Alzi diam memperhatikan Arumi berceloteh dengan pandangan begitu dalam meski matanya basah akibat air mata.
Alzi kembali menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Arumi. "Pokoknya apapun yang terjadi kita nggak boleh menyerah! Kita harus berjuang sama-sama sampai badai ini berlalu!" Ucap Alzi dibalas anggukan singkat oleh Arumi.Dan disinilah Boma kesayangan Mentari yang menjadi jembatan layang pernikahannya dengan Gala duduk anteng menyaksikan adegan haru penuh air mata yang diciptakan oleh Alzi dan Arumi...."Sayang, obat-obatannya udah semua?" Gala bersandar di depan mobil dan melontarkan pertanyaan saat Mentari keluar dari apotek dengan membawa satu kantong penuh berisi obat.Sebenarnya tadi Gala sudah menawarkan diri dia saja yang membelikan obat untuk Alzi kedalam apotek dan meminta Mentari untuk menunggu saja di dalam mobil."Udah dong Kak. Sekarang kita pulang kasian Alzi nunggu obatnya terlalu lama. Bis"Ini gaji yang elo mau, enyah dari hadapan gue sekarang juga!" usir Alzi.Gala tersenyum mengambil amplop itu dari Alzi, ya iyalah senyum. Siapa coba yang nggak akan bahagia ketika gajian? Gala rasa sih nggak ada selagi itu orang masih waras."Nggak perlu lo usir gue juga bakalan pergi sekarang juga karena istri gue tercinta lagi nungguin buat pergi belanja bulanan." Gala mulai bersiap untuk pulang. "Btw makasih gajinya ya Bos, gue doain elo cepet dapet karyawan baru karena jatah gue kerja di sini cuma tinggal satu setengah bulan lagi," ucap Gala sebelum pergi meninggalkan Alzi yang mendengkus malas karena ulahnya."GUE SUMPAHIN LO SUKSES, GALA!" teriak Alzi ketika Gala sudah berada diluar ruangannya."AMIIN! GUE SUMPAHIN JUGA LO SAMA ARUMI CEPET NIKAH!" balas gala ikut berteriak.Sejurus kemudian, keduanya sama-sama tertawa keras karena kebodohan mereka sendiri. Bisa-bisanya mereka teriak-teriak seperti Tarzan padahal jelas-jelas mereka bisa bicara saling berdekatan.Kalau persahabata
'Kayaknya aku harus beranikan diri ngomong langsung sama Kak Gala,' putus Mentari pada akhirnya.Mentari mulai bertekad dalam hati dengan sangat yakin, setelah pulang berbelanja ia akan membicarakan hal ini dengan Gala.Dengan catatan kalau dia tidak lelah, Mentari takut jika dia dalam keadaan lelah dan Gala malah meminta haknya saat itu juga Mentari takut tubuhnya tidak siap dan tumbang sebelum Gala puas...."Ck ck ck, ini udah pada rapih aja. Mau kemane?"Gala yang sudah bersiap ingin menyalakan motor mengernyitkan alisnya saat mendengar suara yang sangat ia kenali berasal dari kontrakan tetangganya. Menggerakkan lehernya dengan cepat, mata Gala melebar melihat Alzi malah nongkrong di kontrakan Bu Santi sambil meminum secangkir kopi dan menikmati sepiring pisang goreng."Ngapain lo di sono?""Orang nanya bukannya bukannya dijawab malah balik nanya," ucap Alzi tidak jelas karena mulutnya teris
Mentari berlenggok ceria berjalan lebih dulu di depan Gala, rambut panjangnya yang sengaja ia kuncir kuda bergoyang kanan kiri sesuai kakinya melangkah. Kedua tangan Mentari berpegangan pada tali tas selempang yang ia pakai sementara, bibirnya terus bersenandung kecil menyanyikan lagu nostalgia favoritnya. 'Kakak senang liat kamu bahagia kayak gini sayang, semoga kedepannya nggak ada lagi masalah berat yang menimpa kamu.' Gala membatin dan sangat berharap sang istri bisa bahagia dan jauh dari masalah.Gala sangat tau masalah itu akan tetap ada selagi kita masih hidup akan tetapi, Gala sangat-sangat berharap tidak ada lagi yang berniat jahat pada sang istri seperti kejadian yang diperbuat Fania beberapa bulan silam dan hal itu sukses membuat Mentari berubah dingin pada orang luar."Kaka Gala kenapa malah ngelamun di sana? Apa nggak berat itu belanjaan yang Kakak tenteng sekali tiga?" tanya Mentari dari depan pintu kontrakan.Mentari belum bisa masuk ke dalam kontrakan karena kuncin
Melihat Mentari yang tak beranjak sama sekali dari depan pintu kamar, Gala memutuskan untuk berdiri dan menyudahi bermain ponselnya demi menghampiri sang istri."Kamu kenapa, hem? Masih marah sama, Kakak?" tanya Gala sesuai dengan yang dia pikirkan tadi.Kedua tangan pria itu terangkat memegangi kedua bahu Mentari, Gala menatap dalam dan penuh cinta kedua manik hitam sang istri.Mentari menggeleng. "Aku nggak marah sama sekali, Kak. Malahan aku udah lupa sama kejadian tadi, tapi---""Tapi apa? Kamu butuh sesuatu, atau mungkin belanjaannya ada yang kurang?" Belum selesai Mentari melanjutkan kata-katanya, tapi ucapannya terpaksa harus terpotong karena Gala tiba-tiba menyela dan menebak dengan sok taunya.Mentari memandang Gala dengan pandangan kesal. "Aku belum selesai ngomong, Kak Gala. Bisa nggak sih, nggak usah disela dulu?"Gala meringis kikuk sambil menggaruk pucuk kepalanya yang tak gatal. "Maaf deh, silahkan dilanjutin lagi. Kakak janji nggak bakalan ngomong sebelum kamu selesai
Peluh dan keringat menjadi saksi bisu penyatuan Galaksi dan Mentari malam itu. Gala benar-benar meminta haknya saat itu juga karena sudah mendapatkan lampu hijau dari sang istri.Awalnya Mentari ragu juga, tapi setelah dipikir-pikir ulang akhirnya Mentari setuju untuk Gala unboxing dan terjadilah gempa lokal penuh keringat di dalam kamar kontrakan sempit mereka.Keduanya melakukan penyatuan yang sudah halal untuk mereka lakukan. Bukan dosa yang mereka dapatkan, melainkan pahala karena yang mereka lakukan sekarang adalah Sunnah Rasulullah."Shhh.. Kak Gala. A-aku---"Mentari terus meracau dan mengerang nikmat, matanya yang merem melek menjadi bukti bahwa ia sangat menikmati permainan panas dengan Gala malam ini."Keluarin aja suaranya, Sayang. Kakak suka," Gala semakin bersemangat karena suara-suara kenikmatan yang keluar dari bibir Mentari.Hingga pada akhirnya Mentari benar-benar tidak lagi menahan suara-suara kenikmatan dari bibirnya. Keduanya hanyut dalam malam panas ditemani cahay
Gagal sudah Gala dan Mentari pergi ke kampus hari ini. Rencana mereka akan ikut kelas siang karena pagi ini telat bangun harus diurungkan karena kondisi Mentari yang tidak memungkinkan untuk keluar rumah.Bagian inti Mentari benar-benar sangat sakit sehingga menyulitkannya untuk bergerak apa lagi untuk berjalan.Sangat tidak mungkin rasanya jika Mentari harus memaksakan diri untuk tetap berangkat kuliah.Mentari tidak ingin satu kampus heboh karena melihat cara jalannya yang mengangkang. Gala benar-benar kuat, dia berhasil membuat Mentari tidak bisa berjalan setelah dia gempur habis-habisan semalam."Kalau izin sehari ini aja, nggak akan berpengaruh sama beasiswa kita 'kan Kak?" Tanya Mentari kepada Gala yang tengah menyiapkan sarapan untuk mereka.Keadaan Mentari yang sulit bergerak karena ulahnya membuat Gala harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, mulai dari memasak, nyuci, nyapu dan pekerjaan ruamh yang lain.Tapi Gala sama sekali tidak mengeluh melakukan semua itu sendirian,
"Aku nggak terima dia bisa hidup bahagia, Bu. Dia harus menderita meskipun enggak hidup bareng kita lagi." Fania melempar apa saja yang ada di hadapannya.Bantal, selimut, sprei, dan semua barang-barang yang terletak di atas ranjang, Fania lempar semua tanpa terkecuali.Rosa mengurut pangkal hidungnya merasa pening dengan kelakuan anak gadisnya in. Sejak ia bangunkan untuk berangkat kuliah tadi Fania mengamuk tidak jelas entah marah kepada siapa."Cerita dulu sama, Ibu. Apa masalahnya? Kalau kamu gini terus, Ibu jadi bingung, Fania." Rosan memunguti barang-barang yang Fania lemparkan.Sejak Mentari pergi dari rumah ini ia harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, Marwan sama sekali tidak mau memberikannya seorang pembantu, sedangkan Fania adalah anak yang pemalas dan tidak becus mengerjakan pekerjaan rumah."Si gadis bodoh itu udah banyak berubah sekarang, Buk. Aku nggak terima dia lebih unggul dari pada aku," jerit Fania dengan amarah yang meletup-letup."Maksud kamu, Mentari? Mem
Fania melebarkan matanya, apa telinganya tidak salah dengar si Mentari menyebutnya nenek lampir?"Lo bilang gue nenek lampir?" tanya Fania sambil menunjuk dirinya sendiri.Mentari mengangkat sebelah alisnya. "Aku nggak ada bilang kalau yang aku sebut nenek lampir itu kamu." Mentari menjeda kalimatnya sambil menatap Fania dari atas sampai bawah dengan pandangan penuh arti. "Tapi kalau kamu merasa yah ... mau gimana lagi."Arumi mengacungkan kedua jari jempolnya memuji sang sahabat dan mati-matian menahan tawa melihat wajah geram Fania."Itu baru namanya Bestie gue," ucap Arumi begitu kagum."Berani banget lo sekarang, mau lawan gue lo?" tantang Fania dibalas tatapan datar oleh Mentari."Aku sih nggak mau ngelawan siapa-siapa, yah. Tapi kalau orangnya mau jahatin aku, kenapa enggak aku lawan. Aku bukan lagi yang Mentari lemah yang selalu nurut perintah kamu sama orang tua kamu itu." Tekan Mentari.Pancaran mata Mentari berapi-api memancarkan kemarahan yang tak bisa dijabarkan dengan kat