Selena dijepit Damian ke kasurnya, dengan hanya setengah tubuhnya yang berada di atas kasur. Kakinya berdiri tegak, diimpit juga oleh kaki Damian. Yang mana membuat Selena melebarkan matanya terkejut akan tindakan yang dilakukan Damian secara tiba-tiba.
“A-apa yang kau lakukan?!” pekik Selena seraya berusaha memberontak dari Damian.Damian memegangi kedua tangan Selena tepat di belakang punggung Selena dengan satu tangannya. Tangannya yang lain menahan kepala Selena agar tidak bisa bergerak juga. Dia menatapi Selena sambil tersenyum puas. Entah kenapa dia sangat suka dengan mangsa yang pemberani namun sebenarnya lemah. Dia puas melihat keberaniannya hilang.“Aku akan memberimu makan.” Damian mengambil piring yang masih berada di nakas dekat kasur.“Sudah kubilang aku tidak nafsu makan, aku tidak mau!” bantah Selena.“Sejak awal, kau itu sangat suka membantah, ya? Kau suka melawan dan kau sangat suka memberontak. Apa karena sebelumnya“Di mana ini...” Selena menatap langit-langit kamar yang terasa sangat familier baginya. Ditatapnya lama dan kemudian dia terperanjat kaget begitu menyadari itu kamarnya sendiri di sebuah rumah sewa. Dia melirik ke kanan dan ke kiri, mendudukkan dirinya dalam keadaan bingung. Dia menghela nafasnya, entah kenapa untuk beberapa saat hatinya terasa senang. “Apa-apaan semua ini? Axel?” Selena mengernyitkan dahinya dan melirik ke arah pintu kamar. Selena buru-buru keluar dari kamarnya yang mungil itu. Dan menatapi rumahnya dalam keadaan berantakan. Dia ingat pasti ini semua terjadi karena dia bertengkar dengan Axel sebelumnya dan berakhir dengan Axel yang memutuskannya. Selena menghela nafasnya.“Dia benar-benar pergi. Apa bersama dengan gadis itu?” pikirnya. Selena hendak keluar dari rumahnya untuk menghirup udara segar. Dia melirik jam dan itu menunjukkan pagi, namun tak diketahui jam berapa itu terjadi. Selena mendekati pintu rumahnya d
Hari itu, Selena terus berbaring di tempat tidurnya. Pelayan yang mengantarkan makanan untuknya juga sadar jika Selena sakit dari bagaimana Selena tidur dan menolak untuk makan. Karena perlakuan Damian kemarin padanya membuat Selena tak berselera makan sama sekali. Selena mengerang dalam tidurnya. Dia terus tertidur di sepanjang hari. Yang mana dia sengaja mengistirahatkan dirinya agar rasa sakitnya tak terasa. Dia tertidur dengan cukup nyenyak. “Setelah menumpahkan makanan di kamar hingga berserakan tadi malam, sekarang dia sakit. Ah, aku benar-benar tak menyangka harus melayani orang yang bahkan sebenarnya sama dengan kita.” Pelayan itu membawa makanan utuh yang tak tersentuh sama sekali oleh Selena. Dan pelayan di sisinya juga sama-sama mendengus. Yang mana gerutukan mereka terdengar langsung oleh Rose yang baru saja hendak keluar dari kamarnya. Dia menatapi punggung kedua pelayan itu. “Permisi?” Rose memanggil mereka secara langsung.
Pagi itu, seluruh orang di mansion Damian sibuk dengan kegiatannya. Pengecekan ulang untuk pesta sedang dilakukan dan wanita-wanita milik Damian itu sibuk berdarah. Mereka semua disibukkan dengan persiapan akhir yang telah mereka lakukan sejak beberapa puluh jam. Sementara Selena, kondisinya tak kunjung membaik. Damian juga tak mendapatkan laporan tentang kesehatan Selena lantaran dia sibuk hingga menunda waktu pelaporan. Damian juga tengah mempersiapkan dirinya menyambut tamu pagi itu. “Tamu yang kabarnya akan menginap akan segera datang lebih awal. Perjalanan jauh membuat mereka membutuhkan kamar tidur untuk mempersiapkan diri sekaligus beristirahat sejenak. Bagaimana dengan Selena? Bukankah Selena seharusnya dipindahkan ke sel bawah tanah?” Luca berdiri di belakang Damian. Damian sedang menghadap Cermin dan pakaiannya sedang dirapikan oleh orang yang tertugas untuk mempersiapkannya. Damian melirik Luca dari cermin, dan berpikir sejenak, kemudian meng
Damian bersama para wanita itu bersiap untuk menyambut tamu. Dan Damian menemukan jika Harvest sudah berada di sana lebih awal. Harvest tampak sedang menikmati pemandangan ruangan yang didekorasi dengan sangat cantik, dia memunggungi Damian saat itu. “Oh, Damian!” Harvest menoleh dan berbalik sambil mengangkat tangannya sebagai sapaannya. “Kau ternyata datang lebih awal,” ucap Damian, terdengar agak sedikit malas namun berusaha untuk menata suasana hatinya agar tetap terjaga hingga pesta selesai. Harvest tersenyum dan mendekat. Matanya melirik satu persatu para wanita yang mendampingi Damian itu. Dia menunjukkan rasa kagumnya melihat mereka serentak menggunakan pakaian putih. “Wah, luar biasa. Mereka terlihat sangat cantik di belakangmu. Benar-benar luar biasa!” ucap Harvest dengan gelagatnya yang ingin menunjukkan dia akrab dengan Damian.“Jangan pedulikan orang gila satu ini,” bisik Damian, mencondongkan kepalanya ke arah belakang.
“Kepada seluruh tamu, dipersilakan duduk sesuai dengan meja yang telah diberikan identitas. Acara akan segera dimulai.” Seluruh tamu di ruangan utama itu akhirnya duduk setelah beberapa dari mereka berdiri untuk berbincang dengan orang lainnya. Dan Damian duduk bersama dengan para wanitanya di meja yang bundar yang sama. Meja dan kursi dengan warna berbeda sebagai identifikasi pemilik acara. Acara dimulai dan Damian naik ke panggung yang tersedia untuk memberikan sambutannya. Damian tampil dengan percaya diri, menunjukkan dirinya pada orang-orang sekelas dirinya juga. Harvest duduk di kursinya sambil memperhatikan Damian. Dia melipat tangannya di depan dadanya. “Tentunya saya ucapkan terima kasih atas kehadiran semuanya, tamu-tamu undangan saya yang terhormat. Dengan senang hati, saya mengundang Anda semua ke acara ulang tahun Saga Corporation.” Semua orang bertepuk tangan. Damian tampak menawan sebagai tokoh utamanya hari itu. Dia m
Dokter memeriksakan keadaan Selena. Damian memperhatikan dari sofa, menatapi dokter yang tetap profesional meski diperhatikan Damian seperti seolah dia akan melakukan kesalahan di sana. “Dia hanya demam. Demamnya cukup tinggi saat ini. Obat penurun demam akan membantu keadaannya lebih baik. Dia hanya membutuhkan waktu istirahat yang cukup,“ ucap dokter itu. “Apa yang dia lakukan memangnya? Dia hanya di kamar sepanjang hari, kenapa dia bisa jatuh sakit? Dia bahkan punya waktu istirahat yang jauh lebih banyak dariku, tapi dia bisa jatuh sakit juga?” Damian mengangkat satu alisnya, seolah tak percaya jika Selena sakit. Luca sendiri tak bisa mengatakan apa-apa di sana. Dia hanya diam, memperhatikan juga. Namun, pikirannya sekarang terfokus pada kamar Damian yang selama ini aksesnya terbatas. Dia bahkan tak diizinkan masuk ke kamarnya juga, selain kepala pelayan yang bertugas merapikan kamarnya, menyiapkan air untuknya mandi dan juga pakaian ganti di sana. Dan secara tiba-tiba, Damian
“Oh, sial... Dia tidak dibawa ke unit kesehatan, tapi ke kamar lain.”Jovan, pria yang mencari Selena itu sekarang mendengus. Dia benar-benar tak habis pikir, rencananya untuk membuat Selena keluar dari ruang bawah tanah dan mungkin akan di bawa ke unit kesehatan salah. Selena malah dibawa ke kamar Damian yang mana membuatnya terlihat putus asa saat itu. Dia menggosok kepala belakangnya dengan agak kasar. Sebelumnya, Jovan mengecek kondisi Selena yang memang buruk. Dan akhirnya meminta Selena untuk berbaring di bawah saja, untuk membuat orang yang akan patroli ke ruang bawah terkecoh dengan kondisinya yang sebenarnya tak seburuk itu. Namun, mungkin karena dia berbaring di bawah juga, kondisi Selena agak memburuk. Dia bahkan tidur tanpa terusik sama sekali. Hanya saja, dia memang tidak tidur dalam keadaan nyenyak. Dia terus mengerang dalam tidurnya saat itu. Dia sepertinya lupa akan rencana Jovan untuk membawanya keluar dari mansion Damian saat itu.
Jovan mendapatkan akses yang dia inginkan dengan mudahnya. Dia segera naik ke atas dan mendekati kamar Damian yang letaknya sedikit tersembunyi dan jauh dari kamar lainnya. Itu untuk memberikannya privasi sekaligus waktu istirahat yang baik. Damian sendiri saat itu fokus dengan pestanya, bersama dengan para wanitanya yang menemaninya dengan setia. Damian menjamu tamu-tamu spesial dengan baik menjelang penutupan pesta itu. Jovan berjalan lebih cepat, jantungnya berdetak lebih cepat karena ini akan sangat berbahaya untuk kelangsungan hidupnya, dia tahu itu. Dia terlihat tegang dan berusaha tampil tenang walau keringat mulai membasahi tubuhnya seiring dia berjalan dengan lebih cepat menuju kamar Damian. Tiba di kamar Damian, Jovan membuka pintu dan mendapati Selena yang sedang duduk di kasur dengan buku bacaan yang disediakan kepala pelayan. Karena tak ada kegiatan lain, Selena hanya bisa melakukan itu. Selena sedikit terkejut saat Jovan membuka pintu dan