu jelas jika semua aset yang dimilikinya didaftarkan atas namanya sendiri,” jawab Damian.
Selena menatap Damian sejenak lalu menatap ke arah Hendry lagi. Hendry mendengarkan jawaban Damian, walau yang sebenarnya ingin yang menjawabnya adalah Selena. Dia mengharapkan jawaban Selena dari pada Damian saat itu.“Itulah sesuatu yang tidak bisa kita ketahui namun mungkin Selena, sebagai orang terdekatnya selama beberapa waktu yang lalu, kau seharusnya mengetahui banyak hal tentang Axel, bukan?” Hendry menatap Selena, dia duduk bersandar di kursinya sambil mengangkat alisnya.“Tidak juga. Aku pikir aku memang mengetahui banyak hal tentangnya. Namun, aku benar-benar tidak tahu jika dia punya perusahaan sendiri. Aku tidak tahu dia sekaya itu. Aku tahu dia punya banyak uang di usianya yangSelena menatapi langit malam yang gelap. Dan menatapi tanah yang sekarang tengah diguyur hujan. Penampakannya di kaca besar yang ada di kamar Damian itu terlihat masih memikirkan banyak hal. Dengan menyilangkan tangannya di dada, dia berpikir sambil menikmati suasana malam yang sunyi dengan irama hujan di luar. Dia telah melamun cukup lama di sana. Damian memasuki kamarnya, dan menatapi Selena yang termenung di dekat jendela saat hujan. Pantulan dirinya juga bisa disadari oleh Selena saat itu. Damian menghela nafasnya dan mendekat. “Apa kau tidak takut disambar petir? Menyingkir dari sana, kau membahayakan nyawamu sendiri,” ujar Damian ketika mendekat dan menyentuh bahu Selena, bisa merasakan ketenangan di sana. “Aku terlalu suka melihat hujan. Belakangan ini hujan turun terus, rasanya menyenangkan.” Selena mendesah pelan, kemudian menutup tirainya, dia sedikit waswas jika Damian ada di dekatnya. “Itu informasi baru mengenai dirimu. Akan aku c
Mendengar sindiran Arsella tentang masa lalunya dengan Selena berhasil membuat Axel menatapnya untuk beberapa saat. Ada yang menahan dirinya untuk mengatakan apa pun. Arsella tidak bisa mempercayai Axel sama sekali, karena dia mantan pacar Selena dan mungkin berada di pihak Selena sepenuhnya. Sementara ayahnya, yang secara tiba-tiba memberikannya kepercayaan dalam batasan tertentu juga membuatnya geram. Arsella mencurigai Axel sebagai mata-mata Selena yang berada dekat di antara mereka. “Sudah jelas jika hubungan mereka saat ini tidak baik. Selena masih tidak memaafkannya dan Selena juga masih menghindarinya. Selena juga tidak akan mempercayai Axel sepertimu,” ucap Derek, berusaha memberikan pembelaan bagi Axel. “Ya, mungkin Selena juga sama curiganya seperti aku. Kenapa Ayah tiba-tiba saja memberinya pekerjaan dan kepercayaan yang cukup tinggi untuk orang yang baru sepertinya?” tanya Arsella. “Kami berada dalam kesepakatan. Aku memberikan sis
Selena menatapi Damian yang sekarang sedang bekerja sementara dirinya sedang membaca sebuah novel untuk meredakan rasa bosannya. Dia juga mulai bosan dengan novel yang sedang dia baca. Ketertarikannya bukan sedang pada buku, tapi pada hal lain. Dia mendengus, dan suaranya berhasil menarik perhatian Damian yang langsung melirik ke arahnya sebagai bentuk perhatiannya. “Ada apa lagi? Apa kau masih merasa bosan? Jika kau tetap memaksa untuk keluar, bukankah kau sedang bersembunyi dari ayahmu saat ini?” tanya Damian. “Aku sudah tidak ingin keluar tapi aku benar-benar bosan karena tidak melakukan apa pun. Novel ini juga bercerita tentang politik, aku tidak tertarik sama sekali pada politik,” keluhnya. “Lalu, apa yang kau inginkan? Tanganku sedang pegal sekarang, aku akan mendengarkanmu dalam lima belas menit, setelahnya aku akan melanjutkan pekerjaanku, bagaimana?” Damian mengangkat alisnya, kali ini dia akan menemani Selena bicara aga dia tidak bosan.
Arsella berjalan bersama seorang pelayan menuju ke taman bunga. Dia hendak menikmati teh di taman bunga sambil belajar, terlihat dari buku tiga tebal yang dibawakan pelayan. Dan kebetulan sekali, di sana ada Axel yang sedang mengerjakan sesuatu juga. Itu membuat Arsella meneguk ludahnya, antara gugup dan ada kegembiraan saat bertemu dengannya. “Apa yang kau lakukan di sini?” Arsella menghampirinya dan menatapi Axel yang masih fokus. Axel menoleh, menatapnya sejenak dan kemudian menghela nafasnya sambil mengambil barangnya. Dari nada bicara Arsella, kelihatannya Arsella ingin menggunakan tempat itu untuk dirinya sendiri. Dan sebagai pria yang peka, dia segera minggat sebelum diusir secara kasar olehnya. “Aku bertanya padamu, bukan menyuruhmu pergi,” tekan Arsella seraya melirik pelayannya. Arsella memberikan isyarat agar pelayan itu menaruh buku bawaannya di meja yang sama. Meja itu luas, jadi masih ada banyak tempat tersisa meski digunak
Selena menatapi handphonenya dengan bingung saat melihat Axel meneleponnya. Setelah dirinya bersama Damian selama beberapa hari, Axel sama sekali tidak berusaha menghubunginya. Namun, secara tiba-tiba, dia menghubunginya. Padahal Axel bisa saja menghubunginya di awal-awal. Tanpa pikir panjang, Selena mengangkat teleponnya. Toh, sekali pun dilacak, dia sekarang di mansion Damian yang sedang dijaga ketat. Dan Damian juga sedang sama sekali tidak jauh darinya.“Halo?” Selena memulai obrolan terlebih dahulu. “Selena...” “Ya?” Selena mengerutkan dahinya, saat mendengar suara Axel lebih lirih saat memanggilnya. “Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja?” “Mm, aku baik.” Selena sedikit bingung tapi menanyakan kabar setidaknya bukan hal aneh. “Aku yakin kau menghubungiku bukan hanya untuk menanyakan kabarku. Apa yang kau inginkan? Apa ini perintah ayahku? Apa kau melakukan ini karena ayahku?” tanya Selena. Axel terd
“Apa? Apa yang dikatakan padamu?” Damian mengerutkan keningnya. Tanpa sadar tangan pria itu sudah berada di bahu Selena, meraihnya untuk menenangkan Selena yang kelihatannya syok. Selena tampak tak mempercayai sesuatu, yang membuatnya terlihat linglung. “Ibuku... benar adanya dia sedang bersembunyi dan tak menunjukkan kehadirannya sama sekali. Ayahku mungkin pernah bertemu dengannya sekali atau dua kali. Hingga ayahku merasa tak nyaman dan gelisah tentang keberadaan ibuku. Makanya, dengan terungkapnya keberadaan aku, ayahku sengaja membujukku agar tinggal bersamanya hingga aku berada di bawah pengawasannya. Ayahku akan memancing ibuku keluar dan melakukan sesuatu yang aku belum tahu apa itu.” Selena menghela nafasnya. Dia sedikit tegang, menyadari jika selama bersama ayahnya, saat dia menikmati kekayaan ayahnya, dia sedang mendorong dirinya sendiri ke jurang. Damian mengerutkan keningnya. “Kenapa Axel memberitahumu hal itu? Bukankah seharusnya
“Ayo kita hubungi Selena dan Damian tentang informasi yang kita temukan ini. Selena mungkin akan kaget jika mengetahui Axel sebenarnya adalah saudara angkatnya. Hahaha.” Tawa pria tua itu terdengar renyah. Dia tidak bisa tidak menertawakan fakta itu. Meski agak miris jika harus memberitahu Selena kalau ibunya lebih memilih merawat anak adopsinya dari pada st putrinya. Apa pun alasannya, entah itu bisa diterima Selena atau tidak. Di balik itu semua, Hendry juga agak menyayangkan tentang perilaku Sabrina yang justru telah menghancurkan masa muda anaknya. Pertemuan Selena dengan Damian tetaplah bukan sesuatu yang seharusnya terjadi. Terikat atas apa yang terjadi pada Selena awalnya, sepertinya tetap tidak bisa diperbaiki sama sekali. Di kemudian hari, bersama atau tidaknya mereka adalah suatu masalah. Karena kini, Hendry bisa melihat cinta di mata Damian terhadap Selena. Tapi dari Selena, dia hanya melihat gadis yang dulunya terlihat punya rasa takut pada
“Aku akan pergi menemui Selena dan membawanya ke sini. Kami sudah berjanji hanya akan bertemu berdua. Aku tidak ingin mengkhianati Selena sama sekali. Aku tidak mau membawa siapa pun selain diriku sendiri.” Axel menghadap ke arah Derek, menyatakan apa yang akan dia lakukan malam ini. Derek menganggukkan kepalanya, sepertinya berusaha memahami keputusan Axel tersebut. Yang tentunya semua dia lakukan untuk Selena dan menjaga kepercayaan Selena untuk hubungan mereka di masa depan. Dan Derek akan menyetujui permintaan Axel untuk pergi sendirian. “Ya, kau bisa pergi sendirian jika itu maumu,” jawab Derek. “Anda mempercayaiku, bukan? Aku tidak akan mengkhianatimu karena tidak memiliki siapa pun lagi sebagai fondasi diriku sendiri.” Axel menatap Derek, dari tatapannya tampak meyakinkan. Derek menghela nafasnya dan menatap Axel. Dia menganggukkan kepalanya lagi, berusaha meyakinkan dirinya tentang Axel. Lagi pula, Axel tak akan berani mengkhianati dir